Insan Pers Menolak Represi
MALANG-KAV.10 Memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional (3/5), AJI (Aliansi Jurnalis Independen), PFI (Pewarta Foto Indonesia), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) dan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) menggelar aksi refleksi 20 tahun reformasi terhadap kebebasan berpendapat di Alun-alun Kota Malang. Aksi kembali membawa pesan mengecam represi terhadap jurnalis melalui orasi dan pembacaan puisi.
Menurut Ketua AJI Malang Hari Istiawan, represi terhadap media kerap terjadi meski telah memasuki 20 tahun pasca reformasi. “Nah ini tren yang memang terjadi belakangan ini. Jadi kekerasan, represi terhadap jurnalis maupun pers kampus itu masih kerap terjadi selama 10 tahun ini. Jadi tidak ada perkembangan yang baik,” ujarnya.
Hari juga mengungkapkan bahwa masih banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis, ada sekitar 8 kasus yang hingga kini belum dituntaskan. “Jadi mandeg, tidak ada perkembangan yang berarti bagi penuntasan kasus-kasus itu. Kita tetap menolak impunitas dan menuntut kepada aparat penegak hukum untuk mengurus dan mengusut penyelesaian kasus-kasus itu,” tambahnya.
Mengusung tuntutan-tuntutan atau pengecaman kekerasan terhadap jurnalis, Hayu Yuda Prabowo dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) menambahkan bahwa aksi ini sebenarnya bermaksud mendekatkan jurnalis kepada masyarakat. “Dalam kegiatan aksi World Press Freedom Day ini kita juga bisa mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat atau stakeholder, kita (jurnalis, red) adalah profesi yang dilindungi undang-undang, sehingga tidak perlu adanya intimidasi,” ujar Hayu.
Hayu juga menyampaikan harapannya agar musuh bersama dari kebebasan pers bisa kita lawan sehingga pers bisa lebih merdeka dan sejahtera. Ini sesuai keterangan dari Hari bahwa indeks kebebasan pers Indonesia pada tahun 2017 ke 2018 dalam keadaan stagnan, yakni pada posisi 124 dari 180 negara. (jef/agn/ain)