Kartini-Kartini dan Pejuang Pelosok Nusantara

0

(Dok. Oky Dwi P)

Oky Dwi Prasetyo*

“Hidup ini penuh teka-teki dan rahasia. Manusia mudah berubah-ubah. Jangan selalu mencari sebabnya pada tabiat yang lemah. Ada kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa dalam hidup yang menjadikan seorang pahlawan tampak menjadi pengecut. Jangan menyalahkan, betapapun hina dan rendahnya suatu perbuatan yang tampak, sebelum kamu mengetahui apa yang mendorong orang berbuat seperti itu.” — Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. 

Kartini dan Pemikirannya yang Transenden

Kartini adalah bak tangan indrawi perempuan-perempuan Indonesia. Kartini juga telah mengubah arah berpikir perempuan-perempuan Indonesia. Pada masa hidupnya, rakyat, terutama, perempuan tidak mengenal pemikiran-pemikiran bahwa kesetaraan adalah hak. Pada masa itu perempuan seringkali ditiadakan atau dayanya dianggap lemah.

Pemikiran Kartini menyiratkan bahwa perempuan harus lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi. Transendensi di sini diartikan bahwa perempuan merupakan hal yang agung, seperti halnya surga ditelapak kaki ibu. Memaknai perempuan ternyata hampir sama seperti belajar filsafat.

Kartini telah dikenal oleh mata dunia, karena Kartini telah membuka tabir mata perempuan. Kumpulan surat-suratnya yang mengunggah batin ialah Habis Gelap Terbitlah Terang, Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, Kartini: Surat-Surat kepada Ny. RM Abendanon-Mandri dan Suaminya. Berkat Kartini pula, Indonesia dipandang An Indonesian Feminist sebagai bangsa yang wanitanya memiliki pemikiran-pemikiran transendensioner dan revolusioner, dengan menjunjung Emansipasi Wanita.

Lain lagi ceritanya ketika ideologi Kartini telah hilang, misal pada kurun waktu 1942-1945 beberapa perempuan-perempuan Indonesia menjadi budak seks pada pemerintah kolonial Jepang. Perempuan itu disebut Jugun Ianfu. Siapa yang cantik bakal direkrut menjadi budak-budak, tidak memikirkan norma-norma agama yang berlaku. Perempuan-perempuan diikat  di kursi dan dinikmati sepanjang hari. Perempuan disiksa, dilecehkan pada kesempatan itu.

Jangan tanya ulama atau petinggi agama dimana. Mereka diam tanpa bertindak. Pemerintah sedang apa? Kekuasaan pada masa itu dikendalikan oleh kolonial Jepang sendiri. Sudah terlihat bukan, bahwa waktu memang selalu didera oleh kebiadaban manusia sendiri. Kemana perginya Kartini-Kartini kita?

Antara Kartini-Kartini Era Moderat dan Kartini-Kartini di Pelosok Nusantara

Banyak Kartini-Kartini Indonesia yang memanifestasikan bahwa kesetaraan itu adalah hak di setiap jiwa perempuan. Kartini-Kartini Indonesia juga mendalilkan bahwa perempuan adalah harta nusantara. Kartini-Kartini Indonesia tercipta karena suatu perubahan-perubahan di atas polemik perkembangan yang terjadi. Tanpa pandang bulu politik, budaya, ekonomi, hingga agama dimana ada perempuan, Kartini-Kartini bergerak dan leluasa beraksi dalam kebenaran transendensi.

Banyak juga Kartini-Kartini yang perilakunya melenceng dari norma-norma kesusilaan. Yang katanya perempuan adalah harta, sekarang malah lebih disebut sampah. Semisal yang kini sedang marak di banyak portal berita: anak SMP hamil diluar nikah, remaja perempuan yang berpesta minuman arak, hingga Ibu DPRD yang tukang selingkuh, atau Bupati Perempuan yang menggelapkan uang. Fenomena ini terjadi karena  polemik perkembangan Indonesia yang kian hari semakin runtuh.  Kemana perginya Kartini-Kartini kita? Mungkin lagi cari ilmu di negara tetangga sebelah. Lagi-lagi terlihat bahwa waktu memang selalu didera oleh kebiadaban manusia sendiri.

Berbeda pada wilayah Indonesia di ujung, jauh dari Jawa, jauh dari pemerintah. Wilayah pelosok yang masih perawan oleh jajakan-jajakan kebiadaban manusia yang semakin hari semakin ngawur dan amburadul. Sarana-Prasarana masih jarang dan bahkan tidak ada sama sekali, jangankan berbicara sarana-prasarana sekadar melirik saja mungkin pemerintah sudah tidak tahan, entah baunya atau kondisi alam sekitarnya.

Mari kita tarik dan lihat sejenak di daerah ujung utara Indonesia pada masa operasi Dwikora. Perempuan-perempuan Kalimantan Utara berdarah-darah dalam melawan bengisnya kolonialisme yang ingin memperebutkan Kalimantan Utara.  Namun sekarang di perbatasan Kalimantan-Malaysia wilayah pedalaman Kalimantan Utara tadi masih ada yang kesehariannya berbahasa Melayu atau mata uang ringgit. Semua karena minimnya akses komunikasi dari pemerintah Indonesia.

Di daerah paling timur di bumi Cendrawasih ada salah satu pejuang perempuan, ialah Yosepha Alomang atau Mama Yosepha. Dia dengan lantang dan berani menegakkan HAM dari operasi pertambangan PT. Freeport Indonesia yang disetujui pada masa Trikora (pada masa itu yang cenderung diam terhadap penetrasi kekuasaan dan militer di tanah Papua).

Mama Yosepha juga sempat mendirikan koperasi sayur dan buah-buahan untuk PT. Freeport Indonesia. Namun PT. Freeport Indonesia malah mendatangkan sayur dan buah-buahan dari luar negeri. Selain itu Mama Yosepha pun terbiasa bersembunyi di hutan-hutan agar terhindar dari pengejaran pihak militer Indonesia. Kehidupan seperti ini biasanya membangun manusia-manusia yang beradab dan pengabdian terhadap apa yang harus diabdi.

Seperti yang ditulis Kartini dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon “…Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin…“. Dimana dalam wilayah ini perempuan-perempuannya rela membangun wilayahnya dengan cara mengabdi pada bangsanya walaupun pemerintahnya tidak peduli, mendidik anak-anaknya untuk menemukan jati diri yang tepat untuk bangsa dan wilayahnya, serta menghadapi krisis ekonomi yang bisa dikata sehari hanya makan singkong dan sagu. Lagi-lagi terlihat bahwa waktu memang selalu didera oleh kebiadaban manusia sendiri.

Terkesan atau terharu, manis atau pahit memang begini adanya negeri ini. Terlalu lambat untuk bertanya Kemana perginya Kartini-Kartini kita? Namun sayang Kartini-Kartini di pelosok negeri tidak pernah terekspos dalam mata rakyat maupun pemerintah, malah terkadang ditertawakan atau dilecehkan.

*Mahasiswa FILKOM UB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.