Layanan Konseling UB Masih Minim Konselor

0
Kepala Bidang Konseling UB, Ari Pratiwi, S.Psi., M.Psi., Psikolog. Foto: Vio

MALANG-KAV.10 Layanan Konseling UB masih terkendala dalam menjalankan tugasnya karena jumlah konselor yang masih minim. Tercatat, hanya ada empat konselor yang tersedia saat ini. Hal itu dikarenakan tidak semua dosen psikologi merupakan psikolog.

“Di kami (Jurusan Psikologi, red) dosennya aja hanya 30, tapi tidak semuanya psikolog. Kami juga punya Badan Konseling Mahasiswa di FISIP, jadi tugasnya dibagi,” ujar Ari Pratiwi selaku Kepala Bidang Konseling UB ketika ditemui di Ruang Jurusan Psikologi, Kamis (10/10).

Minimnya jumlah konselor, membuat mahasiswa harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan layanan konseling. “Daftar tunggunya itu satu bulan, jadi misal kamu daftar hari ini baru dapatnya (dapat konselor, red) bulan depan. Kami dalam satu bulan itu hanya bisa melayani sekitar 30 orang saja,” lanjutnya.

Menurut Ari, konseling tidak seperti pemeriksaan dari dokter yang hanya dilakukan selama beberapa menit saja. Setiap konselor setidaknya harus mengalokasikan waktu 60-90 menit untuk memberikan konseling kepada mahasiswa.

Meski begitu, Layanan Konseling UB dapat melayani mahasiswa secara online ataupun offline dengan mendaftar terlebih dahulu di situs konseling.ub.ac.id. Ia menjelaskan, mahasiswa hanya perlu memberikan masalahnya secara umum saja apabila ingin bertemu langsung. Sebaliknya jika online, mahasiswa harus menjelaskan masalahnya secara detail.

Peer Counselling bagi Mahasiswa

Pendiri Ruang Teras Yuslinda Puji Lestari membenarkan Layanan Konseling UB kurang efektif. Ia pun mengaku beberapa mahasiswa yang pernah konseling di Ruang Teras merasa proses konseling cukup lama, misalnya menentukan tanggal pertemuan dengan konselor.

Mahasiswi Jurusan Psikologi 2017 tersebut, kemudian berinisiatif mendirikan platform Ruang Teras yang bersifat peer conseling (konseling sebaya) dengan  rentang usia 17-25 tahun pada Februari 2019 lalu. Usia itu dianggap sebagai rentang usia mahasiswa.

“Awal mulanya, Ruang Teras berdiri karena Layanan Konseling UB memiliki psikolog atau konselor dengan rentang umur yang cukup jauh dengan mahasiswa. Sehingga, menimbulkan gap yang membuat mahasiswa menganggap konselor sebagai dosen,” ungkap Linda.

Linda juga menjelaskan bahwa Ruang Teras memberikan beberapa layanan, seperti konseling sebaya, publikasi konten mengenai kesehatan mental di media sosial mereka, serta sharing session kesehatan mental. Ruang Teras mengakomodasi layanan secara online dan offline. Selain itu, Ruang Teras juga dapat memberikan akses kepada mahasiswa yang perlu konseling lebih lanjut kepada psikolog.

Kepala Bidang Konseling UB Ari Pratiwi mengapresiasi inisiatif mahasiswa mendirikan Ruang Teras sebagai peer counselling. Ia mengatakan akan mendukung kegiatan platform tersebut, seperti mengadakan kerja sama. Ia juga menuturkan bahwa mahasiswa belum boleh melakuan diganosis.

“Bagaimapun juga yang profesional itu kami, kalo ini kan mahasiswa memang tingkatannya lebih kepada curhat. Jadi kalau tidak bisa menangani harus diarahkan ke profesional,” pungkasnya.

Penulis: Savira Alvionita, Abdi Rafi Akmal
Kontributor: Tiara Bakhtiar, Athalia Agave Arneta Manutuhu
Editor: Aprillia Tri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.