Ilustrasi: Mahesa Fadhalika N.

(inspirasi dari puisi “Sebuah Tanya” karangan Soe Hok Gie)

Akhirnya hari yang tak biasa itu tiba dengan tiba-tiba

Pada suatu ketika yang tak pernah kuketahui

Sebab tak mungkin aku menebak kapan pergimu

Kuharap suaramu masih sekeras dahulu

Selantang suara mesin tik yang pada tombolnya tercetak sidik jarimu

Sebanyak guratan pena di atas catatan sejarahmu

Dan umurmu panjang bersamanya

(gas pun berhamburan menggoyahkan nyawamu pada puncak kematian, puncak Mahameru

Kau memilih tempat yang baik untuk gugur

Tempat yang tinggi, tempat yang benar

Tepat sebelum Tuhan makin memanjangkan usiamu)

Kuharap perlawanan hari ini masih seperti dahulu

Ketika kepalan tanganmu lebih tinggi, dan milikku lebih tinggi lagi

(lampu kota makin nyala, cahayanya menyoroti sisa Jakarta

Tetapi Jakarta bukan lagi milik kita, yang terlalu tua untuk bermimpi 

Aku masih tak bicara

Tidak selain basah yang meramaikan sepi)

Tiap saat masih kuamini:

Memang tak ada kata yang lebih puitis selain bicara pada kebenaran

Entah di langit mana ia terletak

Yang pasti kau tau bukan di sini

(hari masih saja gelap

Kulihat semuanya lelap

Wajah-wajah yang tak kau kenali membisu 

Berbahasa abu-abu

Seperti malam yang kelam)

Sayangku, aku masih jalan terus—tak tau kapan henti

Tetapi kenang-kenanganmu menjiwai sajak ini

Sementara harapmu, wajah yang beruntung itu

Beristirahatlah bersama ketenangan yang tak lagi biru.

Penulis: Adila Amanda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.