Perizinan Pemeliharaan Merak di UB Masih Dipertanyakan
Malang-KAV10. Pihak rektorat melakukan kekeliruan dengan memelihara Burung Merak. Merak hanya diberi kandang kecil serta jauh dari habitat asalnya. Padahal, hewan langka ini sangat dilindungi pemerintah dan tak boleh diperjualbelikan.
Seharusnya perizinan tidak dapat diberikan kepada Universitas Brawijaya. Menurut Wiwiek Bagja, mantan Ketua PDHI (Persatuan Dokter Hewan Indonesia) mengatakan, pemeliharaan satwa ini harus memiliki izin resmi dari BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam)dengan pengajuan perizinan pada direktur Jendral PHKA (Pelestari Hutan dan Konservasi Alam) Departemen Kehutanan.
PP No.7 tahun 1999 pasal 15 ayat 3 huruf b menerangkan; Pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa diluar habitat harus menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman. Alasan lainnya terdapat pada pasal 20 ayat 1 yang menerangkan; Pengelolaan di luar habitat jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah.
“Merak kan aslinya hidup di hutan sekunder yang luas dan berpohon. Saya menilai kandangnya itu sama sekali jauh dari kesan habitat aslinya merak, sempit pula,” tutur Nadila, mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan melihat kondisi perawatan Merak di UB.
Mengenai pengelolaan di luar habitat, PP No 7 tahun 1999 pasal 15 ayat 3 menegaskan bahwa pemeliharaan tumbuhan ataupun satwa yang dilindungi di luar habitatnya harus memenuhi syarat: memenuhi standar kesehatan tumbuhan dan satwa, menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman, dan mempunyai dan mempekerjakan tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan .
“Selama pakan dan tempatnya memadai dan burung merak tersebut sering menampakkan natural behaviour misalnya dengan mengembangkan ekornya, tidak masalah,” ungkap Wiwiek Bagja, dosen tamu di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
“Pembelian semua hewan dilakukan pada periode pengurusan Yogi Sugito. Pembeliannya bukan dari Malang saja, tetapi dari seluruh Indonesia, termasuk Merak. Merak itu keberadaannya hanya di tempat tertentu. Merak itu kan hewan langka, tidak boleh diperjualbelikan. Namun karena alasan konservasi , insya allah, kita diizinkan,” ujar Marpuah dari Bidang Sarana dan Prasarana Universitas Brawijaya (8/4).
Ketidakjelasan perihal perizinan pemeliharaan burung ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengkaji mengenai kata “konservasi”, masih dalam PP yang sama BAB V Pasal 22 ayat (1) mengenai konservasi telah dijelaskan bahwa lembaga konservasi mempunyai fungsi utama yaitu pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Dalam hal karakteristik konservasi harus dapat diusahakan sesuai dengan keaslian dan keunikan ekosistem di habitat asalnya.
“Kita memiliki petugas khusus untuk merawat dan memberi makan satwa. Petugas memberi pakan setiap hari,” jelas Marpuah.
Sesuai dengan PP No 7 tahun 1999 pasal 15 ayat 3 yang telah diterangkan sebelumnya, UB sudah memenuhi 2 bagian syarat yakni pemenuhan standar kesehatan bagi satwa dengan pemberian makanan khusus setiap harinya dan menyediakan tenaga ahli dalam medis untuk Merak yang dalam hal ini UB mempekerjakan petugas dari peternakan untuk merawat Merak. (agm/ika/eff)