Koperasi, berhenti di lampu hijau
Kerap kali tugas perkuliahan menuntut saya untuk mencari berbagai alat dan bahan yang jarang ditemui di toko perbelanjaan pada umumnya. Saya memutuskan untuk memasuki toko perabotan yang terlihat sudah mapan secara tempat maupun ranah variasi produk yang ditawarkan. Bermacam-macam barang dari berbaga sektor, rumah tangga, elektrikal, hingga barang-barang interior dijual di sana. Saya menyadari bahwa mulai dari seniman, ibu rumah tangga hingga desainerpun bersatu pada tempat yang saja pijak kala itu.
Dilihat dari banyaknya barang yang diperjualbelikan di tempat itu tentunya diperlukan modal yang besar. Belum lagi beban gaji tenaga kerja yang pastinya memiliki andil dalam besarnya pengeluaran operasional. Tak dapat dimungkiri, persaingan pasar di zaman ini begitu ketat bahkan sangat mengandalkan kekuatan materi. Hal ini tidak membuat Ace Hardware gulung tikar karena kenyataannya masih dapat berjaya dan dapat menjual banyak barang berkualitas yang dibutuhkan khalayak luas. Lantas, bagaimana sebuah perusahaan yang berada di bawah pimpinan satu orang dapat terus berdiri hingga saat ini?
Fakta berbicara di luar ekspektasi, Ace Hardware bukanlah perusahaan privat, melainkan sebuah badan usaha yang memiliki dasar koperasi. Ace Hardware sendiri didirikan oleh beberapa pengusaha kecil dari Chicago. Perusahaan ini lalu terus dikembangkan dan menjadi perusahaan multinasional seperti sekarang ini. Mengherankan memang, bagaimana sebuah koperasi dapat bersaing mengalahkan perusahaan-perusahaan swasta?
Seperti yang selama ini kita pahami, koperasi adalah sebuah model usaha yang dibangun oleh beberapa orang pengusaha dengan berbagai macam kemampuan yang dimiliki. Pengusaha-pengusaha ini saling bekerjasama membantu satu sama lain agar usaha mereka dapat berkembang. Model usaha seperti inilah yang digunakan oleh Ace Hardware. Barang-barang yang dijual di Ace Hardware tidak berasal dari segelintir orang yang memegang teguh nilai-nilai kaptilasime, melainkan berasal dari beberapa orang yang memegang teguh nilai kekeluargaan dan bertujuan untuk saling memakmurkan.
Berkaca dari Ace Hardware, dapat kita lihat bahwa model koperasi merupakan model usaha yang cukup ideal karena selain dapat membangun kerja sama antara banyak pengusaha kelas kecil dan menengah, model ini pun dapat menangkal monopoli pasar yang bersifat “menghancurkan” pengusaha kelas kecil dan menengah. Namun, ironinya nama koperasi kian hari kian memudar di Indonesia. Bung Hatta yang menjadi simbol Bapak Koperasi di Indonesia pun telah menjadi sebuah istilah yang cukup asing terutama bagi pemuda. Koperasi berubah makna menjadi sekadar tempat simpan dan pinjam uang. Kita patut bertanya kepada diri kita masing-masing sekarang, quo vadis koperasi Indonesia?
Revolusi Koperasi Indonesia
Jika menelisik kembali zaman Indonesia muda, pergerakan ekonomi bangsa ini memang tampak sedang mencari jati diri ditengah situasi Indonesia yang belum sepenuhnya aman pasca memproklamirkan kemerdekaan. Namun hal tersebut tidak menyulutkan semangat para pegiat ekonomi untuk memperjuangkan nasib ekonomi Indonesia kedepan. Gedung pabrik tenun Perintis milik Pusat Koperasi Kabupaten Tasikmalaya, menjadi saksi bisu pelaksanaan Kongres Koperasi pertama di Indonesia. Selama 4 hari dari tanggal 11-14 Juli 1947, Niti Soemantri selaku ketua Dewan Koperasi Indonesia bersama para pegiat ekonomi lainnya membahas mengenai koperasi yang diproyeksikan akan menjadi wadah utama penggerak ekonomi bangsa. Tiga poin penting dihasilkan saat kongres koperasi Indonesia, yaitu mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI), menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi, menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi.
Situasi Indonesia setelah kongres pertama masih tetap tidak aman karena diwarnai pertempuran – pertempuran diberbagai area. Keadaan tersebut membuat perkembangan koperasi tidak mulus bahkan cenderung stagnan. Setelah masa pemulihan tahun 1950, kegiatan pekoperasian di Indonesia kembali membara, Bung Hatta sebagai wakil presdien sekaligus pegiat koperasi berpidato pada peringatan Hari Koperasi pertama tanggal 12 Juli 1951. Dalam pidatonya tersebut yang memcerminkam juga sebagai sikap pemerintah, Bung Hatta menaruh harapan besar terhadap Koperasi Indonesia, beliau mengharapkan agar koperasi kelak menjadi payung ekonomi bangsa. Semenjak pidatonya tersebut terlihat bahwa mayoritas masyarakat Indonesia mau bergerak bersama pemerintah bahu membahu membangun koperasi.
Tidak dapat dibantah, kehadiran koperasi di zaman orde lama dan baru sangat mempengaruhi mentalitas serta cara berpikir masyarakat. Koperasi tidak hanya dianggap sebagai wadah untuk mencapai kemakmuran masyrakat namun sebagai tempat untuk belajar bagaimana membangun kerjasama dan relasi lewat semangat gotong royong. Kenyataan seperti itu membuat pemerintah Indonesia kembali mengadakan kongres koperasi tanggal 12 Juli 1953 di Bandung. Dalam kongres ini lahir keputusan – keputusan baru yang semakin memperkuat koperasi sebagai wadah mencapai kemakmuran rakyat, salah satunya adalah bahwa pendidikan koperasi ditetapkan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah. Tujuan koperasi dikenalkan kepada para pelajar adalah agar mereka tahu mengenai manfaat serta tujuan koperasi dan terlebih agar koperasi semakin maju selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia
Walaupun rakyat menerima kehadiran koperasi di Indonesia, koperasi tidak semata – mata berjalan dengan mulus, kenyataannya banyak masalah muncul yang menggoyahkan struktur koperasi dan semangat dari para anggota. Puncaknya pada peristiwa G30SPKI. Koperasi sebagai organisasi yang bergerak dibidang ekonomi dianggap sudah dirasuki paham PKI yang dibawa oleh para petinggi koperasi sehingga berimbas pada dirombaknya kursi – kursi kepemimpinan serta regulasi yang berlaku. Pada masa itu, timbul ketidakjelasan nasib koperasi, hingga pada buntutnya terbit UU No. 12 tahun 1967 tentang pokok – pokok perkoperasian menggantikan Undang-undang No. 14 tahun 1965 karena dianggap sudah tidak sesuai dengan Pancasila. Di UU ini dijelaskan kembali struktur dasar dari sebuah koperasi serta cita – cita yang ingin dicapai bersama.
Mosaik Bung Hata dan Koperasi Indonesia
Bila kita berbicara mengenai koperasi, tak lepas dari sosok Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Label Bapak Koperasi tidak semena – mena disematkan kepadanya untuk kepentingan melambungkan nama saja, namun karena sumbangsihnya membangkitkan perekonomian Indonesia lewat koperasi. Saat Bung Hatta menginjak usia 14 tahun, mulailah bergejolak perkumulan – perkumpulan yang didasari atas semangat perjuangan mencapai kemerdekaan, misalnya saja Jong Java, Jong Sumatranen Bond, dan Jong Minahasa, maka beliau tertarik masuk kedalam perkumpulan tersebut dan tergabung dalam Jong Sumatranen Bond. Berlatar belakang sekolah dagang menengah Jakarta (PHS), Bung Hatta dipercaya menjadi Bendahara perkumpulan tersebut. Momen inilah yang menjadi awal Bung Hatta belajar menata urusan administrasi dan keuangan sebuah organisasi.
Pada usia 19 tahun, Bung Hatta terbang ke negeri Belanda untuk sekolah di Handels Hoge School di Rotterdam. Semangat perjuangan serta pengalaman sebagai bendahara yang beliau dapat selama di Indonesia tidak dikubur dalam – dalam melainkan beliau tularkan dan salurkan lewat suatu perkumpulan mahasiswa Indonesia yang anti penjajah yaitu Perhimpunan Indonesia. Sikap tangung jawab dan loyalitas yang dimiliki Bung Hatta membuat beliau dipercaya terus masuk dalam jajaran kepengurusan sebagai bendahara. Di tahun 1926, Bung Hatta resmi naik menjadi ketua PI dengan membacakan pidato pertentangan kulit putih menjajah kulit hitam dengan judul “Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen”–Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan.
Bung Hatta banyak terlibat dalam perjuangan mencapai kemerdekaan serta mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan cara diplomasi, terutama setelah masa Republik Indonesia Serikat (RIS) usai, pemerintah menggalakkan pembangunan dari berbagai sektor. Bung Hatta merupakan pemikir ekonomi lulusan jurusan pendidikan ekonomi dan admisnistrasi negara yang berperan besar terhadap kemajuan ekonomi Indonesia. Didasarkan pada UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” Bung Hatta berdalil bahwa koperasilah yang dimaksud pada ayat itu.
Di berbagai kesempatan terutama di tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi, Bung Hatta selalu menyampaikan pemikiran – pemikirannya tentang koperasi melalui pidato. Pemikiran tajam Bung Hatta mengenai koperasi mampu mempengaruhi pikiran rakyat Indonesia kala itu, bahkan beliau berani membanding – bandingkan koperasi dengan perusahaan swasta dengan mengibaratkan perusahaan swasta seperti majikan dan buruh, pemegang modal adalah majikan yang menyuruh para pekerjanya yakni buruh untuk bekerja demi kemajuan perusahaan. Hal itu bukan tanpa dasar, bila dlihat dari struktur koperasi, organisasi ini sangat demokratis yaitu berasaskan kekeluargaan dimana setiap anggota berperan dalam kemajuan atau kemunduran koperasi maka bisa dikatakan bahwa jiwa koperasi ialah anggota itu sendiri. Seperti kita ketahui, di dalam koperasi terdapat orang yang memimpin dan orang yang dipimpin, apakah hal ini menentang prinsip koperasi yakni demokrasi berasaskan kekeluargaan? Hal tersebut sama sekali tidak menentang prinsip koperasi, karena seperti yang diungkapkan Bung Hatta pada pidatonya memperingati Hari Koperasi 12 Juli 1951 “Sekalipun tanggungjawab pemimpin lebih besar daripada mereka yang menjalankan pekerjaan, kewajiban semuanya untuk menjaga keselamatan koperasi adalah sama berat”[1]
Pada masa awal pembangunan koperasi terungkap berbagai pihak yang memanfaatkan koperasi sebagai alat politik, gerah dengan situasi tersebut, Bung Hatta melalui pidatonya menyambut Hari jadi Koperasi Ke-2 menyampaikan keprihatinannya tersebut dengan mengatakan bahwa beberapa parpol mendirikan koperasi hanya untuk memecah dan melemahkan koperasi, beliau menuturkan bahwa ada partai nakal yang menyuruh anggotanya keluar dari koperasi kemudian mereka dimanfaatkan untuk membangun koperasi baru yang keuntungannya dipakai untuk mengisi kas parpol. Melihat fenomena tersebut, Bung Hatta menegaskan bahwa koperasi adalah medan penghidupan yang menyatukan[2], yang artinya bahwa koperasi jangan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan melainkan koperasi adalah wadah perkumpulan yang hidup karena adanya rasa persatuan diantara para anggotanya.
Jika ditelisik rekam jejak perjuangan Bung Hatta terhadap koperasi, rasanya tidak berlebihan bila Bung Hatta diberikan gelar khusus sebagai prestasi terhadap jasanya membangun koperas. Maka pada 17 Juli 1953 bertepatan pada Kongres Koperasi ke – 2 di Bandung menjadi hari yang bersejarah bagi rakyat Indonesia karena Bung Hatta dinobatkan menjadi “Bapak Koperasi Indonesia”.
Bila Bung Hatta masih hidup sekarang ini, mungkin beliau prihatin melihat rakyat Indonesia terutama kaum muda yang ogah – ogahan menggeluti dunia koperasi. Para sarjana khususnya sarjana ekonomi yang diharapkan akan membangun Indonesia menjadi “Macan Asia” lagi, sepertinya lebih memilih menjadi “buruh” yakni pekerja perusahaan dengan “majikan”nya seorang asing pemegang saham karena dinilai memiliki gaji yang besar dan hidupnya akan terjamin.
Koperasi yang terkabut zaman
Sungguh! kehadiran negara sangat diperlukan dalam pengembangan koperasi, bila negara dengan tidak serius menopang koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat, cita – cita Bung Hatta tak ada artinya lagi. Jika kita amati dan perhatikan, sebenarnya sudah berdiri badan usaha yang memiliki prinsip persis seperti jenis koperasi simpan pinjam. Serupa tapi tak sama, faktanya pegadaian bukan merupakan koperasi karena seratus persen dikelola oleh negara, tidak berasaskan gotong royong, dan keanggotaannya bukan bersifat sukarela. Jadi, pegadaian yang mirip dengan koperasi ini sejatinya bukan koperasi.
Semakin kesini, koperasi terkesan usang dan berdampak pada menurunnya minat masyarakat terhadap koperasi. Stagnannya koperasi sekarang ini ditengarai oleh dua faktor yakni intern dan ekstern. Secara faktor intern, rata – rata anggota koperasi belum cukup pandai dalam berorganisasi dan mengatur keuangan karena latar belakang pendidikan yang minim. Pendidikan formal memang dibutuhkan oleh setiap anggota koperasi, karena dengan pendidikan anggota koperasi memiliki pola pikir yang lebih kritis serta dapat berpikir kreatif. Masih terjadinya sentralisasi sosialisasi koperasi oleh negara terjadi di Pulau Jawa. Menurut data BPS, terjadi ketimpangan jumlah koperasi di Pula Jawa dengan Pulau Sumatera, Bali, Sulawesi, Maluku, dan lainnya. Ketimpangan yang terjadi sangat memprihatinkan, walaupun secara akumulasi terjadi peningkatan jumlah koperasi setiap tahunnya. Pemahaman masyarakat tentang koperasi masih ala kadarnya. Menurut kami, rata – rata orang menganggap koperasi hanya sebagai tempat ngutang modal untuk usaha. Mereka hanya mengetahui koperasi sekadar kulitnya saja sehingga merasa koperasi tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi hidupnya.
Selain faktor intern, faktor ekstern juga memiliki andil besar terhadap stagnannya koperasi. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang disebabkan karena menjamurnya waralaba modern yakni supermarket serta minimarket di kota maupun desa semakin memojokkan koperasi. Ini bisa kita lihat dari banyaknya modal yang dimiliki oleh koperasi yang hanya seiota dari waralaba modern Jika pemerintah belum fokus menyelesaikan masalah ini maka semakin memperkuat anggapan bahwa “yang bermodallah yang akan berkuasa”. Ya situasi ini memunculkan anggapan masyarakat, koperasi “hidup segan mati pun jangan”
Kami melakukan survei terhadap masyarakat di Jakarta dari berbagai latar belakang profesi mengenai pengetahuan tentang koperasi itu sendiri. Kesimpulan yang kami dapat adalah sebuah keprihatinan dari orang – orang yang tergabung dalam koperasi itu sendiri. Sebagian besar dari mereka memiliki pengetahuan tentang koperasi yang kurang dalam, rata – rata hanya mengetahui jenis koperasi simpan pinjam karena model koperasi ini yang paling sukses memikat hati masyarakat yang memiliki kecenderungan ingin mendapatkan uang secara instan sehingga cara yang termudah adalah meminjam uang. Unsur demokratis yang tersirat pada koperasi tidak timbul karena walaupun mereka tergabung dalam koperasi yang notabene bekerja bersama namun sikap individualistis ciri khas orang kota masih mendominasi pikiran mereka. Hal tersebut yang menyebabkan koperasi di kota kalah tenar dengan koperasi desa.
Seperti kita ketahui tujuan pembentukan koperasi adalah untuk menyejahterakan anggotanya yang berdampak pada kemajuan ekonomi negara. Namun bagaimana jika tujuan ini berbelok? Faktanya, selain menjadi sebuah tempat simpan pinjam, koperasi juga sering disalah artikan sebagai tempat investasi. Melakukan investasi di koperasi bukanlah hal yang buruk karena investasi dapat membantu memajukan sebuah koperasi. Sayangnya, bila koperasi hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk memperkaya diri sendiri, itu sudah tidak layak disebut koperasi. Peluang-peluang untuk terjadinya kegiatan korupsi dan penipuan juga meningkat. Contohnya adalah kasus Koperasi Pandawa yang terjadi pada tahun 2017 lalu, dimana sang pencetus koperasi melakukan penipuan pada anggota-anggota koperasinya. Yang terjadi bukanlah kemajuan koperasi yang tercapai melainkan nama koperasi tersebut yang jatuh.
Perguliran Era
Dengan berkembangnya teknologi, kegiatan perekonomian mulai mengalami pembaharuan dan kemajuan. Bidang-bidang baru dalam kegiatan ekonomi mulai bermunculan seperti bidang food fashion, fotografi, dan bidang lainnya yang dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan. Bidang-bidang lama pun juga mengalami perkembangan seperti dalam bidang transportasi, jasa pengiriman, kuliner dan bidang lainnya.
Perkembangan ini terkadang ada yang menguntungkan penjual namun ada yang kurang menguntungkan terutama pada bidang-bidang baru. Selain karena pasarnya yang masih baru dan masih sangat sempit, tidak banyak orang-orang yang mengetahui bidang tersebut. Sehingga bidang-bidang tersebut belum dapat menarik banyak konsumen. Namun disisi lain, perkembangan yang terjadi di bidang-bidang lama justru menarik banyak konsumen. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah familliar dengan apa yang ditawarkan oleh bidang tersebut. Bisnis- bisnis lama yang awalnya mulai menyurut akhirnya pun dapat memiliki pamor lagi berkat bantuan teknologi.
Menurut survei yang kami lakukan, masyarakat berpendapat bahwa sekarang ini cara berbisnis yang sedang tren dan sangat digemari adalah berbisnis menggunakan sistem “online” atau dalam jaringan. Bisnis yang berbasis internet ini telah digunakan dibanyak bidang usaha mulai dari jual beli barang hingga transportasi. Masyarakat mengklaim bahwa dengan sistem online ini banyak manfaat yang didapatkan baik dari sisi penjual, distributor, jasa pengiriman, maupun konsumen. Berbagai manfaat itu antara lain adalah konsumen dan penjual tidak perlu khawatir mengenai jarak karena sudah tersedia jasa pengiriman yang bekerjasama dengan platform jual beli online.
Ketika kita hendak membeli sebuah barang yang belum tersedia di Indonesia, ada beberapa opsi yang tidak efisien misalnya, kita harus menitip teman, memilih pergi sendiri ke luar negeri untuk membeli barang tersebut, atau langkah yang teraman adalah menunggu hingga barang tersebut tersedia di Indonesia. Namun dengan adanya platform jual beli online seperti Tokopedia, Amazon, Ebay, Bukalapak, dll, kita dapat membeli barang yang berasal dari mancanegara dengan mudah. Selain itu penjual juga tidak perlu ribet – ribet memikirkan tentang biaya sewa, pegawai, maupun waktu operasional toko, karena dengan adanya sistem online, mereka cukup mempromosikan barang yang ingin dijual lewat salah satu platform tersebut dan tinggal menunggu hingga pembeli memesan barang.
Koperasi Yang Terkatup Zaman
Bisnis online seperti tokopedia, kaskus, bukanlah suatu hal yang dapat berdiri hanya oleh satu atau beberapa orang pimpinan saja melainkan dijalankan oleh banyak mitra kerja. Maka model kerja platform seperti ini adalah pengelola bekerja sama dengan penjual barang atau penyedia jasa lalu mereka dianggap sebagai mitra kerja.
Bentuk kemitraan yang dijalin biasanya adalah kemitraan semi formal yaitu mereka dapat menjalin kerjasama dan berdiskusi dalam forum dengan penjual atau mitra lainnya. Pada intinya platform ini hidup karena adanya sinergi antara pengelola dengan penjual. Jika berkaca dengan fenomena diatas, sebenarnya platform online ini menerapkan prinsip sebuah koperasi yaitu saling membantu sesama anggota, dengan cara meminjamkan modal, menbantu dengan cara bertukar pikiran, ataupun menyumbangkan skill demi tercapainya kesejahteraan bersama. Prinsip – prinsip dari platform online ini dapat dikatakan merupakan sebuah pengembangan dari prinsip koperasi.
Memang secara faktual dapat dibuktikan bahwa mereka bukanlah koperasi karena tidak terdaftar sebagai sebuah koperasi resmi. Namun apakah platform online ini adalah sungguh – sungguh revolusi dari koperasi? Mari kita ambil contoh salah satu contoh, misalnya kaskus yang memiliki kemitraan yang bersifat semi formal. Secara hukum kaskus bukanlah sebuah koperasi karena Kaskus terdaftar sebagai sebuah komunitas yang memuat forum diskusi dan jual beli yang situsnya dikelola oleh PT. Darta Media Indonesia. Kaskus sendiri tidak pernah diniatkan untuk berdiri sebagai sebuah koperasi oleh para pendirinya. Bahkan pada awalnya kaskus sendiri berdiri hanya sebagai forum informal mahasiswa yang didirikan oleh tiga pemuda asal indonesia yaitu Andrew Darwis, Ronald Stephanus, dan Budi Dharmawan di Seattle amerika. Namun platform ini berkembang sehingga dapat menjadi platform diskusi dan jual beli yang besar sehingga dapat dikenal oleh banyak kalangan.
Secara sifat dan sistemnya Kaskus memang dipimpin dan didirikan oleh beberapa orang namun kaskus sendiri membuat dan menyediakan forum diskusi dan membuka forum jual beli pada mitranya. Mereka dapat menjual barang, berdiskusi, hingga bekerja sama melalui kaskus chat. Interaksi yang berlangsung ini tentunya membawa dampak positif yaitu semakin berkembangnya usaha setiap mitra kaskus karena mereka dapat saling promosi terkait barang yang mereka jual, saling memberikan dukungan, tidak dengan cara mendukung memberikan modal melainkan dengan cara mendukung rating thread dari sang penjual, menaikan tren penjual, dan memberi tanda reputasi thread penjual.
Koperasi = Bisnis Online
Pandangan banyak orang terhadap koperasi lebih menjurus kepada sosok koperasi yang terkesan usang, kuno, serta tidak modern. Koperasi tidak lagi dianggap sebagai sebuah wadah yang dapat dibanggakan lagi. Masyarakat beralih pandang kepada tren sekarang ini sehingga kami menganggap hampir tidak ada waktu untuk “barang kuno” seperti koperasi mendapatkan perhatian. Ibarat barang kuno yang tidak dipelihara dan dirawat dengan baik maka tidak menutup kemungkinan barang tersebut akan disingkirkan.
Agar koperasi tidak bernasib menjadi barang yang disingkirkan, maka perlu suatu langkah pembaharuan dari tubuh koperasi sendiri. Harapan kami yang mungkin mewakili para praktisi koperasi adalah koperasi dapat eksis kembali seperti era Bung Hatta (orde baru dan orde lama). Sama halnya Pancasila yang berideologi terbuka, mampu menerima pemikiran baru serta perubahan demikian pulalah koperasi harus senantiasa mau menerima pembaharuan serta bergerak mengikuti zaman agar koperasi semakin dikenal dan kembali eksis di masyarakat Indonesia.
Dengan kenyataan bahwa platform transportasi serta jual
beli online memiliki prinsip sangat mirip dengan koperasi, apakah hal tersebut
merupakan bentuk dari revolusi koperasi secara “tidak langsung” dan tidak
disadari? Terlepas dari hal tersebut, sebenarnya kita dapat mengambil peluang
untuk menghidupkan kembali semangat koperasi terutama di kota – kota besar dengan
cara membuat suatu inovasi misalnya pendirian koperasi online. Dengan adanya embel – embel online tersebut diharapkan membuat kaum muda akan
tertarik kepada koperasi karena koperasi terkesan up to date dan kekinian. Jika para kaum muda sudah menyukai dan tertarik
bergabung dalam koperasi, maka timbul sebuah rasa optimisme yang sama seperti
yang dirasakan Bung Hatta, yakni koperasi sebagai soko guru perokonomian
Indonesia karena kaum muda dikenal memiliki pemikiran yang inovatif serta
bertekat kuat.
Penulis: Octavio Benedictus, Guntur Danurain
Telah dimuat pada buku: Goresan Anak Senja.
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Referensi
[1] Mohammad Hatta, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, (Jakarta: PT Inti Indayu Press, 1987), hlm. 14. Pidato ini disampaikan oleh M. Hatta dalam memperingati Hari Koperasi 12 Juli 1951. Saat itu koperasi baru berumur setahun dan kondisinya masih cupu.
[2] Mohammad Hatta, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, hlm. 26.