Hedon vs Kritis
Oleh: Ach Ridlo Zamzami*
Agent Of Change, begitulah sebutan bagi para mahasiswa. Masa kini, peran mahasiswa yang berdiri pada barisan terdepan menyatakan sikap atas nama bangsa. Nama dipilih agar lebih indah didengar telinga elit politik dan masyarakat pada umumnya.
Sejak dulu, mahasiswa mengedepankan urusan bangsa sebagai sebuah tujuan utama demi tercapainya bangsa yang benar-benar merdeka.
Tempat para mahasiswa adalah di kampus dimana mereka dituntut kritis, kreatif dan belajar kepemimpinan. Banyak orang menyakini bahwa kehidupan kampus inilah fase kehidupan paling indah dan fase ditemukannya jalan hidup atawa pencarian jati diri para mahasiswa sebagai agent of change.
Dalam fase inilah mahasiswa berada pada posisi yang sangat lemah karena berbagai macam pengaruh baru yang datang dari luar maupun dari dalam yang kemudian memeunculkan ketidakkestabilan pada diri mahasiswa: emosi yang sangat labil. Inkonsistensi dalam bertindak, bahkan ada yang sampai pada lupa akan tujuan hidup dalam kehidupan kampus, dan banyak lainnya.
Pengaruh-pengaruh itu dengan mudah diterima, pengaruh yang bersifat baik maupun yang buruk. Jika pengaruh yang baik, maka itu adalah sesuatu hal yang sangat mendukung, namun bila pengaruh yang bersifat buruk seperti berfoya-foya, pergaulan bebas dan lain-lain, pengaruh seperti itu akan menjadi ‘virus’ kuat yang memunculkan berbagai permasalahan yang menumpulkan bahkan membunuh sifat kritis dan kreativitas yang seharusnya mahasiswa dapat dalam fase ini.
Hidup bermewah-mewahan. Di kampus tidak banyak lagi mahasiswa lantang dan ramai dalam berdiskusi ilmiah atau permasalahan kritis bangsa ini. Hanya sebagian kecil mahasiswa yang masih tanggap ilmu dan memiliki jiwa kritis terhadap ketidakadilan yang ada di negeri ini.
Hedonisme adalah salah satu pengaruh buruk yang mematikan daya kritis mahasiswa. Meledaknya pusat perbelanjaan di kawasan pendidikan salah satu penyebab mahasiswa terlena, dan lagi suguhan fashion serta gadget terbaru, program infotainment, belum lagi acara-acara televisi yang dibungkus sedemikian apik tapi tidak memiliki nilai edukasi. Kafe dan mall lebih dianggap sebagai tempat tongkrongan yang lebih asik.
Hedonisme telah menjalar dalam setiap urat nadi kritis dan kreatifitas mahasiswa. Jika hal-hal tersebut tidak mereka perangi, maka idealisme mahasiswa sudah terbeli oleh madu kehidupan fana Hedonisme.
Kini mahasiswa banyak yang sudah terjangkit wabah hedonisme. Berpikir demi kesenangan bukan keprihatinan, serta hidup serba berkecukupan dan menikmatinya tanpa memikirkan nasib orang lain, sangatlah mengerikan jika hal tersebut terjadi secara mutlak. Gadget dengan teknologi tercanggih dari brand paling ternama, kendaraan roda empat atau roda dua yang mewah agar yang lain terpesona, tampilan baju dengan mode yang terbaru. Hal-hal demikian sangatlah tidak relevan bagi seorang mahasiswa bahkan jika orang tuanya kaya raya.
Sangat memprihatinkan, di mana para mahasiswa yang latar belakang keluarganya saja sangat memprihatinkan, namun mereka tak mau kalah dengan budaya hedonisme dari mereka yang serba berkecukupan. Mereka tidak pernah menyadari latar belakang sosial ekonominya, namun tetap menuntut kehidupan yang serba enak dari orang tuanya.
Hedonisme adalah sebuah wabah yang menyerang visi hidup seorang mahasiswa, sehingga pemantapan tujuan hidup ke depan adalah suatu hal yang sangat perlu dilakukan. Lalu pemilihan lingkungan dan pergaulan juga salah satu hal yang penting untuk mencegah mahasiswa dari terpengaruh hedonisme. Karena karakteristik seseorang itu terbentuk dari bagaimana sikap mereka di lingkungannya.
Sifat empati akan tumbuh seiring berlangsungnya aktivitas-aktivitas sosial, sehingga menghilangkan keegoisan dalam diri dan juga akan menjadi tameng terhadap hedonisme. Masih banyak hal-hal lain yang berupa bentuk penolakan terhadap hedonisme. Perbedaan umur masyarakat dan kebudayaan suatu daerah juga memungkinkan terjadi perbedaan cara penolakan.
Jika individu bisa melepaskan dirinya dari hedonisme dan memiliki kekuatan, maka di sini seruan untuk sebuah perubahan mulai dilaksanakan, tidak hanya bagi seorang individu tapi juga bagi semua orang di sekitarnya. Prinsip dan kesadaran yang diambil untuk menghentikan hedonisme adalah saling tolong menolong dan mengingatkan dalam kebaikan.
Ketika seorang individu bisa memurnikan kembali seseorang dari hedonisme, diharapkan juga orang tersebut dapat membantu untuk melakukan penolakan dan perubahan terhadap hedonisme itu sendiri. Sehingga ketika proses ini dilakukan, penolakan dan perubahan yang dulunya hanya sebuah wacana dan keinginan, diharapakan menjadi sebuah kenyataan dan seluruh mahasiswa tetap berpikir bahagia untuk semua.
*Ketua tata-ruang kamar kos Cilegon nomor 1