KALENG HARAPAN
“ semoga perang ini cepat berakhir “ satu kalimat yang kuucapkan dalam hati dan kutulis di atas secarik kertas yang tak seputih biasanya, kulipat dan kumasukkan ke dalam kaleng harapanku. Sudah lelah rasanya hidup di hantui rasa takut akan bom-bom dan tembakan-tembakan yang diluncurkan oleh para tentara Israel. Di kelilingi oleh mayat-mayat saudara perjuangan sudah menjadi makanan sehari-hari, tiada hari tanpa sholat jenazah. Sudah kering rasanya air mata ini untuk mengungkapkan kesedihan yang mendalam.
Rasa sakit sebab tembakan dan bom sudah tak terasa lagi, rasanya lebih pedih hati ini karena harus melihat kota yang indah menjadi butiran-butiran debu. Toko-toko yang dulunya selalu menyebarkan aroma sedap kini tak tercium lagi, yang ada hanyalah aroma darah orang-orang tak berdosa. Gedung-gedung pencakar langit kini telah setara dengan pijakan kaki. Semua telah hilang, tak ada kehidupan seindah dulu di negeri ku tercinta, Palestina. Tumbuhan pun seakan enggan untuk tumbuh kembali.
Masyarakat yang dulu menghuni negeri ini, kini hanya tinggal segelintir orang yang masih bisa bertahan hidup. Mereka adalah orang-orang yang tak pernah menyerah untuk memperjuangkan kemerdekaan seperti dahulu kembali, orang-orang yang mempertaruhkan nyawa untuk agama dan negaranya, orang-orang yang tak pernah putus harapan akan kemenangan, orang-orang yang selalu percaya bahwa Allah selalu ada di pihak mereka, orang-orang yang yakin akan kemenangan dan kebahagian yang akan mereka dapat melebihi dahulu sebelum pertumpahan darah ini terjadi.
Dan aku hanyalah salah satu dari mereka yang jumlahnya setiap hari mulai berkurang. Tidak ada rasa menyerah dalam diri mereka walaupun jumlah orang yang tersisa sudah tak memungkinkan untuk melawan para tentara-tentara Israel yang memiliki senjata lebih canggih dari warga Palestina. Sorot mata mereka tidak pernah menunjukkan ketakutan akan kematian. Yang terlihat hanyalah sorot mata yang membara, seakan ingin menumpahkan seluruh amarah yang menggumpal di dalam dada.
Jujur saja, aku sangat merindukan kehidupan kampus yang di penuhi canda dan tawa teman-temanku. Tapi dengan sekejab mata semuanya menghilang dan tergantikan oleh suara jeritan dan tangis dimana-mana. Satu persatu teman dan keluargaku lenyap. Kini hanya tinggal aku sendiri yang tersisa. Ayahku gugur dalam perjuangannya membela agamanya, ibuku tertembak oleh tentara yang tak memiliki hati itu, dan adikku telah berpulang setelah menjalani operasi untuk mengamputasi kakinya yang hancur.
Mereka telah berpulang ke tempat yang lebih pantas di sisi Allah. Aku percaya mereka telah tersenyum bahagia di surga dan menanti kehadiranku. Kini hanya ada aku dan kaleng harapanku yang selalu aku bawa kemana-mana. Aku sangat mencintai agama dan negriku, aku tak pernah ingin beranjak pergi untuk mengungsi ke negara lain. Aku akan tetap berdiri di sini untuk melawan para pejahat itu sampai titik darah terakhirku.
Hari mulai petang, sebagian saudaraku beristirahat dan sebagian lagi berjaga di luar. Malam ini adalah bagianku untuk berjaga. Akupun beranjak dari tempat dudukku. Ku gantungkan kaleng di bagian pinggir celanaku. Akan aku bawa kemanapun aku pergi, karena di situlah aku menulis semua harapan ku.
“aku rindu keluargaku” kutulis harapanku yang kesekian kalinya saat waktu senggangku. Aku sangat merindukan ayah, ibu, dan saudaraku.satu hal yang aku sesalkan, aku tak memiliki selembar pun foto mereka. Sejenak aku tertunduk dan merenung. Tak terasa air mata mengalir.
BBOOOMMM……….
“Lari,,,, ada bom” segerombolan orang berlari dan meneriakiku. Aku pun berdiri hendak melangkahkan kaki. Setelah beberapa langkah aku baru teringat bahwa aku meninggalkan kaleng harapanku. Lalu aku kembali untuk mengambilnya, butuh beberapa saat untuk menemukannya karena gedung-gedung yang runtuh menutupi kaleng harapanku. roksa
“itu dia” tanganku mencoba menggapai kaleng harapanku yang tertimbun runtuhan bangunan,
BRRUUKKKK………..
Tapi tiba-tiba kepalaku terasa sakit, mataku mulai berkunang-kunang, aku mencoba melihat apa yang baru saja jatuh ke kepala dan badanku. Akupun tak dapat menggerakkan badanku.
“awas,, gedungnya runtuh” ku dengar seseorang berteriak.
BRRUUKKKK………..
Semuanya gelap.
Cerpen Oleh: Erika Rusdiansari