Ilustrasi : Senia Nefalina

Oleh : Nicolas Deny Gemelli (Anggota Magang)

Udara malam yang dingin masuk perlahan melalui celah-celah sempit ruang kecil itu. Di sudut ruangan, terdapat meja kayu kecil dengan foto seorang wanita paruh baya yang sedang tersenyum serta dua lilin putih bernyala di atasnya. Seorang gadis muda tampak duduk terdiam dengan mata terpejam di tengah ruangan. Terkadang terdengar isakan lemah dari gadis itu. Setelah beberapa menit terdiam, gadis itu membuka matanya yang tampak jelas sembab. Gadis itu pun bangkit dan menuju ke meja kayu kecil. Si gadis meniup kedua lilin putih hingga padam dan diambilnya foto wanita paruh baya itu. Lewat sorot matanya tampak kesedihan teramat dalam yang rasanya tak mungkin dapat ia hilangkan.

******

Mentari baru saja menampakkan diri, sinar hangatnya samar-samar menyusup di antara pepohonan berdaun rimbun di tepian jalan. Seorang anak perempuan kecil tampak begitu bahagia berjalan bersama ibunya. Saling bergandengan tangan, mereka menyusuri jalanan kampung yang terlihat masih sepi. Keduanya kemudian memasuki halaman sebuah rumah tua kecil di pinggir jalan. Raut gembira terlukis secara jelas di wajah si anak perempuan kecil. Ia pun bergegas berlari masuk ke rumah itu dengan disusul oleh ibunya.

Di dalam rumah tampak seorang pria tua tersenyum kepada kedua perempuan yang baru masuk itu. Ibu itu tersenyum kepada anak perempuan kecilnya, kemudian ia menghampiri dan mengulurkan tangannya kepada sang pria tua. Ketika pria tua menggenggam tangan si ibu, rumah tua itu pun lenyap secara perlahan dan anak perempuan kecil tadi mendapati dirinya berdiri seorang diri di tengah halaman yang telah kosong. Ia pun mencari ibunya dan juga pria tua tadi, namun tidak ada siapa-siapa di tempat itu. Anak perempuan kecil itu pun menangis dan berteriak terus menerus memanggil ibunya.

******

Anggun kembali terbangun dari mimpinya. Keringat membasahi tubuhnya dan napasnya pun menjadi terengah-engah. Sudah hampir satu minggu mimpi tentang rumah tua di pinggir jalan, pria tua, dan senyum ibunya terus menerus hadir di setiap malamnya. Awalnya Anggun tidak terlalu memikirkannya dan menganggapnya hanya sekadar bunga tidur belaka, namun malam ini ia mulai memikirkan arti mimpi itu. Kehadiran  sosok ibu dengan senyumnya yang telah lama tidak ia temui menjadi alasan mengapa mimpi tersebut menjadi berbeda.

Anggun memang sudah lama sekali tidak mengunjungi ibunya. Pekerjaannya sebagai seorang pengusaha sukses di kota dan dirinya yang selalu disibukkan dengan begitu banyak pekerjaan membuatnya tidak punya waktu untuk hanya sekadar menengok ibunya. Impiannya untuk menjadi seseorang yang sukses dan terkenal membuatnya tenggelam dalam pekerjaan dan hidupnya pun hanya ia fokuskan untuk pekerjaannya itu.

Malam itu, segala memori kebersamaan Anggun bersama sang ibu mulai bermunculan dalam pikirannya. Kenangan masa kecilnya yang tidak pernah lepas dari sang ibu, segala bentuk dukungan selalu ibu berikan untuk Anggun, serta segala cinta, kasih sayang, dan perhatian yang tak pernah habisnya. Satu hal pula yang tidak pernah hilang dari sosok ibu adalah senyum yang selalu ibu berikan kepada semua orang yang ia jumpai.

Anggun pun teringat akan peristiwa tiga tahun lalu dimana saat itu menjadi waktu terakhir Anggun bertemu ibunya, sebelum akhirnya ia memutuskan bekerja di kota. Senyum di wajah ibunya yang sudah mulai keriput itu pun masih teringat jelas dalam pikiran Anggun. Anggun memang selalu bertanya-tanya mengapa ibunya tidak pernah berhenti tersenyum kepada siapa pun. Namun setiap kali Anggun bertanya, ibunya hanya menjawab bahwa senyum dapat menjadi hadiah terindah yang dapat ia berikan kepada orang lain di sekelilingnya. Ibunya pun terus berpesan supaya Anggun tidak pernah lupa untuk tersenyum dan selalu membagikan senyum untuk semua orang.

Anggun menyadari bahwa pesan ibunya itu jarang sekali ia lakukan. Ia hanya tersenyum kepada orang-orang yang merupakan mitra kerjanya atau orang yang berhubungan dengan pekerjaannya. Anggun pun mulai berpikir, apakah mimpi itu sebuah pertanda untuk dirinya? Atau mimpi itu merupakan sebuah pesan dari ibunya untuk Anggun? Semua pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiran Anggun dan ia pun memutuskan untuk pergi mengunjungi ibunya setelah peristiwa perpisahan tiga tahun yang lalu itu.

******

Mentari pagi baru saja terbit dan kabut tipis pun masih menyelimuti desa. Kicauan burung terdengar dari ranting-ranting pepohonan di sepanjang jalanan desa. Anggun yang baru saja sampai di desa itu langsung memarkirkan mobil merahnya di halaman sebuah rumah tua kecil di pinggir jalan itu. Rumah itulah yang selalu muncul dalam mimpinya. Memang tidak ada yang berubah dari rumah itu setelah tiga tahun ia tinggalkan selain sarang laba-laba yang mulai tergantung di pojok-pojok atas rumah. Dilihat dari depan, rumah tua itu terasa lebih tua dan sepi saat ini.

Anggun pun masuk ke rumah tua itu dan suasana sepi menyambut kedatangannya. Tidak ada siapa-siapa yang ia temui di dalam rumah. Anggun pun memasuki sebuah ruangan kecil yang di dalamnya hanya terdapat meja kayu kecil dengan sebuah foto seorang wanita paruh baya yang sedang tersenyum dan dua lilin putih yang hampir habis. Kondisi ruangan itu masih sama seperti ketika ia meninggalkannya tiga tahun silam. Anggun tidak dapat mengelak bahwa tiga tahun bukan waktu yang singkat untuknya dapat melupakan pengalaman itu. Tanpa Anggun sadari, air mata kembali menetes dari matanya ketika memandang ruangan kecil itu.

Anggun pun segera meninggalkan ruangan dan keluar dari rumah tua itu. Ia berjalan menyusuri jalanan desa yang masih sepi dan terus berjalan hingga ia berhenti di tempat ibunya berada. Tempat dimana ibunya selama tiga tahun telah menunggu kedatangan Anggun. Ia menyapa ibunya dan berlutut mendekati pusara hitam milik ibunya tersebut. Tiga tahun sudah ia tidak mengunjungi tempat dimana ibunya disemayamkan untuk terakhir kalinya. Tiga tahun pula senyum ibunya tidak dapat ia lihat kembali. Keputusan Anggun untuk pergi ke kota dan melupakan peristiwa perpisahan itu nyatanya tidak berhasil. Sejauh apapun Anggun pergi dan sebesar apapun usahanya untuk melupakan peristiwa itu ternyata dikalahkan oleh senyum sang ibu yang membawanya kembali ke tempat itu.

Anggun pun membersihkan tempat itu dari daun-daunan kering dan rumput-rumput liar yang mulai tumbuh. Ia lalu terdiam dan mulai memejamkan mata untuk berdoa sama seperti yang ia lakukan tiga tahun yang lalu di ruang kecil itu.

******

Anggun kini mengerti arti mimpi yang selama ini hadir dalam setiap tidurnya. Ia paham bahwa mimpi itu adalah pesan dari ibunya agar ia tidak terlalu tenggelam dalam pekerjaannya dan ingat kembali akan ibunya. Mimpi itu pula yang membuat Anggun mengingat kembali segala kenangannya bersama sang ibu dan pesannya untuk terus membagikan senyum.

Anggun bersyukur karena mimpi itu, ia kembali ingat senyuman dan pesan yang selalu diberikan ibu untuk dirinya. Dalam doanya, ia selipkan sebuah ucapan terima kasih karena lewat mimpi yang ibunya berikan, ia kembali menyadari bahwa ibunya selalu ada untuknya sejauh apapun ia berusaha untuk pergi. Ia pun sadar bahwa ia harus lebih banyak tersenyum kepada orang lain sama seperti yang ibunya lakukan.

******

SELESAI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.