Daun Di Atas Bantal : Potret Muram Anak Indonesia Yang Terlupakan
Oleh : Ariska Puspa Anggraini
Sutradara : Garin Nugroho
Penulis : Garin Nugroho dan Armantono
Pemeran :Christine Hakim, Sarah Ashari, Heru, Sugeng,Kancil,Deni Christanta,Kabri Wali
Film Garin Nugroho yang ditulis duet dengan Armantono ini mampu membuat penonton terharu dan tertawa bersamaan. Walaupun film ini dirilis pada tahun 1998, realitas dalam tiap adegannya masih terasa hingga masa kini. Maka tak heran berbagai penghargaan tingkat internasional berhasil diraihnya.
Film ini berkisah tentang kehidupan tiga anak Jalanan di pinggiran kota Yogyakarta bernama Heru, Kancil, dan Sugeng yang berharap keluar dari kemiskinan melalui kerasnya kehidupan di jalanan. Berbagai cara mereka tempuh untuk memenuhi harapannya, mulai dari menjual ganja, mencuri, mengamen hingga membuat graviti. Sayangnya, nasib baik tak berpihak pada ketiga bocah malang itu. Harapan mereka pupus setelah akhir yang tragis menimpa mereka satu persatu.
Jalan hidup yang menyedihkan tak cukup membuat orang-orang berpangkat menoleh pada mereka. Justru kehidupan yang malang dimanfaatkan oleh para mafia asuransi untuk memenuhi kantong pribadi. Namun sayangnya, dalam film yang muncul bersamaan dengan berakhirnya era reformasi ini tak membahas kematian Heru yang diakibatkan oleh mafia asuransi tersebut secara mendalam. Padahal, jika digalai lebih dalam akan memunculkan konflik yang cukup menarik. Kesan mengambang juga terdapat dalam tokoh Asih yang diperankan apik oleh Christine Hakim. Penonton seolah diajak untuk menebak siapa Asih sebenarnya. Entah dia seorang pelacur atau hanya seorang wanita kesepian akibat kekejaman suaminya?
Penonton juga serasa dibuat bingung dengan hubungan dan emosi yang terjalin antara Asih dengan ketiga anak jalanan tersebut. Saat adegan satu persatu anak jalanan itu meninggal, Asih menangis kehilangan. Namun disisi lain, Asih seolah tak perduli dengan Anak jalanan tersebut. Entah hal itu karena Asih memang benar-benar acuh atau karena dirinya takut kehilangan saat anak-anak tersebut benar-benar meninggalkannya?
Dengan durasi delapan puluh tiga menit, Garin berhasil menyuguhkan realitas sosial secara pekat dengan diksi sederhana dibanding film-film lain karyanya. Walaupun dengan judul yang sangat puitis, film ini jauh dari kesan fiktif berkat nuansa kehidupan anak jalanan yang begitu ditonjolkan. Penonton seolah-olah mampu merasakan tawa dan kesedihan yang dialami oleh Heru,Sugeng dan Kancil.
Memang masih banyak potret anak Indonesia yang belum kita ketahui. Salah satu contohnya adalah potret anak jalanan, bagian dari masyarakat kita yang cukup terabaikan. Undang-undang Dasar pasal 34 ayat 1 yang berbunyi ” Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” seolah-olah hanya omong kosong belaka. Buktinya sampai detik ini masih banyak anak jalanan yang terabaikan.