Tiupan Peluit dan Penutupan Mata Warnai Aksi “Mosi Tidak Percaya”


MALANG-KAV.10 Ratusan massa gabungan yang tergabung dalam Front Rakyat Menolak Oligarki menggelar aksi bertajuk “Mosi Tidak Percaya” di depan Kantor DPRD Kota Malang, Senin (23/9). Dalam aksi tersebut, massa diminta untuk menutup mata dan meniup peluit selama beberapa saat sebelum melakukan konferensi pers.
“Simbol mata tertutup itu simbol dari negara yang cenderung abai terhadap rakyatnya. Sedangkan simbol peluit itu sebagai simbol tanda bahaya terancamnya demokrasi kita dari oligarki dan elit partai politik,” ujar Sofyan selaku Humas Aksi.
Riuh desing tiupan puluhan peluit dan aksi menutup mata menjadi pembuka dari rentetan orasi terkait tuntutan aksi yang beragam. Mulai dari polemik sejumlah perundangan yang sedang dibahas dan yang telah disahkan, fenomena kebakaran hutan dan lahan, kriminalisasi aktivis pembela HAM dan demokrasi Papua, hingga kenaikan BPJS.
“Tuntutannya itu tidak hanya berbicara tentang masalah yang tunggal, tetapi kompleks,” ujar Koordinator Aksi Reni Eka Mardiana.
Di dalam press release aksi, terdapat lima poin tuntutan yang disampaikan ketika konferensi pers. Sejumlah perwakilan organisasi yang tergabung dalam Front Masyarakat Menolak oligarki secara bergiliran, menyampaikan tuntutan tersebut kepada pihak-pihak yang dinilai bertanggungjawab:
- Kepada DPR RI untuk segera mencabut draft RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Permasyarakatan, dan mengesahkan RUU Penghapusan kekerasan seksual, RUU Perlindungan Pekerja rumah Tangga, RUU Masyarakat adat;
- Kepada Presiden untuk segera mengeluarkan Perppu Pencabutan UU KPK, dan UU Sumber Daya Air;
- Kepada Presiden Untuk segera menghentikan ijin korporasi pembajar hutan;
- Kepada kepolisian RI untuk secepatnya membebaskandan menghentikan kriminalisasi aktivis pembela HAM, Advokat, aktivis Papua, intimidasi terhadap masyarakat sipil Papua, dan serta tarik militer dan hentikan operasi keamanan terhadap warga sipil;
- Kepada pemerintah untuk segera mengubah pelayanan kesehatan melalui BPJS dengan skema pembiayaan yang ditanggung sepenuhnya oleh Negara dan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat.
Reni menjelaskan aksi tersebut tidak dimaksudkan untuk bertemu dengan anggota DPRD Kota Malang, melainkan untuk menyemangati mahasiswa yang terlebh dahulu melakukan aksi di Jakarta.
Ia berharap, “Konferensi pers dan aksi dengan massa sebanyak ini bisa membawa semangat sampai ke teman-teman yang ada di Jakarta agar tidak kendor untuk terus menyuarakan pendapatny”, harapnya.
Sepanjang aksi berlangsung, pekikan “demokrasi oligarki, reformasi dikorupsi” berulang kali diteriakkan massa aksi secara serentak yang dipandu oleh orator.
Selain itu, pagar gedung DPRD Kota Malang tidak luput dari sasaran pembentangan sejumlah spanduk yang berisi berbagai tulisan, seperti “Hancurkan Oligarki, Reformasi Butuh Revolusi”, “Bangun Politik Alternatif”, hingga “Gedung Ini Jadi Warung Pecel”.
Aksi yang dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 13.00 WIB ini berlangsung dengan tertib.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Abdi Rafi Akmal