Pangan yang Tak Pernah Cukup

0

Oleh Muhammad Akhrizul*

Bicara menganai pangan, pastinya kita semua tahu bahwa negara kita ini selalu saja kekurangan pangan jika hanya mengandalkan produksi nasional. Berkali-kali telah disajikan data bahwa menurut para pejabat, produksi kita memang tidak mecukupi walaupun sudah memakai bibit unggul, pupuk, dan juga pestisida. Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya, namun apabila kita mau meneliti lebih dalam, sebenarnya pangan yang ada di negara kita ini sudah sangat mencukupi.

Penulis berpendapat bahwa sebenarnya kita tidak kekurangan pangan, apabila pangan yang dikonsumsi bukan hanya nasi yang berasal dari beras. Mengetahui bahwa Indonesia terdiri dari banyak daerah, suku, dan budaya maka tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya pangan tiap-tiap daerah berbeda. Sebelum adanya swasembada beras pada pemerintahan orde baru, jarang sekali terdengar bahwa kita mengimpor beras dalam jumlah banyak. Semenjak orde baru menggalakan penanaman padi, sejak itulah negara kita ini mulai kekurangan pangan, walaupun dampaknya tidak dirasakan langsung.

Pangan yang ada di negara yang kaya akan sumberdaya alam ini sebenarnya sangatlah beragam. Di Jawa yang subur, cocok ditanami padi. Di Papua yang penuh pegunungan memiliki pangan asli sagu. Di Sumatra yang tanahnya kurang subur, cocok ditanami ubi. Masih banyak wilayah lain di berbagai belahan negara ini yang mempunyai pangan yang unik. Pernah saat masih duduk di semester empat kemarin, ada dosen yang bercerita bahwa pangan asli Indonesia adalah pisang. Seketika itu juga satu kelas terheran, “mengapa pisang ?”. Sang dosenpun memberi penjelasan bahwa pisang adalah tanaman yang paling mudah ditemui di Indonesia. Bagaikan istilah “mau menanam ubi, cukup tancapkan kayunya saja, nanti juga akan tumbuh”, adalah pemahaman saya mengenai cerita dosen tersebut.

Kembali ke masalah pangan, sejak orde baru kita selalu dipaksa makan nasi yang notabenenya berasal dari beras. Untuk itulah ada berbagai macam program pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi beras nasional. Mulai dari bibit unggul, pupuk murah, pestisida murah, penyuluhan, sampai pada bantuan alat produksi seperti traktor, sabit, alat penyemprot, dan lain sebagainya. Namun, disinilah letak awal dari banyaknya impor beras yang sekarang dilakukan negara yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dikarenakan ada doktrin “belum makan kalau tidak makan nasi”, sehingga beras menjadi kebutuhan utama, dan pangan yang menjadi ciri khas tiap daerah menjadi dikesampingkan.

Salah satu solusi yang menurut penulis pribadi seharusnya diambil pemerintah adalah bagaimana mengembalikan pangan yang dari nasi, menjadi sesuai dengan pangan tiap-tiap daerah. Jika hal ini bisa dicapai, maka bukan tidak mungkin negara ini akan kembali mengenyam gelar “swasembada beras”. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kita harus mengurangi porsi makan nasi, harus puasa, namun itu semua masih belum cukup apabila pangan utama masih nasi.

Secara ilmiah, nasi mengandung karbohidrat yang diolah oleh tubuh menjadi energi. Namun, sumber karbohidrat tidak hanya nasi, jagung, ubi-ubian, sagu, juga menjadi sumber-sumber karbohidrat yang lainnya. Mungkin ada yang beranggapan “kenapa negara ini tidak seperti Amerika yang pangan utamanya roti ?”. Roti memang sumber karbohidrat di negara-negara barat, namun hal tersebut dikarenakan gandum, yang merupakan sumber bahan utama pembuatan roti tumbuh subur disana, sehingga roti menjadi pangan utama di negara barat.

Sebagai penutup, jika kita bicara pangan maka tidak akan ada habisnya. Hal tersebut dikarenakan pangan adalah kebutuhan dasar manusia, jika tidak terpenuhi maka akan mengancam kelangsungan hidup. Indonesia merupakan negara yang terdiri atas banyak pulau, sehingga tiap pulau pasti memiliki kelebihannya sendiri. Sehingga pangan yang dikonsumsi seharusnya dapat menyesuaikan dengan tanaman pangan apa yang tumbuh baik ditempat tersebut. Tidak harus beras, bisa saja ubi-ubian, jagung, sagu atau bahan pangan lainnya yang memang tumbuh subur didaerah tersebut.

 

*Mahasiswa Fakultas Pertanian 2012

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.