Dahului UU PK2MU, Kepanitiaan Raja Brawijaya Tetap Sah

0
Mahasiswa baru Fakultas Ilmu Komputer sedang berbaris mengikuti pembukaan PK2MABA 2018. Foto: Debbie

MALANG-KAV.10 Legalitas kepanitiaan RAJA Brawijaya tengah menjadi polemik di antara Eksekutif Mahasiswa (EM) UB dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UB. Permasalahan dipicu akibat pelaksanaan seleksi Ketua Pelaksana (Kapel) RAJA Brawijaya yang mendahului pengesahan Undang-Undang Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Universitas (UU PK2MU) terbaru. Menurut Menteri Koordinator Kepemudaan EM UB Hafidz Assad kepanitiaan RAJA Brawijaya tetap sah dan sesuai konstitusi, sehingga akan berjalan seperti biasanya.

“Pada dasarnya kita masih menggunakan UU PK2MU tahun 2018. Dan di UU tersebut juga tidak disebutkan kadaluwarsa sampai kapan,” ungkap Hafidz.

“Permasalahannya kita tidak bisa menunggu terlalu lama, ini sebuah acara besar dengan segala polemiknya. Kita tidak bisa mensejajarkan keterlambatan timeline dari DPM, karena persiapannya [acara] akan sangat terganggu,” lanjutnya.

Terkait keabsahan penggunaan UU PK2MU tahun lalu, Ketua DPM UB Muhammad Farhan Azis menjelaskan bahwa hal tersebut memang diperbolehkan. Secara hukum, sebuah UU akan terus berlaku sampai ada amandemen terbaru.

“Kalau misal dibilang tidak masalah, ya tidak masalah [penggunaan UU tahun lalu]. Tapi kan skenarionya DPM memang berencana merevisi UU tersebut dan dalam pelaksanaannya EM melanggar UU yang baru kita sahkan,” imbuhnya.

Meski begitu, ia tetap mempermasalahkan proses penyeleksian Kapel RAJA Brawijaya tanpa ada kedudukan hukum (legal standing) yang jelas. Menurutnya, EM sudah diperingatkan bahwa ketika itu belum ada UU PK2MU dan Surat Keputusan Rektor.

“Mereka berdalih pelaksanaannya memakai UU tahun kemarin. Jawabannya memang benar, tapi defensif. Ibaratnya, mencari-cari alasan supaya tidak disalahkan,” ujar Farhan.

Baca Juga: Seleksi Kapel RAJA Brawijaya Tanpa Pengawasan DPM

Namun bagi Wakil Menteri PSDM EM UB Mohammad Ihza Fahirdan, amandemen UU tidak berpengaruh terhadap proses seleksi Kapel RAJA Brawijaya. “Kalau masalah UU, dari tahun ke tahun intinya itu sama. Tahun kemarin juga seperti itu prosesnya,” lanjutnya

Ketua Komisi II DPM UB Restu Wahana menjelaskan bahwa secara hierarki, UU PK2MU harus menunggu Surat Keputusan (SK) Rektor terlebih dahulu. Apabila dua konstitusi tersebut sudah ada, baru bisa dilaksanakan penyeleksian Kapel RAJA Brawijaya. Hanya saja, setiap tahunnya SK Rektor seringkali terlambat sehingga harus ada UU yang lebih dulu disahkan.

“Berdasarkan tahun-tahun kemarin [SK] memang selalu terlambat. Akhirnya harus ada UU yang memback-up. Tapi yang di tahun ini, SK nya belum ada, UU nya belum ada, panitianya malah sudah ada,” jelasnya.

Pengesahan UU PK2MU Terlalu Lama

Hafidz menyayangkan pengesahan UU yang begitu lama. Menurutnya, keterlambatan ini bisa jadi karena polemik di internal DPM UB itu sendiri. Ia tidak heran jika hal tersebut diakibatkan oleh permainan politis yang sungguh kuat di dalam DPM UB.

“Kan DPM mainnya fraksi-fraksi. Itu yang mungkin menghambat gerak mereka. [Keterlambatan] ini akan menjadi tanggapan yang sensitif bagi publik,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Restu menjelaskan pengesahan UU PK2MU harus melalui sejumlah tahapan. Tahapan dimulai dari Jaring Aspirasi, Rapat Dengar Pendapat Tertutup, Rapat Dengar Pendapat Terbuka, baru kemudian menyelenggarakan Sidang Pleno untuk mengesahkan UU tersebut.

“Dalam proses pengesahan UU, tahapannya itu banyak. Tahapan-tahapan ini yang tidak pernah dipakai di tahun-tahun sebelumnya. Jadi memang dari komisi II ingin lebih taat aturan, atau setidaknya ada prosedur yang lebih jelas mengenai mekanisme pembentukan UU,” ungkap Restu.

Farhan menuturkan proses tersebut memakan waktu hingga satu bulan lebih. “Sebenarnya UU PK2MU sudah dirancang sejak 20 Maret, kemudian baru bisa digolkan pada 30 April lalu,” kata Ketua DPM UB tersebut.

Sedangkan bagi Hafidz, perancangan UU yang terlalu mepet memicu polemik yang ada sekarang ini. Ia mengkritisi DPM UB yang tidak mempersiapkan pembahasan sejak jauh hari. “DPM harusnya punya banyak waktu kan. Seharusnya sejak awal menjabat, DPM sudah punya kalendernya sendiri. Jadi tahu kalau tanggal segini ada RAJA Brawijaya. Kita dari awal juga sudah memberikan matriks program kerja EM, tapi kenapa kok dibahasnya mendekati waktu pelaksanaan,” kritiknya.

Penulis: Abdi Rafi Akmal
Editor: Debbie Julia Gibson

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.