DEMOKRASI DI NEGERI KABIRI MAU MATI

Kabiri terkejut mendapat surat panggilan dari Asisten Regen untuk menghadap. Ia yang menjabat sebagai Wedana memang kerap menulis di koran Sinar Ra’jat yang diterbitkan oleh gerakan rakyat. Tulisan Kabiri sering kali memang mengkritisi pemerintah yang kurang membela rakyat dan memperjuangkan kemakmuran rakyat yang sudah dililit pajak tinggi.
Asisten Regen yang memanggil Kabiri memang orang baru. Sedang Asisten Regen yang sebelumnya, sudah pensiun. Yang baru ini, diangkat oleh Tuan Regen yang baru juga diangkat sebagai Tuan Regen oleh Gupermen. Tuan Regen dan Asisten Regen yang sebelumnya memang tidak lebih baik, tetapi baru ini Kabiri dipanggil dan diancam untuk dimundurkan secara tidak hormat.
Di ruang kantor Asisten Regen itu nampak Kabiri duduk dengan tegar. Ia merasa siap menerima semua keputusan Asisten Regen baru itu, karena Kabiri merasa benar. Di depan keduanya yang sedang berhadapan, terdapat tumpukan koran Sinar Ra’jat, utamanya tulisan-tulisan Wedana Kabiri yang menjadi tersorot.
Tuan Asisten Regen baru itu tentu saja meluapkan marahnya pada Kabiri. Marahnya lantang, hingga orang-orang di luar kantor Asisten Regen pasti mendengar semua. Tapi Kabiri berusaha tidak menciut. Beberapa kutipan yang ada di koran Sinar Ra’jat ditunjuknya, terutama tulisan-tulisan Kabiri. Beberapa hal yang tersorot adalah kalimat-kalimat yang dianggap menghina pemerintah Hindia. Marah besar lagi, Tuan Asisten Regen tersinggung membaca tulisan Kabiri yang menyinggung perusahaan milik Tuan Asisten Regen.
Namun nampak bahwa permasalahan itu sebenarnya bukan hanya soal tulisan-tulisan Wedana Kabiri. Melainkan beda pandang politik Wedana Kabiri dengan Tuan Asisten Regen. Wedana Kabiri diketahui akhir-akhir ini sedang sering berkumpul dengan himpunan rakyat Islam. Sedang Tuan Asisten Regen adalah seorang kolonialis yang dijunjung para pemilik modal dan gerakan tentara yang nasionalis.
Pembaca barangkali penasaran, apa yang ditulis Kabiri di koran Sinar Ra’jat. Oleh karenanya, berikut adalah kutipan dari tulisan Kabiri yang dimuat.
“Tulisan ini diperuntukkan tuan-tuan yang berada di atas jabatan, yang tinggal di gedung-gedung, menikmati kekayaan Hindia, sementara rakyat Hindia sengsara dilindas industri para pemilik modal. Rakyat adalah manusia yang memiliki hak untuk hidup dengan layak dan memperoleh pendidikan baik. Oleh karenanya, sudah seharusnya rakyat turut menikmati kekayaan Hindia yang ditunjang industri pabrik gula. Bagaimana bisa rakyat hidup di sekitar pabrik gula tapi tidak pernah merasakan manisnya gula?
Tuan mesti tahu bahwa pemilik modal pabrik gula itu kini menjadi Asisten Regen Kota S. Sedang pabrik gula itu memukuli para petani yang tidak mau menanam tebu dan suka menindas rakyat petugas-petugasnya. Dan orang yang mempunyai pabrik gula itu diberi penghargaan, dinaikkan jabatannya. Petugas-petugas yang jahat tidak pernah dihukum.
Rakyat kasian. Terutama para perempuan. Petugas petugas pabrik gula itu kadang nakal dan berbuat jelek pada para perempuan desa. Tapi laporan dari para Wedana yang didapat dari para lurah, tidak dihiraukan oleh Tuan Asisten Wedana. Sehingga para pelaku masih bebas berkeliaran. Dan ketika laporan hal ini disampaikan salah satu Wedana Kota G. pada Tuan Asisten Regen, justru ia yang dicopot dan dirampas hartanya.
Hal jang disayangkan lainnya adalah rakyat yang ingin bersuara, selalu saja dilarang. Velgadering-Velgadering yang dilakukan oleh gerakan rakyat P. K. juga selalu dibubarkan. Seharusnya para tuan mengerti bahwa orang-orang pribumi sudah sebagian kecil yang bersekolah. Dan karena mereka mendapat pendidikan, maka mereka jadi mengerti. Perkembangan zaman tidak dapat dibendung sudah, rakyat yang mulai pintar akan bersuara. Dan itu adalah keniscayaan. Tuan-tuan tidak berhak menyuruh mereka diam.
Kalau saja tuan menyuruh mereka diam, maka artinya pendidikan adalah tidak ada. Ilmu pengetahuan sudah mengantar rakyat menjadi pintar-pintar dan mengerti. Oleh karenanya, sudah menjadi pasal wajib bahwa rakyat harus mampu membela rakyat yang lain yang susah. Namun, sepertinya Tuan Asisten Regen takut sekali dengan itu. …..”
Dan seterusnya. Demikian lah pembaca, penggalan tulisan Kabiri yang terbit di koran Sinar Ra’jat dan membuat Tuan Asisten Regen marah. Usai pertemuan Kabiri dengan Tuan Asisten Regen baru itu, beberapa hari setelahnya, Kabiri dipanggil pengadilan.
Lagi-lagi Wedana Kabiri terkejut. Ternyata dia tidak sendirian. Di hari itu, akan juga ada persidangan Sariman. Ia adalah seorang Hoofd-Redncteur-nya Sinar Ra’jat. Di sampingnya juga duduk Tuan Weldoener, yang menjadi mede-redacteur. Wedana Kabiri duduk bertiga dengan mereka. Ternyata mereka disidang bersama hari ini. Namun sebelum hakim membuka sidang, Tuan Weldoener yang lebih dekat dengan Wedana Kabiri, sempat mengatakan sesuatu pada Kabiri. Katanya, “Tuan Asisten Regen yang baru ini memang uitzondering.”
————————————————
Cuplikan kisah Kabiri di atas cukup menjelaskan apa yang terjadi pada Eksekutif Mahasiswa di kampus UB di Kota M. Hubungannya dengan pemilik jabatan yang menaunginya sedang tidak baik. Pokok permasalahannya, sudah dijelaskan dalam Hikayat Kabiri.
– Redaksi LPM Kavling 10
Ilustrasi: Rosa Rizqi Amalia