FENOMENA KEHADIRAN PARKIRAN BELAKANG GERBANG WATUGONG UB

0
Parkir sepeda motor yang tumbuh subur di hari-hari perkuliahan. Sumber: Alifiah Nurul

Terlihat ada sesuatu yang baru sejak kedatangan para mahasiswa baru ke Malang satu bulan belakangan ini. Ini bukan bicara tentang volume kendaraan yang semakin menumpuk di jalanan. Bukan pula jumlah pengunjung kafe yang semakin padat tiap harinya. Melainkan suasana baru di belakang gerbang Watugong Universitas Brawijaya (UB). 

Terdapat sebuah parkiran motor musiman yang menghiasi selama satu bulan belakangan ini sejak kedatangan para mahasiswa baru itu. Kemunculan adanya parkiran tersebut sering kali disebutkan karena adanya aturan bahwa mahasiswa baru dilarang untuk membawa kendaraan pribadi selama satu semester ke dalam wilayah kampus.

Saya pun beberapa kali melewati gerbang tersebut dan memang benar adanya. Tumpukan motor berjajar di belakang gerbang Watugong itu dengan beberapa tukang parkir yang sedang menjalankan tugasnya. Hingga untuk yang kesekian kalinya melewati gerbang tersebut, saya memutuskan untuk mampir sekaligus mengonfirmasi asal-usul munculnya parkiran ini. 

Asal-Usul Parkiran di Sepanjang Jalan Watugong

Saya berbicara dengan salah satu tukang parkir untuk mendengar ceritanya, Heru Cahyono. Ia dinilai sebagai sosok yang paling veteran mengenai asal-usul parkiran ini menurut tukang parkir yang lain. Dalam perbincangannya dengan saya, Heru mengonfirmasi bahwa memang benar alasan dari adanya parkiran ini didasari karena mahasiswa baru tidak diperbolehkan untuk membawa kendaraan pribadi selama satu semester. 

Uniknya, ternyata kemunculan parkiran ini sudah berdiri sejak 2017 silam. Dalam artian, memang tiap tahunnya sejak 2017 parkiran belakang gerbang Watugong akan selalu menampung motor-motor mahasiswa baru yang tidak diperbolehkan memasuki wilayah kampus. 

Lanjut bercerita, Heru menjelaskan bahwa ada latar belakang lain pula dari kemunculan parkiran ini. Heru menceritakan bahwa dulunya terdapat beberapa anak muda di sekitar Watugong yang menganggur dan berkeliling untuk mengamen setiap harinya. Heru melihat adanya lahan terbengkalai (belakang gerbang Watugong) yang saat itu terlihat kumuh karena dipenuhi dengan pecahan kaca dan sampah lainnya. Dari situ lah Heru berinisiatif untuk mengubahnya menjadi lahan parkir sekaligus menawarkan anak-anak muda tersebut untuk menjadi petugas parkir agar tidak menganggur.

Hingga sekarang terdapat 12 tukang parkir yang menjaga parkiran tersebut. Tentunya tidak 12 orang itu bekerja di waktu yang bersamaan. Melainkan shift-shift-an. Enam tukang parkir menjaga mulai dari pukul 06.00 WIB hingga 15.00 WIB. Enam tukang parkir sisanya melanjutkan hingga pukul 21.00 WIB.

Fenomena di Mata Mahasiswa Baru

Nampaknya, inisiatif Heru dan para anak muda Watugong saat itu pantas disebut sebagai penolong mahasiswa baru hingga saat ini. Mafatikhul Huda, mahasiswa Sosiologi 2022, menjadi salah satu mahasiswa baru yang merasa kurang “nyaman” dengan aturan larangan parkir tersebut, sehingga ia merasa sangat tertolong dengan adanya jasa Heru dan anak muda Watugong lainnya. 

Mafatikhul juga mengaku cukup terbantu karena ia tak perlu merogoh kocek sebesar sepuluh ribuan hanya untuk satu kali jalan dengan menggunakan ojek online. Mafatikhul tetap dapat membawa motornya ke kampus tanpa melanggar aturan yang diberikan.

“Sebenarnya pro-kontra, sih, terhadap aturan tersebut. Mungkin keterbatasan lahan parkir di UB jadi latar belakangnya, tetapi kami (mahasiswa baru, RED.) merasa kurang nyaman karena harus mengeluarkan uang (tarif parkir, RED.) yang seharusnya bisa digunakan untuk yang lain. Kami pun mengharapkan agar UB mengupayakan pembangunan lahan parkir,” pungkasnya kala diwawancarai saya saat itu.

Tarif Parkir dan Pengelolaan Penghasilan

Terkait tarif parkir, Heru menaruh di angka Rp 4.000 karena banyak sekali mahasiswa baru yang datang dari pagi hari dan baru pulang saat malam hari. Heru menilai kasihan jika para tukang parkir ini hanya mendapatkan Rp 2.000 untuk menjaga motor dari pagi hingga malam hari. Dengan Rp 4.000 per motor, Heru dan para tukang parkir lainnya mendapatkan penghasilan sebesar Rp 130.000 – Rp 150.000 per orangnya dalam satu hari.

Di balik penghasilan itu, mereka (Heru dan tukang parkir lainnya) ternyata menyisihkan sedikit penghasilannya untuk membeli sembako yang nantinya akan dibagikan ke janda-janda dan orang-orang tua di Watugong, khususnya warga RW 02. 

“Ya buat apa disimpan sendiri duitnya? Kan kita kerjanya berat gitu, ya, kenapa enggak sekalian aja ngasih aja ke orang lain yang kurang mampu? Biar kita-kitanya sehat juga gitu,” jelas Heru menceritakan alasannya memberi sembako ke warga sekitar yang kurang mampu.

Heru dan tukang parkir lainnya pun memperbolehkan mahasiswa baru untuk membayar tarif parkirnya lain waktu, alias mengutang jika memang tidak memegang uang saat itu. Apakah nanti benar-benar dibayar atau dilupakan secara sengaja maupun tidak, Heru tidak begitu mempermasalahkannya. Ikhlas katanya.

Keamanan Lokasi Parkir

Membahas seputar keamanan, Heru cukup percaya diri menjelaskan. Sebelum menyulapnya menjadi tempat parkir, Heru mengurus perizinan lahan terlebih dahulu sebelum menggunakannya pada 2017 lalu. Menurut Heru, pemilik dari tanah ini sendiri sebenarnya ialah Pemerintah Kota Malang, sehingga Heru mengajukan izin menggunakan surat perizinan kepada pihak RT, RW, kelurahan, Dinas PUPR, dan tentunya Wali Kota Malang. 

Tak ada kendala yang ditemui, hingga akhirnya saat pandemi COVID-19 pada 2020 silam, Heru sempat dibuat heran dengan kemunculan plang bertuliskan “Milik UB” di lahan tersebut yang muncul secara tiba-tiba. “Nggak tau kenapa kok tiba-tiba saat itu di-plang-in punyanya UB, tapi sudah dibantu ditebus sama RW ke pihak UB-nya. Boleh dipake katanya, asalkan yang tertib dan tidak ada motor yang hilang,” jelas Heru. Sejauh ini pun Heru dan teman-teman tukang parkirnya belum pernah mendapat teguran apa pun dari pihak UB terkait parkiran ini. Pun dengan warga sekitar, Heru belum pernah mendapatkan komplain apa pun.

Demi terjaminnya keamanan motor-motor ini, Heru bahkan melakukan kerja sama dengan pemilik warung depan gerbang Watugong, Pak Jari namanya. Seperti yang sudah tertulis di atas, bahwa parkiran tersebut hanya dijaga hingga pukul 21.00 WIB saja, sedangkan banyak dari mahasiswa baru yang bahkan menghabiskan waktunya di kampus hingga di atas pukul 21.00 WIB. 

Jika hal itu terjadi, Heru dan para tukang parkir lainnya menitipkan motor tersebut di warung milik Pak Jari. Tak hanya Pak Jari yang ia ajak kerja sama, kost-kost-an sekitaran gerbang Watugong pun terkadang menjadi singgahan motor-motor itu saat Heru dan teman-temannya sudah selesai bekerja. Alias dititipkan ke dalam parkiran kost-kost-an. 

Kembali lagi kepada mahasiswa baru yang sempat saya ajak untuk berbincang, Mafatikhul, memaparkan jawabannya yang dapat memvalidasi kepercayaan diri Heru atas keamanan parkiran tersebut. Mafatikhul mengaku merasa aman karena ia sendiri belum pernah merasakan kerugian apa pun selama parkir di situ, selain kerugian finansial.

“Selama ini belum ada kejadian yang merugikan buat saya pribadi karena tukang parkir menjaga motor kami dengan baik,” tuturnya.

Kelangsungan Tempat Parkir

Dalam akhir perbincangan, saya sempat menanyakan kepada Heru mengenai kelanjutan parkiran ini untuk ke depannya. Parkiran ini memang muncul karena kehadiran mahasiswa baru, tetapi larangan membawa kendaraan pribadi ke wilayah kampus hanya berlaku selama mereka menempuh semester satu saja. Dalam artian, saat semester dua nanti, mahasiswa baru 2022 itu sudah dapat berkontribusi untuk memenuhi tempat parkir fakultasnya masing-masing, alias sudah diperbolehkan untuk dibawa ke dalam wilayah kampus. 

Terkait hal tersebut, Heru berencana untuk tetap membuka parkiran ini walaupun nantinya mahasiswa baru tersebut akan menyandang status sebagai mahasiswa semester dua di tahun depan. Alasannya karena parkiran di dalam UB sudah penuh sesak, sehingga bagi yang tidak kebagian tempat parkir, bisa memarkirkan motornya di parkiran belakang gerbang Watugong tersebut.

“Kayak anak-anak FT dan FISIP kan lokasinya dekat sama gerbang Watugong, terus itu kan katanya parkirannya suka penuh, mungkin parkiran ini bakal tetap ada untuk nampung mahasiswa yang enggak kebagian parkir di dalam. Boleh buat maba maupun bukan maba,” cerita Heru di penghujung wawancara.

Penulis : Laras Ciptaning Kinasih

Editor : Alda Silvia Fatmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.