Cerita dari Kongres Mahasiswa 2020 (Bagian 1)
MALANG-KAV.10 Saya berkesempatan menghadiri Kongres Mahasiswa (KM) pada Jumat, 26 Januari 2020 di Gedung Widyaloka Lantai 3. Kesempatan ini cukup berharga lantaran ini merupakan kali pertama saya dapat hadir di KM sejak awal saya berkuliah. Sesuai dengan undangan yang disebar, KM dijadwalkan mulai pada pukul 07.30 WIB.
Waktu menunjukkan pukul 08.17 WIB dan KM belum juga dimulai. Tiga presidium sementara terlihat masih sibuk menjaga meja presensi kehadiran. Saya dan rekan saya, Abdi Rafi Akmal kemudian bergegas menuju meja presensi. Dari daftar kehadiran, memang belum banyak yang hadir.
“Sebentar lagi mulai kok,” ujar salah satu presidium.
Dugaan saya ternyata benar, KM terpaksa ditunda sementara karena belum memenuhi kuorum sebanyak 19 peserta tetap. Jumlah peserta tetap KM berjumlah 36 orang dengan rincian 13 anggota DPM UB, 17 orang perwakilan dari setiap fakultas termasuk Vokasi dan UB Kediri, 5 orang perwakilan dari setiap paguyuban Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan 1 orang perwakilan Dewan Pers Kampus (DPK). Mahasiswa umum yang ingin hadir berstatus sebagai peserta peninjau.
Dari jumlah tersebut, peserta yang hadir sebanyak 21 orang, itupun empat diantaranya merupakan peserta peninjau. Jumlah peserta tetap yang hadir hanya 17 orang dan seharusnya sidang tidak dapat dilaksanakan. Namun, pada pukul 08.44 WIB presidium memutuskan untuk membuka sidang terlebih dahulu meskipun didapati cacat administrasi dan menciderai AD/ART LKM itu sendiri.
Kongres Mahasiswa Universitas Brawijaya 2020 dipimpin oleh Presidium 1 Sementara Ariq Dhamas Salsabil (FISIP 2017), Presidium 2 Sementara Muhammad Maulana Nasution (FP 2017), dan Presidium 3 Sementara Hasna Khairunnisa (FK 2017).
Sesaat sebelum Presidum 1 membacakan agenda sidang, salah seorang peserta bertanya mengenai kuorum. Presidium memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang karena tidak ada informasi lain mengenai kehadiran peserta tetap, sehingga KM dapat dimulai.
“Saya sendiri yang menghubungi delegasi, insyaallah semua surat juga sudah disebarkan. Tapi tidak ada informasi soal kedatangan mereka,” jelas Presidium 1 kepada forum.
Kuorum sebenarnya baru tercapai selang beberapa menit kemudian atau pada pukul 08.52 WIB, tepat sebelum pembacaan Tata Tertib Sidang Umum KM. Dari pintu masuk, datang dua peserta tetap dan beberapa peserta peninjau.
Tata Tertib dibacakan secara bab per bab sesuai dengan order dari peserta sidang. Pembacaan dan pengesahan Tata Tertib berlangsung cukup cepat dan ‘khidmat’. Sekitar pukul 09.00 WIB, Presidium telah menandatangani pengesahan Tata Tertib.
Tidak ada perubahan fundamental dari Tata Tertib tersebut. Salah seorang peserta hanya meminta mengganti kop surat dengan logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Setelah penjelasan tentang Tata Tertib, ada salah satu peserta menanyakan perihal hak bicara dari peserta peninjau. Disebutkan dalam Tata Tertib Sidang Umum bahwa peserta peninjau hanya memiliki hak bicara tanpa hak suara. Peserta tersebut menanyakan apakah point of order dapat disampakan oleh peserta peninjau atau tidak.
“Question, apakah Point Of Order hanya bisa dilakukan oleh peserta tetap saja?” tanya salah satu peserta peninjau.
Presidium 2 menjelaskan bahwa point of order adalah hak suara, sehingga peserta peninjau tidak dapat memberikan point of order. Penjelasan ini memicu gema ketidaksepakatan dari peserta forum lainnya. Perdebatan pun tak terelakkan antara peserta forum dengan Presidium 2.
Peserta yang tidak sepakat membandingkan perbedaan definisi hak bicara dan hak suara di fakultas masing-masing. Jawaban dari Presidium 2 belum dapat diterima oleh peserta forum. Hingga akhirnya, Presidium 2 mengembalikan kesepakatan pada forum dan disepakati kemudian bahwa point of order adalah hak bicara.
Sidang kembali dilanjutkan dengan memasuki agenda pemilihan Presidium Tetap atau Ketua Kongres Mahasiswa yang baru. Presidium menawarkan kepada forum mengenai mekanisme pemilihan. Salah seorang peserta memberi point of order mekanisme pemilihan ketiga presidium dilakukan dengan sejumlah tahapan, mulai dari mencalonkan diri, dicalonkan, pernyataan kesediaan, sesi tanya jawab dengan calon, musyawarah mufakat, lobbying, dan voting.
Order tersebut juga memberikan penjelasan bahwa tahap kedua dan ketiga—dicalonkan dan pernyataan kesediaan—dapat dilewati apabila telah ada calon dari tahap pertama.
Sebelum disepakati, para peserta bersama-sama mengoreksi dan mempertanyakan kejelasan order. Sahut menyahut antara pemberi order dan peserta yang belum sepakat berlangsung selama beberapa saat. Meski begitu, tidak banyak perubahan dari order awal dengan kesepakatan yang dicapai, selain masalah pembatasan waktu di tahap satu hingga empat.
Pada akhirnya, mekanisme pemilihan Presidium Tetap yang kemudian disepakati oleh forum harus melalui beberapa tahap, yaitu mencalonkan diri, dicalonkan, pernyataan kesediaan, sesi tanya jawab, dan musyawarah mufakat.
Penulis: Faisal Amrul, Abdi Rafi Akmal
Editor: Ima Dini Shafira