KRITISI RKUHP, AMARAH BRAWIJAYA LAKUKAN AKSI TEATRIKAL


MALANG-KAV.10 Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya mengadakan aksi teatrikal untuk mengkritisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Rabu (6/7), dengan beberapa mahasiswa yang menggunakan topeng wajah pejabat negara. Aksi teatrikal tersebut menjadi upaya pemberian kritik terhadap kinerja pemerintah, khususnya DPR yang seharusnya lebih mampu mewakili suara masyarakat.
“Bagi kami, kritik terhadap pejabat publik itu tidak bersifat personal. Artinya, kami mengkritik berdasarkan tolak ukur yang jelas, yakni kinerja mereka sebagai bagian dari pemerintah dan para Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya mewakili suara kami (rakyat, RED.) dalam setiap pembentukan undang-undang,” ujar Koordinator Lapangan aksi Amarah Brawijaya, M. Nizar Rizaldi.
Aksi teatrikal tersebut merupakan rangkaian dari aksi simbolik yang ditujukan untuk memantik atensi publik, khususnya mahasiswa di Malang, juga sebagai wujud pernyataan sikap dari mahasiswa Universitas Brawijaya. Selain aksi teatrikal, pembagian pamflet berisi edukasi terkait pengkritisan RKUHP juga dibagikan kepada masyarakat.
Sementara itu melalui instagram akun @amarahbrawijaya pada Selasa (5/7), juga terdapat postingan dengan wajah presiden RI dengan kostum badut. Nizar menjelaskan hal ini dimaksudkan untuk mengetes bagaimana respon pemerintah terhadap kritikan atas kebobrokan struktural pemerintah.
Aksi simbolik ini diikuti setidaknya oleh 40 partisipan mahasiswa Universitas Brawijaya, yang terdiri dari BEM FISIP, BEM FP, BEM FH, EM UB, FTP, dan FPIK, dengan menggunakan pakaian serba hitam dan spanduk yang membentang di depan gedung DPRD Kota Malang.
Menurut press release yang juga disampaikan di penghujung aksi, terdapat 14 pasal yang dinilai karet dan kontroversial. Amarah Brawijaya menolak pasal-pasal yang terdapat pada draf RKUHP tahun 2019 tersebut.
“Kami menolak (RKUHP, RED.). Karena dasar kajian kami bersandar pada draf RKUHP pada tahun 2019, yang rencananya bulan Juli ini disahkan, tapi belum melakukan revisi. Jadi untuk menanggulangi penolakan kami, seharusnya pemerintah dan DPR melakukan koreksi lebih lanjut terkait penyusunan RKUHP itu sendiri,” lanjut Nizar.
Dalam aksi simbolik tersebut, melalui press release, Amarah Brawijaya mengajak kepada seluruh elemen masyarakat Pro-HAM dan demokrasi untuk bersolidaritas dalam mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan transparansi terhadap draf RKUHP dengan membawa dua tuntutan:
2. Mendesak Pemerintah bersama DPR Untuk Mendengarkan, Mempertimbangkan, dan Memberikan Respon Terhadap Aspirasi Yang Dinyatakan Oleh Masyarakat.
Pun pada Kamis (7/7) lalu, Amarah Brawijaya juga hendak melakukan diskusi publik dan konsolidasi untuk merencanakan aksi lanjutan yang lebih luas dengan mahasiswa di universitas lain.
Sebelum aksi ini dilakukan, pihak Amarah Brawijaya telah melakukan diskusi dengan para dosen UB terkait minimnya partisipasi publik terkait RKUHP tersebut. Nizar tidak menemukan adanya konsultasi terhadap akademisi melalui seminar di kampus-kampus maupun sosialisasi kepada publik.
Meski sempat menimbulkan pro dan kontra dan minim partisipasi, aksi simbolik kali ini juga ditujukan untuk memantik kembali iklim pergerakan mahasiswa di Malang yang sempat menurun.
“Mungkin kalau untuk aksi hari ini, dibanding aksi-aksi sebelumnya massanya nggak seberapa banyak. Tapi menurutku ini cukup karena tujuan kita di sini untuk memantik dulu. Karena kalau kita lihat-lihat, iklim pergerakan sekarang udah mulai menurun jadi tujuan kita hari ini masih aksi simbolik. Tujuan kita (melakukan aksi simbolik ini, RED.) untuk memantik mahasiswa-mahasiswa lain di Malang,” terang Jihan, mahasiswa FH UB sekaligus salah satu partisipan aksi simbolik Amarah Brawijaya.
Selanjutnya, jika aksi kali ini tidak didengarkan pemerintah, Nizar beserta partisipan Amarah Brawijaya akan menuntut keras kepada pemerintah. Dan bagaimanapun kebijakan pemerintah selanjutnya, mereka akan tetap mengawal dan memantau implementasi daripada RKUHP tersebut.
“Kalau tidak didengar (oleh pemerintah, RED.), ya opsi dari kami, kami akan menuntut secara keras apapun hal yang harus dilakukan. Kemudian, ketika hal itu juga tidak berhasil, maka kami akan memantau implementasinya (RKUHP, RED.). Karena dari implementasi tersebut kita bisa tau substansi riil dari hukum itu yang diterapkan di masyarakat. Itu gimana nanti hakim menafsirkan ketika ada kasus yurisprudensinya bagaimana, itu harus tetap dikawal oleh teman-teman gerakan kami. Kalau didengar, kami juga akan mengawal implementasinya. Karena dalam kitab undang-undang, bahasa itu rawan dipermainkan,” pungkasnya.
Penulis: Adila Amanda
Kontributor: Salsabila Jasmine P.
Editor: Alifiah Nurul Izzah