Ilustrator: Mila Febriyanti / Kavling10

Oleh: Agung Mahardika

Pusat kota yang seharian ramai dan jalanannya penuh sesak oleh manusia berangsur sepi. Jalan yang tadinya ditutup kini telah dibuka dan lalu lintas normal seperti biasanya. Sophia berlari menjauhi pusat kota. Sophia berlari menuju stasiun dan bertanya kepada tukang ojek, “Bapak tahu jejak saya?” Tukang ojek itu menggeleng dan menanyakan ke tukang ojek yang lain. Salah seorang tukang ojek yang lain malah balik bertanya kepada Sophia.

“Jejak apa, Mbak?”

“Saya tadi dari sana, Pak,” jawab Sophia sambil menunjuk ke sebuah arah.

Gak usah direken. Arek gendheng iku.” Kata seorang tukang ojek yang posisinya agak jauh.

“Iya, lagian ada-ada aja orang nyari jejak. Aneh.” Kata yang lainnya

“Ini pangkalan ojek, Mbak”

“Bukan rumah sakit jiwa!”

“Goblok!”

“Pergi aja sana!” Usir yang lain

Sophia meninggalkan pangkalan ojek tersebut. Dia berlari menuju pasar. Jalanan sore yang macet membuat Sophia berlari lebih hati-hati. Pengendara buru-buru yang menerobos trotoar berkali-kali membuat Sophia menepi setelah klakson melengking mengejutkan telingannya. Penjual nasi goreng yang mendorong gerobak membuat Sophia sedikit melambatkan langkah sambil menoleh ke belakang sebelum ia melewati gerobaknya.

Sophia berlari menuju pasar. Hari menjadi petang dan jalanan semakin padat. Papan iklan-papan iklan berlampu mulai menyala lampunya. Nomor-nomor sedot WC yang menempel di tiang listrik tenggelam ditelan gelap. Lampu kota yang temaram telah menyala. Lampu-lampu kendaraan mulai terlihat jelas keberadaannya. Petang hilang dan azan maghrib telah berkumandang.

Sophia masuk pasar. Dia bertanya ke sebuah warung kopi yang beratapkan terpal warna biru. Dengan kepala sedikit merunduk di bawah terpal Sophia bertanya.

“Ada jejak tercecer di sini, Pak?”

“Enggak ada, Mbak.” Jawab seseorang yang usai meletakkan cangkir kopinya.

“Sebelah saja tidak ada, Pak?”

“Mau ngopi apa tidak?” Tanya pemilik warung kopi.

“Saya mencari jejak kaki saya, Pak”

“Ya dah, pergi sana! Jangan bikin rusuh di sini! ” Usir pemilik warung kopi

“Baik, Pak.” jawab Sophia kemudian berlalu meninggalkan warung tersebut

“Dasar oang aneh!” Gumam pemilik warung setelah Sophia meninggalkan warung.

Sophia berlari meninggalkan pasar dan menuju sebuah minimarket. Perempuan dengan tubuh gemuk yang menenteng kresek putih sambil menggandeng anaknya dicegat Sophia.

“Ada apa, Mbak?”

“Ibu lihat jejak saya?” Todong Sophia.

“Apaan sih, Mbak?”

“Jejak saya, Bu.” ucap Sophia penuh pinta

Perempuan itu langsung menepikan tubuh Sophia dan masuk ke dalam mobil. Dari dalam mobil perempuan itu melempar sebuah lipatan kertas kusam berwarna abu-abu sambil berkata, “Kalau mau cari duit bilang aja. Lapar ya lapar, enggak usah sok-sokan gila dan caper. Norak!” Kertas kusam yang menyentuh Sophia dan jatuh tepat di bawahnya tak ia pungut. Perempuan itu melenggang dengan kaca mobil yang tertutup.

Malam bertambah malam. Kota mulai lengang. Para tukang ojek berangsur pulang. Beberapa warung makan sudah tutup dan angkutan kota semakin jarang ditemui. Sophia kemudian berjalan menuju persawahan untuk menguji keberadaan jejaknya. Sampai di persawahan dia langsung  ke sebuah petak sawah. Sawah tersebut tanahnya terlihat basah. Mungkin baru saja diairi oleh pemiliknya, begitu pikir Sophia. Sophia berdiri di atas pematang sawah. Dari atas pematang sawah Sophia berdiri mengambil ancang-ancang. Sophia melompat ke sawah. Tidak ada bunyi sepatu yang menyentuh tanah, tidak ada cipratan lumpur, dan tidak ada bekas sepatu di tanah yang basah itu. Sophia kemudian mencoba berjalan ke tengah dengan langkah yang ditekan. Langkahnya ditekan dan dimantap-mantapkan. Setelah berjalan beberapa langkah Sophia menoleh ke belakang. Tidak ada perubahan pada permukaan tanah basah tersebut. Tetap seperti semula. Tidak ada bekas sepatu Sophia. Sophia meloncat-loncat di atas tanah basah tersebut. Dan masih tetap sama. Tidak ada perubahan.

Sophia berjalan kembali menuju pematang. Dia melepas kedua sepatunya. Kini dia turun dengan pelan-pelan ke sawah; dia takut ada duri, beling, atau keong yang menganga ke atas. Setelah turun Sophia berjalan menuju tengah dengan perlahan. Langkahnya juga ditekan dalam-dalam. Sophia terus berjalan hingga akhirnya dia sampai di tengah sawah. Dia menoleh ke belakang untuk melihat bekas langkahnya yang ditekan-tekan tadi. Tidak ada bekas sama sekali. Tanah masih sepeti semula, seperti tak disentuh apa pun. Di tengah sawah itu Sophia mengangkat salah satu kaki. Meloncat-loncat bergantian kaki sebagai tumpuannya. Berjalan seperti sedang bermain engklek. Kemudian dengan posisi seperti bermain engklek Sophia berputar-putar di tengah sawah. Sophia membuka jangkahnya ke depan dan ke belakang bergantian kaki sambil ditekan sepenuh tenaga. Kemudian dia mencoba kuda-kuda dengan mata tertutup dan menahan napasnya dalam-dalam sambil dikerahkan seluruh tenaganya ke kedua tumit. Tapi masih sama. Tetap saja tidak ada bekas kakinya berpijak.

Sophia berjalan kembali menuju pematang. Dia berjalan dengan bertumpu pada kedua tumitnya. Dia berjalan dengan menunduk sambil menekan-nekan langkah di kedua tumitnya. Berkali-lali dia hampir terjatuh karena kesulitan menjaga keseimbangan tubuhnya. Sophia sampai di tepi dan naik ke atas pematang. Dilihatnya dari atas pematang sawah ke tanah basah tempat dia berjalan dengan menekan-nekan kedua tumit. Tidak terlihat ada bekas sama sekali. Kemudian Sophia berjalan menuju parit. Dengan kaki terjuntai dan diayun-ayunkan dia membasahi kedua kakinya. Diangkatnya kaki itu dan menuju ke pematang yang tanahnya kering pecah-pecah. Dia berdiri diam beberapa detik dengan kedua kaki yang hampir bersentuhan. Setelah beberapa menit diam, dia mengangkat kedua kakinya dan mundur ke belakang. Di bawah cahaya bulan musim kemarau yang langitnya tak tertutup awan secuil pun itu tak terlihat bekas kakinya yang basah oleh air dari parit tadi. Dia mundur lagi ke belakang, tidak ada bekas kakinya berpijak. Dia berpindah berkali-lali dan tetap tidak ada bekas di tempat kakinya berpijak. Dia terus berpindah dari mundur ke depan ke samping tiba-tiba loncat tak tentu arah dan tetap tidak ada bekas kakinya hingga kakinya kering.

Dalam tubuh dipenuhi keringat Sophia duduk termenung dengan kaki terjuntai dan diayun-ayunkan menggesek aliran air di parit hingga timbul percikan-percikan air yang membasahi tungkai bawahnya. Langit semakin ramai oleh bintang-bintang yang bertambah banyak muncul berpadu dengan layang-layang berlampu aneka warna. Bulan tetap tenang dan tak lupa bergeser perlahan ke barat. Jangkring dan kodok meracau bersahutan tak jelas.

***

Seharian dan semalaman seluruh penjuru negeri ramai berita orang demonstrasi menolak Undang-undang Cipta Kerja; kerusuhan di ratusan pusat kota; perusakan halte, gedung-gedung pemerintah; pembakaran mobil-mobil aparat; penculikan para aktivis; serta represi kepada para jurnalis dan juru medis.

Jumat pagi ada sebuah kabar menggemparkan. Tv, radio, internet dan media sosial digemparkan oleh sebuah kabar ditemukan mayat seorang perempuan telanjang di atas pematang sawah. Tidak ada darah atau pun luka memar di tubuhnya. Tubuhnya telanjang bulat. Tidak ada baju atau celana yang menutup tubuh itu. Hanya ada sebuah kain putih terikat di kepalanya dengan tulisan:#SFFP

Siang harinya, di tv, radio, internet, dan media sosial makin sesak dengan kabar ditemukannya mayat perempuan telanjang di pematang sawah. Hari-hari berikutnya masih sama saja. Tiga hari setelahnya, tv, radio, internet, dan media sosial dijubeli kisah kehilangan yang begitu menyedihkan oleh keluarga, tetangga, sahabat, teman kuliah, teman serikat, dan sanak si mayat perempuan telanjang di pematang sawah yang kemudian dikenal dengan nama: Sophia.

Berminggu-minggu, dan berbulan-bulan kabar itu masih selalu menjadi sajian utama di tv, radio, internet dan media sosial. Selama itu juga, selama berbulan-bulan, media sosial, pamflet-pamflet di pinggir jalan, selebaran-selebaran di jalan, vandal di tembok-tembok strategis dipenuhi oleh tagar #SayFuckForParliament.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.