PEMBANGUNAN RSGM YANG TERUS BERLANJUT DARI MASA KE MASA

0
Pembangunan RSGM di sebelah FKG UB. Foto: Kavling10

MALANG-KAV.10 Rumah Sakit Gigi dan Mulut atau yang biasa disingkat dengan RSGM merupakan rumah sakit ketiga yang dimiliki oleh Universitas Brawijaya setelah dibangunnya RSUB dan RSHP. Rumah sakit ini dibangun untuk memberikan layanan kesehatan gigi dan mulut serta menjadi rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa FKG UB, khususnya pada mahasiswa yang sedang melakukan koas. Namun, sampai saat ini RSGM belum dapat beroperasi dan masih dalam proses pembangunan.

Berbagai polemik muncul selama proses pembangunan. Awalnya, pembangunan ini dicanangkan oleh Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS pada tahun 2016 ketika masih menjabat sebagai Rektor Universitas Brawijaya kala itu. Kemudian, pada (30/10/2017) Prof. Dr. Ir. Moch. Sasmito Djati, M.S selaku Wakil Rektor IV melakukan peletakan batu pertama di atas lahan FKG yang seluas 2.813 m² sebagai tanda dimulainya pembangunan RSGM. Saat itu, target pembangunan yang ia janjikan ialah selama 3 tahun. 

Dilansir dari suryamalang.com, Prof. Dr. Ir. Moch. Sasmito Djati, M.S memberikan penjelasan bahwasanya pembangunan RSGM akan dimulai dengan tahapan awal selama tiga bulan, yaitu dengan pembangunan pondasi dan lantai 1. Setelah itu, akan dilakukan secara bertahap pada tahun kedua dengan pembangunan hingga lantai 7. Artinya, pembangunan RSGM tidak selesai sesuai dengan target dan mengalami keterlambatan yang cukup lama.

Sempat Terhenti Beberapa Kali

Pembangunan RSGM sempat mengalami kendala yang menyebabkan pembangunan terhenti beberapa kali, seperti yang terjadi pada 2018 silam. Hal itu disinyalir karena adanya perbedaan pendapat antara rektor baru dengan rektor sebelumnya yang saat itu telah digantikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR., MS.

Menurut Prof Nuhfil, pembangunan RSGM dapat memanfaatkan gedung RSUB yang penggunaannya belum maksimal karena masih terdapat gedung-gedung kosong seperti gedung A, sehingga nantinya terdapat alih fungsi pembangunan RSGM menjadi gedung kuliah dan lain-lain. Akan tetapi, informasi tersebut dibantah oleh Chomsin Sulistyo ketika diwawancara. Chomsin menegaskan bahwa informasi tersebut tidak tepat dan pembangunan RSGM tetap mengikuti rencana awal, yaitu terletak di area lahan FKG UB.

Menanggapi persoalan tersebut, Kastrat BEM FKG UB juga sempat melakukan kajian secara terbuka pada (3/9/19) guna membahas kelanjutan pembangunan RSGM. Hasil kajian tersebut diperoleh informasi bahwa pembangunan RSGM tetap akan dilanjutkan sesuai pada rencana awal, yaitu di lahan FKG UB dan telah terbangun 4 lantai. Rencana yang saat itu disampaikan ialah RSGM dapat beroperasi pada 2021 dengan 5 lantai terlebih dahulu. 

Pada akhir 2019, pembangunan RSGM sempat dilanjutkan dan memasuki tahap ketiga, yaitu konstruksi lantai 3 dan lantai 4, tetapi harus terhenti kembali pada awal tahun 2020. Pada tahun ini, adanya pandemi menjadi salah satu faktor penghambat pembangunan. Terjadi keterbatasan dana serta pengalokasan dana untuk beberapa keperluan lain ketika pandemi berlangsung. Selain itu, standar yang diberikan pemerintah dalam membangun RSGM juga mengalami perubahan. Hal ini juga disampaikan oleh Rizka, Kastrat BEM FKG.

“Saat ada pandemi, desain dan denah rumah sakit perlu ada pembenahan karena perlu adanya ruangan untuk ruang ganti APD bagi petugas, dll. Selain itu juga harus ada screening pasien karena Covid19,” jelasnya ketika diwawancarai oleh awak Kavling10.

Hingga akhirnya, pembangunan RSGM kembali dilanjutkan pada September 2021. Berdasarkan data yang disajikan oleh LPSE UB, penggarapan kali ini akan berlangsung selama 110 hari pembangunan melalui jasa kontraktor yang dimenangkan oleh PT Cipta Prima Selaras dengan anggaran sebesar 25M. Mendengar kabar tersebut, EM mengadakan diskusi publik yang berkolaborasi dengan BEM FKG untuk mengawal 110 hari pembangunan RSGM pada (29/10/21). Dalam diskusi tersebut, beberapa mahasiswa menyampaikan keresahannya, antara lain lamanya pembangunan dan kurangnya transparansi dari pihak rektorat maupun fakultas perihal perkembangan dan kelanjutan pembangunan RSGM itu sendiri.

Saat ini, pembangunan RSGM sedang menuju tahap 5, yaitu terkait dengan arsitektur lantai 3 dan 4, sedangkan lantai 1 dan 2 sudah selesai pada bulan Desember lalu. Hal tersebut disampaikan oleh drg. Rudhanton Sidharta, Sp.Perio, selaku Koordinator PIU RSGM.

“Saat ini kita sedang membahas perencanaan electrical maupun climbing untuk lantai 3 dan 4. Nah, semoga saja bulan depan sudah mulai tender sehingga bisa segera mulai pengerjaan setelah ada pemenang tender,” imbuhnya.

Hal itu dilakukan agar mahasiswa FKG yang sedang menjalankan koas dapat pindah ke RSGM pada sekitar bulan Agustus dan digunakan sampai dengan lantai 2 terlebih dahulu.

Permasalahan Dana

Pembangunan RSGM tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Maka dari itu, pihak rektorat membentuk Project Implementation Unit (PIU) yang dikoordinatori oleh drg. Rudhanton Sidharta, Sp.Perio. Tugasnya sendiri ialah merencanakan dan mencari dana, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk melengkapi pembangunan.

Sebenarnya tugas dari PIU yaitu menyampaikan kebutuhan yang dibutuhkan RSGM kemudian disampaikan ke BAPENNAS atau pencarian dana ke pihak pihak yang lain,” jelas drg. Rudhanton.

Ia juga menjelaskan bahwa dana pembangunan dapat diperoleh, baik dari swasta, hibah, maupun pinjaman pihak luar negeri. Jadi, tidak menutup kemungkinan adanya soft loan dari luar negeri. Pihak UB sudah mulai menangani soft loan dari Eropa dan baru dilakukan penandatanganan kerja sama pada Desember 2021 silam.

“Untuk kelengkapan persiapan alat-alat kita sudah deal dengan pihak Eropa untuk adanya soft loan pembelian alat-alat di RSGM. Negara ikut memberikan bantuan sehingga pembiayaan bukan dari UB tetapi negara,” imbuhnya.

Prof. Sasmito juga turut menjelaskan terkait dengan kejelasan dana yang diperoleh. Menurut keterangannya, total soft loan yang diperoleh sekitar 700M. Akan tetapi, angka tersebut tidak hanya digunakan untuk RSGM saja, melainkan untuk kebutuhan RSUB pula. Selain itu, pihak UB juga mendapat hibah dari Uni Eropa yang dialokasikan untuk pembelian alat-alat, seperti dental unit dan sebagainya.

“Ya, kalau dihitung dari 700M kita dapat 80M yang nyoh dikasih. Itu praktis tanpa bunga. Jadi, sebagian sekitar 90M itu untuk alat-alat RSGM seperti dental unit, dsb,” jelasnya. 

Ia juga menjelaskan bahwa kemungkinan alat-alat tersebut akan datang pada 2023 di semester ganjil, sehingga untuk saat ini fokus utamanya adalah penyelesaian gedung. 

Sumber dana untuk pembangunan gedungnya sendiri diperoleh dari uang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). PNBP ini dihasilkan dari UKT dan sebagian dari kerja sama, tetapi karena mahalnya alat yang, pihak UB pun mencari soft loan yang kemudian didapat dari pihak Jerman.

Jika melihat permasalahan dana yang sempat dialami, yaitu adanya penolakan pengajuan dana untuk APBN oleh pihak Jakarta. Selain itu, UB sempat mendapatkan tawaran soft loan dari Belgia. Akan tetapi, ditolak dengan beberapa pertimbangan agar dana yang diperolah dapat tepat sasaran. Hal itu juga dibenarkan oleh drg. Rudhanton.

“Sementara ini pihak yang bekerja sama baru dari Eropa karena ada yang tidak deal. Terus terang itu dikarenakan pihak tersebut terlalu mendikti kita dan kita gamau. Kita maunya peralatan berdasarkan spek yang kita mau bukan mereka mau jadi harus sesuai dengan speknya pendidikan,” jelasnya.

Standar Pembangunan RSGM yang Berubah

Kendala lain yang juga dihadapi dalam pembangunan RSGM ialah adanya standar RSGM yang berubah dan semakin meningkat. Dalam membangun RSGM pendidikan harus mengikuti syarat minimal, yaitu pada tipe b, sehingga perlu adanya pemenuhan dari aspek kelengkapan dan jumlah alat. Maka dari itu, banyak hal yang harus diampu, di mana mana hal ini lah yang kemudian berkaitan dengan ketersediaan dana. 

Perencanaan anggaran dana yang telah dibuat sejak awal juga tidak dapat memenuhi kelengkapan gedung yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan adanya perubahan standar keamanan dari pemerintah yang mengikuti standar penyakit menular. Perubahan tersebut disampaikan oleh drg. Rudhanton yang meliputi tingginya persyaratan gedung tahan gempa dan kelengkapan bangunan, seperti lift kebakaran, dan tersediannya negative room.

“Hal itu tidak terdapat pada standar RSGM yang lama karena itu dana yang dianggarkan sebelum Covid-19 itu sudah bisa untuk satu gedung sekarang menjadi berkurang karena mahalnya perlengkapan yang harus dipenuhi,” terangnya. 

Ia juga menyampaikan bahwa meskipun standar yang diberikan pemerintah meningkat, hal itu tetap harus diikuti agar mendapatkan izin operasi. 

Perihal perizinan juga sempat ditemukan kendala karena alur perizinan yang sudah berganti. Dulu, perizinan pembangunan RS bisa melalui dinas kesehatan, sedangkan sekarang melalui pelayanan umum dan untuk RS tipe b, perizinan harus dari provinsi. Dengan begitu, segala urusan berada pada tingkat provinsi, di mana hal tersebut dapat menyulitkan perizinan.

Urgensi Pembangunan

Pembangunan RSGM merupakan suatu hal yang cukup krusial bagi mahasiswa, khususnya pada kesejahteraan mahasiswa FKG yang sedang melangsungkan koas. Beberapa kali mahasiswa mengadakan diskusi publik terkait dengan kelangsungan RSGM, tetapi mahasiswa menilai bahwa pihak birokrat masih kurang transparan dan informatif terhadap kejelasan proses pembangunan itu sendiri. 

“Di media menyatakan akan dapat dana hibah dari luar negeri, sehinggga itu seharusnya dikasih tahu juga alokasi penyaluran dananya ke mana,” ungkap Adinda, Jakpus EM 2021.

Perlu adanya pengawalan secara berkala melihat urgensi dari RSGM. Hal tersebut juga dilakukan untuk kelangsungan mahasiswa FKG agar memiliki tempat koas tersendiri. Untuk saat ini mahasiswa FKG masih melakukan koas di RSUB gedung B lantai 2, padahal ketersediaan alat di RSUB juga terbatas karena fokus yang mereka miliki tidak hanya pada FKG saja, melainkan FK pula. Selain itu, dental unit yang tersedia di RSUB tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang melakukan koas. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan adanya keterlambatan kelulusan bagi mahasiswa koas.

“Jadi, yang ikut koas ke RSUB jumlahnya terbatas, enggak bisa full semuanya nyelesain koas di situ, ya. Sistemnya kayak gantian. Mahasiswa lama nyelesain dulu, nanti kalau sudah ada slot lagi baru mahasiswa baru koas bisa masuk gitu,” ungkap Rizki Riza, Kastrat BEM FKG.

Ia juga mengungkapkan bahwa yang saat ini dibutuhkan oleh teman-teman sendiri ialah selesainya pembangunan RSGM. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, bahwasanya FKG seharusnya memiliki RS Pendidikan sendiri.

Penulis : Alda Silvia Fatmawati
Editor : Laras Ciptaning Kinasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.