AMARAH BRAWIJAYA: UB SI UNIVERSITAS BORJUIS

0
Fotografer: Asa Amirsyah

12 golongan UKT mencekik mahasiswa. Amarah Brawijaya menuntut pihak rektorat.

MALANG-KAV10 Rabu (22/5) pukul 09.00 pagi, kantin Creative Land (CL) Universitas Brawijaya (UB) ramai pengunjung. Tak seperti biasanya, mereka serempak menggunakan jas almamater. Tujuan utama mereka pagi itu bukanlah mengisi perut, melainkan berkumpul untuk melakukan persiapan. Hal ini sebab CL merupakan titik kumpul dalam aksi bertajuk “Komersialisasi Pendidikan Lahirkan UKT 12 Golongan”.

Kegiatan mengunyah mereka terhenti kala koordinator lapangan aksi menyerukan untuk berkumpul. Massa berbaris. Bagian tepi barisan diisi oleh laki-laki, sementara perempuan berada di tengah. “Widodo! Hapus UKT 12 Golongan!” menjadi jargon pemantik semangat mereka. Massa yang terkumpul dalam Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya ini kemudian melakukan mobilisasi. Tujuan utama mereka adalah gedung rektorat.

Spanduk penolakan PTN-BH dan kekecewaan atas kenaikan golongan UKT menjadi pagar terdepan. Lagu Buruh Tani dan Mars Mahasiswa tak luput untuk dinyanyikan. Lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung yang diubah liriknya menjadi “Naik-Naik UKT Naik” juga disenandungkan sebagai ungkapan kekecewaan bertambahnya golongan UKT di UB.

Sejenak, massa sempat berhenti di depan Bundaran UB. Nampak tulisan Brawijaya telah tertutup spanduk putih bertuliskan “Borjuis”. “UB bukan Universitas Brawijaya, tapi Universitas Borjuis,” seru Satria Naufal, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) UB. Massa kemudian kembali melanjutkan mobilisasi menuju depan gedung rektorat.

Di Depan Gedung Rektorat

Sebelum pukul 11.00 siang, massa tiba di depan gedung rektorat. Menurut penuturan Pernantian Ginting, Menteri Koordinator Pergerakan EM UB, jumlah massa sekitar 300 mahasiswa yang berasal dari 17 fakultas berbeda. “Di sini kita menuntut UKT 12 golongan di Universitas Brawijaya,” seruan tersebut membuka orasi kali ini.

Berbagai kekecewaan soal pendidikan tinggi disampaikan. Pernyataan Tjitjik Sri Tjahjandrie, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, tempo hari yang menyebut pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier dianggap menunjukkan ketidakpedulian negara terhadap hak pendidikan warga negaranya.

Kekesalan imbas dari kenaikan golongan UKT di UB disuarakan. Amarah Brawijaya menilai pihak rektorat tak berpihak pada mahasiswa, khususnya mahasiswa baru. “Rektorat tidak peduli pada kita, tidak peduli pada mahasiswa baru karena hanya berorientasi pada keuangan,” ujar salah seorang orator dalam aksi tersebut.

Kertas bergambar Rektor Widodo disertai tulisan “Orang Miskin Dilarang Kuliah” bertebaran. “Kalau UB butuh uang, mari kita beri,” ujar Ginting seraya melempar uang mainan bergambar Nadiem Makarim dan gedung rektorat UB.

Suasana semakin riuh. Massa aksi mendesak Rektor UB, Widodo, dan Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya, Muchamad Ali Safa’at, untuk turun menemui dan mendengarkan aspirasi mereka. “Kita yang naik atau rektor dan Wakil Rektor II yang turun,” seru Ginting.

Pihak rektorat bukan tanpa perwakilan. Terlihat Setiawan Noerdajasakti selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa bersama Unti Ludigdo selaku Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi menemui massa aksi. Namun, tak sepatah kata pun mereka ucapkan kepada massa aksi. Massa aksi juga menolak kehadiran mereka karena dianggap tak berkepentingan untuk menjawab tuntutan mereka. “Kita anggap saja mereka tidak ada,” seru salah satu orator. Selepas berbincang sebentar dengan Satria, Sakti dan Unti terlihat masuk kembali ke gedung rektorat. Belakangan diketahui kedua wakil rektor tersebut mengatakan bahwa Widodo dan Ali Safa’at sedang berada di luar UB.

Tak turunnya Widodo dan Ali Safa’at menyebabkan massa memaksa masuk ke gedung rektorat. Aksi saling dorong pun tak terhindarkan. Di depan pintu rektorat mereka beradu dengan MAKO yang menjaga pintu masuk. Perwakilan massa pun memutuskan untuk melakukan negosiasi dengan perwakilan rektorat. Hasilnya, Amarah Brawijaya bersedia menunggu Widodo dan Ali Safa’at untuk turun selama 10 menit.

Hampir 10 menit, terlihat Ali Safa’at menemui massa aksi. Ia tak bersama Widodo seperti yang diminta oleh massa. Belakangan diketahui Widodo sedang berada di Denpasar untuk menghadiri suatu acara.

Amarah Brawijaya kemudian membacakan pernyataan sikap. Di dalamnya berisi tujuh poin tuntutan yang mendesak pihak rektorat untuk merevisi penetapan 12 golongan UKT dan melakukan transparansi keuangan. Selain itu, juga menuntut pihak rektorat untuk mendesak pemerintah pusat melalui Kemendikbudristek agar merevisi Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Tenggat 3×24 jam diberikan kepada pihak rektorat untuk memenuhi tuntutan Amarah Brawijaya.

Ali Safa’at merespons. Ia memberikan tanggapan dari tiap poin tuntutan Amarah Brawijaya. Ia mengatakan bahwa persoalan revisi penetapan 12 golongan UKT sedang dibahas. Selain itu, ia juga berjanji akan menerima apabila EM UB memiliki data mahasiswa yang sebenarnya layak mendapatkan keringanan tetapi ditolak oleh Sistem Bantuan Keuangan. Sementara soal mendesak Kemendikbudristek, “Nanti saya sampaikan ke Pak Rektor (Widodo, red.),” ujar Ali Safa’at.

Akan Datang dengan Eskalasi yang Lebih Besar

Jalannya aksi kali ini bukan terjadi secara tiba-tiba. Satu minggu sebelumnya, tepatnya pada 13 Mei 2024, Lingkar Advokesma Brawijaya melakukan audiensi bersama pihak rektorat terkait kenaikan golongan UKT mahasiswa baru. Namun dalam audiensi tersebut, semua poin tuntutan yang diajukan mahasiswa ditolak oleh pihak rektorat. “Beberapa hari pasca audiensi, ada surat diberikan kepada EM dan isinya adalah penolakan policy brief,” jelas Ginting.

Penolakan policy brief ini memantik kemarahan mahasiswa. Melalui serangkaian konsolidasi, lahirlah keputusan untuk melakukan aksi ini dengan membawa tujuh poin tuntutan.

Ginting pun menyayangkan pernyataan dari Wakil Rektor III dan Wakil Rektor V yang mengatakan bahwa Wakil Rektor II dan Rektor tidak berada di dalam gedung rektorat. “Yang sangat kita sayangkan sebegitu teganya mereka membohongi kita,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Ginting juga menuturkan bahwa aksi kali ini telah dipersiapkan dengan baik. Eskalasi gerakan secara bertahap dalam jangka waktu panjang telah dirancang. Ia pun mengatakan bahwa Amarah Brawijaya akan melakukan aksi yang lebih besar apabila pihak rektorat tidak memenuhi tuntutan mereka dalam tenggat waktu yang telah diberikan. “Kita tidak bisa membendung kemarahan dari mahasiswa. Bahkan beberapa mahasiswa melontarkan, bahwa rektorat ini dibayar dari UKT, maka kita berhak untuk menghancurkan rektorat,” pungkasnya.

Penulis: Dimas Candra Pradana
Editor: Ahmad Ahsani Taqwiim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.