Selamat Datang di Kampus ‘Swasta’

0

oleh Elyvia Inayah*

Situs web 4ICU mengunggah informasi tentang peringkat universitas terbaik di Indonesia. Universitas Brawijaya, Malang menempati posisi keempat setelah Universitas Indonesia dan berhasil membawahi universitas-universitas negeri lainnya.

Tanda petik pada kata ‘Swasta’ tersebut pada dasarnya adalah makna denotasi dari status kampus yang saat ini sedang menggelar perhelatan akbar dalam rangka menyambut mahasiswa baru (Maba). Sebut saja Universitas Brawijaya, karena kampus berperingkat empat inilah yang akan menjadi tujuan sehari-hari puluhan ribu Maba yang sedang menelan petuah PK2 atau Ospek hari ini.

Masih hangat dalam ingatan, ketika momen daftar ulang yang wajib ditaati Maba. Sebagian besar orang tua mengeluhkan biaya yang diminta oleh pihak universitas, karena memang tidak ada nominal ratusan ribu dalam jumlah keseluruhan biaya pendidikan tersebut, melainkan jumlah yang ditawarkan adalah puluhan juta. Otomatis, orang tua pun menuruti, agar anaknya tetap bisa menikmati jamuan ilmu terbaik di universitas ini.
Mainstream tentang anggapan bahwa ‘pilihlah kampus negeri agar kualitas terjamin dan murah’ menjadi tradisi yang ditularkan orang tua ketika anak-anak mereka mulai memasuki fase pendidikan tinggi tersebut. Prestige ketika seorang lulusan SMA mampu menaklukan jutaan saingan untuk duduk di bangku perguruan tinggi negeri adalah gengsi tersendiri, sehingga ribuan mahasiswa ini pun tetap bertahan meski biaya daftar ulang universitas ini bisa dibilang mahal sekali.

Pilihan bertahan ini pada awalnya lagi-lagi bersumber pada opini publik yang menganggap ‘bagaimanapun universitas swasta lebih mahal’ atau ‘kualitas swasta tak sebanding dengan negeri’, menjadi keyakinan yang sulit luntur. Sehingga, berapa pun universitas negeri ini menawarkan biaya pendidikannya, orang tua Maba pun pasti menuruti. Lagi-lagi demi agar anaknya tetap bisa menikmati jamuan ilmu terbaik di universitas ini.

Tak Perlu Jual Ginjal
Pasti Maba yang hadir dalam pagelaran Ospek sekarang adalah penikmat web browser dan sosial media yang baik, sehingga bisa diprediksi berita tentang Maba UB akan menjual ginjal demi biaya kuliahnya kapan lalu tersebar luas dalam koneksi tiada batas. Media massa pun sudah lihai bermain rating, berita ini pun akhirnya dinikmati oleh jutaan pasang mata di depan layar kaca. Opini publik pun terbentuk, universitas ini berstatus negeri, tapi layaknya swasta yang biaya pendidikannya hanya bisa dibayar orang-orang berbudget tinggi.
Sebagian mahasiswa dalam kampus memelopori gerakan demonstrasi untuk menuntut hak junior mereka mengenyam ilmu di sini tanpa harus mengeluh tentang biaya selangit. Isu lain berhembus. Mereka atas nama kelompok tertentu yang mengaku akan menjadi wakil mahasiswa baru melakukan pencitraan untuk mengais kader. Kalau pun iya, Maba tidak perlu was-was, karena lingkungan kampus perlu dipahami agar tidak salah arah. Ingat, ilmu tidak didapat dari duduk di kelas saja.

Berpikir logika tentang mahasiswa yang menjual ginjal demi biaya kuliah, pasti memberikan variasi pemikiran tentang fenomena ini. Apa iya mereka berani menjual ginjal demi kuliah di universitas ini? Apa mereka tidak berpikir dampak kesehatan setelahnya? atau tidak adakah ancaman yang lebih bijak selain menjual ginjal?
Alternatif pendidikan yang disediakan oleh orang-orang intelek di Indonesia ini sebenarnya banyak sekali dan tidak menutup kemungkinan kualitasnya sebanding bahkan lebih tinggi dari universitas negeri. Jadi, tidak perlu menjual ginjal untuk kuliah di Universitas Brawijaya. Toh ke depannya, universitas negeri ini tidak bisa menjamin banyak tentang masa depan sukses, pekerjaan mapan, dan prestige yang sama tinggi.
Sampaikan saja ke rekan-rekanmu yang hanya bisa gigit jari, mundur dari istana Brawijaya karena terlalu ‘megah’ untuk terus mengenyam pendidikan dimanapun. Sampaikan juga, universitas ini tidak bisa menjanjikan keringanan dan penundaan berlebih. Negeri tidak selamanya murah. Kemudian, denotasi ‘Swasta’ pada judul di atas berarti nyata. Layaknya biaya pendidikan di perguruan tinggi swasta, universitas negeri ini pun meminta bayaran tinggi dari anak didiknya. Semoga petinggi-petinggi kampus mampu memanajemen uang dengan baik.

Menikmati Peluang dengan Baik
Mengeluhkan biaya pendidikan di awal tidak ada artinya jika Maba tidak bisa memanfaatkan kesempatan untuk duduk manis di salah satu bangku Brawijaya dengan baik. Bangga ketika kampus ini menampilkan atraksi-atraksi memukau selama Ospek tidak bisa menjadi ukuran kebanggan selanjutnya, jika Maba tetap terpaku memuja-mujanya sehingga tidak mau bergerak maju untuk menciptakan kebanggaan dari diri sendiri.
Menjadi mahasiswa yang kurang aktif di dunia organisasi adalah contoh kecil Maba yang tidak bisa menikmati peluang dengan baik. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ilmu tidak dibatasi di bangku kelas saja. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang kampus kebanggaan ini, belajar menanyakan tentang apa saja yang terjadi.
Akhirnya, selamat menikmati jerih payah bapak-ibu kalian di Kerajaan Brawijaya. Lebih baik sengsara membalas budi baik mereka daripada leyeh-leyeh setelah menikmati tahta di dalamnya.

*Mahasiswa Universitas Brawijaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.