PENGAWALAN PERSIDANGAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL OLEH PENDIRI SEKOLAH SELAMAT PAGI INDONESIA (SPI) KOTA BATU


MALANG-KAV.10 Setelah sempat tertunda selama 2 pekan, jadwal persidangan atas dugaan kasus pelecehan di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu kembali digelar. Rabu pagi (9/3) banyak massa yang berkumpul di depan Pengadilan Negeri Malang untuk ikut turun aksi dalam pengawalan persidangan kasus kekerasan seksual tersebut. Aksi tersebut merupakan aksi lanjutan dari aksi pertama yang diadakan 27 Februari lalu. Aksi kemarin didukung oleh para penggiat anak seperti Komnas Anak Kota Batu dan Komnas Anak Kota Pasuruan.
Pelaporan kasus kekerasan seksual ini pertama kali dilakukan pada 28 September 2020 kepada Komnas PA Jakarta, lalu dilanjutkan pada 29 September kepada Polda Jawa Timur. Kekerasan seksual ini sudah mulai dibangun sejak tahun 2007 silam dan ada sekitar belasan siswi sekolah ini (SPI, red.) yang menjadi korban kekerasan seksual. Terdakwa berinisial JEP dituntut beberapa pasal yaitu Pasal 80 terkait pencabulan, Pasal 81 terkait eksploitasi anak, dan Pasal 83 kekerasan terhadap anak. Namun, dari ketiga pasal tersebut hanya diakomodir satu pasal yaitu di Pasal 81 terkait dengan kajahatan seksualnya saja.
“Pada saat itu kita langsung melakukan visum dan langsung diarahkan di Polda untuk dilakukan penyidikan selama dua hari lalu dilakukan penyelidikan sampai sepuluh hari. Beberapa saksi korban juga kita datangkan baik dari Malang, baik dari Surabaya, dari Jakarta, pokoknya total ada 17 saksi”, ujar Pak Fuad selaku Ketua Komnas PA Kota Batu/Ketua RPPAI Kota Batu (9/3).
Kasus pelecehan ini sangat berdampak bagi korban. Bagaimana tidak, ada salah satu korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh JEP yang saat ini sudah menginjak usia ±30 tahun memutuskan untuk tidak menikah karena takut mengecewakan pasangannya kelak. Korban tersebut berharap tidak ada lagi perempuan-perempuan lainnya yang senasib dengannya.
Namun, pada persidangan kali ini hanya dihadirkan satu saksi yang merupakan saksi kunci dari kejadian tersebut yang berasal dari Poso. Saksi yang hadir dalam persidangan tersebut didampingi pihak Komnas, Pak Ariez Merdeka Sirait bersama pengacara yang berasal dari Malang. Kehadiran Pak Ariez juga untuk memberikan support pada korban. Selain itu juga hadir Ketua KPAI, Walikota Batu, dan Dinas Pendidikan Surabaya.
Saat kasus ini sudah diproses dan sudah sampai P19 (Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi, red.) diajukan ke kejaksaan menjadi P21 (Pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap, red.), lalu dikembalikan oleh kejaksaan menjadi P19 karena kurangnya alat bukti pada saat itu, dan baru ditindaklanjuti sekitar satu bulan lalu dengan empat tahapan yang diberikan oleh pengadilan.
JEP yang merupakan pendiri sekolah SPI Kota Batu sudah menjadi tersangka di pengadilan karena berkasnya sudah melewati empat tahapan yang diberikan oleh pengadilan. Namun, tersangka belum ditahan karena dianggap kooperatif.
Pada (9/3) di Pengadilan Negeri Malang dipaparkan pernyataan dari kesaksian korban karena yang seharusnya dilaksanakannya pada (27/2) harus dibatalkan karena hakim jaksa yang memimpin jalannya sidang terpapar Covid-19, sehingga mengharuskan sidang harus diundur sekitar dua pekan kemudian.
Aksi hari ini dan kemarin diketuai oleh Pak Fuad (Ketua Koordinator Lapangan Aksi, red) serta beliau juga menjadi pendamping dari awal kasus ini dimulai melalui pelaporan beberapa bulan yang lalu di Polda.
“Yang jelas bahwa aksi ini didukung oleh para penggiat anak, Komnas anak yang ada di Batu, Komnas Anak yang ada di Pasuruan, simpatisan yang merasa terpanggil, untuk mewujudkan tujuan bersama-sama. Ini harus didukung secara moral, secara akal pikiran”, jelas Pak Fuad selaku Ketua Komnas PA Kota Batu/Ketua RPPAI Kota Batu
Menurut Pak Fuad, hukum harus tetap berlaku dan mengedepankan kebenaran. Selain itu, perlu adanya keberpihakan terhadap korban karena korban tidak berbohong. Hal ini juga menjadi catatan bagi pemerintah untuk meminimalisir adanya kekerasan seksual khususnya yang terjadi pada anak dan kaum perempuan.
“Kalau buktinya sudah jelas, seharusnya sudah ditangkap, tidak harus melalui proses panjang seperti ini karena kalau diproses panjang seperti ini diduga malah menghilangkan bukti-bukti. Tapi kita yakin, kita beragama, kebenaran itu pasti menang. Tapi ya tinggal bagaimana kita berusaha, tanpa berusaha pun tidak akan muncul kebenaran itu”, tambah Pak Fuad.
Persidangan kasus ini masih akan terus berlanjut sampai dua pekan kedepan. Di mana, minggu depan membahas terkait pembelaan tersangka dan juga pembelaan untuk korban dan korban akan dihadirkan beserta bukti-bukti yang ada. Selain itu, korban juga akan dipertemukan dengan pelaku. Lalu setelahnya akan berlangsung sidang putusan untuk tersangka.
Penulis: Mahesa Fadhalika Ninganti
Editor: Moch. Fajar Izzul Haq