EVERYTHING EVERYWHERE ALL AT ONCE: BERTEMU KEMUNGKINAN HIDUP LAINNYA

0
Sumber: Indozone.ID

Belakangan ini dunia perfilman dihujani dengan tren baru bertajuk multiverse. Mengusung konsep multiverse, Spider-Man, Loki, hingga Doctor Strange sukses meninggalkan kesan baik di hati para penontonnya. Tidak mau kalah dengan film-film superhero itu,  Everything Everywhere All at Once hadir dengan konsep multiverse yang berpusat pada konflik keluarga. Jalan ceritanya yang luar biasa tidak biasa, membuat kata “absurd” menjadi kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan film ini. Ia memberikan kejutan-kejutan yang tidak akan anda pikirkan sebelumnya, saya jamin itu.

Film ini digarap dengan apik oleh tangan-tangan terampil di bidangnya, saya ingin memberikan tepuk tangan kepada penulis naskah film ini dan produsernya, bagaimana bisa ide-ide absurd ini dituangkan dalam tulisan dan film. Tentunya saya juga salut kepada para aktris juga aktor yang berhasil memerankan karakter absurd ini dengan baik, mereka pantas mendapatkan atensi dan apresiasi karena film ini.

Secara garis besar film ini bercerita tentang kehidupan Evelyn Quan (Michelle Yeoh) seorang wanita Asia yang hidup di Amerika dengan berbagai penyesalannya. Evelyn hidup dengan segala ambisi dan impian yang ia kubur dalam-dalam, ia menjadi versi paling biasa dari dirinya. Hidup dengan menjalankan usaha laundry bersama suaminya Waymond Wang( Ke Huy Quan), ia menjalani hari-harinya seperti biasa, hingga suatu hari ia dipertemukan dengan berbagai kemungkinan takdirnya.

Joy (Stephanie Hsu) adalah anak semata wayang Evelyn, lahir di keluarga Asia dan tumbuh dengan budaya Amerika membuat Joy tumbuh jauh berbeda dari ekspektasi Evelyn. Joy menjadi seorang lesbian yang pastinya sangat sulit untuk diterima oleh keluarga Asia. Evelyn mencoba menutupi kenyataan itu dari Gong-Gong (James Hong) ayahnya, yang membuat Joy tersinggung. Sebenarnya Evelyn sudah berusaha mengerti keadaan Joy, namun ia juga harus mempertimbangkan hubungan dengan ayahnya yang baru membaik belakangan ini. Keadaan itu diperparah dengan usahanya yang sedang memiliki masalah perpajakan dan Waymond yang memutuskan untuk bercerai dari Evelyn. Di tengah kepelikan itu tiba-tiba Waymond muncul menjadi versi lain dirinya. Alpha Waymond datang untuk membantu Evelyn menghadapi Jobu Tupaki yang menjadi ancaman universe

Jobu Tupaki adalah anak Evelyn di universe yang lain, Everything Everywhere All at Once mengacu pada kondisi Jobu Tupaki yang bisa merasakan semua perasaannya di berbagai universe secara bersamaan. Ledakan perasaan itu yang membuat dirinya kehilangan arah dan merasa semuanya tidak berarti, hingga ia membuat sebuah Bagel yang bisa menghilangkan segala rasa kebahagiaan dan kesedihan. Film ini banyak menceritakan bagaimana eksistensi setiap karakternya dipertanyakan, mulai dari harapan hingga penyesalan sarat disampaikan di sini. Jika kita ingin membedah lebih dalam film ini, kita akan menemukan sesuatu yang bernilai di dalamnya. Banyak pemikiran-pemikiran kita yang sering kita tanyakan dijawab dalam film ini. Saya merasa lega setelah saya menonton film ini, ketakutan saya untuk menghadapi ketidaktahuan dalam hidup ini dibayar tuntas dalam film ini.

Evelyn di universe ini dianggap sebagai Evelyn yang paling buruk daripada yang lain,  namun semakin banyak kegagalan Evelyn, semakin banyak juga kemungkinan Evelyn sukses dalam universe yang lain. Hal itu yang membuat Waymond dari universe lain datang untuk meminta bantuannya, ia sudah melihat banyak Evelyn, namun hanya Evelyn ini yang tidak memiliki kemampuan. Konsep universe di sini digunakan sebagai kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul jika Evelyn mengambil pilihan yang berbeda di kehidupannya. 

Diceritakan bahwa Alpha Waymond merupakan universe pertama yang berhasil membangun kontak dengan universe lain melalui sebuah alat. Alat itu bisa mengakses kemampuan dan memori dari sosok pemakai di universe yang lain, namun untuk bisa melakukan itu dibutuhkan semacam pancingan yang bisa didapatkan ketika si “jumper” melakukan hal-hal yang konyol. Saking konyolnya saya yakin absurd sudah tepat menjadi deskripsi film ini, bagaimana tidak jika syarat melakukan jumping adalah memakan pelembab bibir, melukai diri dengan kertas, hingga yang tidak bisa saya katakan disini (18+).

Satu hal lagi yang menarik dalam film ini adalah adegan tanpa suara, diceritakan Evelyn dan Joy hidup di masa kehidupan belum dapat berkembang. Mereka menjadi batu dalam beberapa menit dan menghasilkan adegan film yang sangat menyentuh hati. Tidak mudah pastinya membuat orang menonton “batu”, namun nyatanya mereka berhasil membuat saya menonton batu. 

Film ini dibagi menjadi 3 bagian, part 1, part 2, dan part 3, dengan durasi keseluruhan 139 menit. Saat menonton film ini saya merasa penjelasan mengenai konsep multiverse ini terlalu cepat, karena memang pengetahuan konsep universe ini hanya  dijelaskan oleh Alpa Waymond saja, yang membuat kehadiran Alpa Waymond  di awal film terlihat sebagai mesin informasi. Namun di sisi yang lain saya merasa film ini sangat lambat, mungkin karena terlalu banyak masalah-masalah dalam film yang harus saya tunggu jawabannya. Secara keseluruhan film ini epic, namun perlu ditekankan lagi, film ini tidak cocok ditonton untuk anak-anak di bawah umur dan tidak cocok juga ditonton oleh keluarga Asia garis keras. 

Film ini sarat akan isu-isu sensitif bagi keluarga dan budaya Asia, isu-isu seperti LGBT jelas diangkat dalam film ini. Ada satu bagian yang membuat saya relate sekali dengan film ini, yap, bagian gengsi keluarga untuk mengungkapkan perasaannya. Bagian saat Evelyn menasihati Joy tentang kekhawatirannya dengan berat badannya, namun saya mengerti betul kekhawatiran Evelyn bukan hanya itu saja.

Jika kalian ingin menonton film yang “PALUGADA” (apa lo mau gua ada) silahkan tonton film ini. Perasaan kalian akan dibawa pergi masuk mengikuti film ini, kalian akan tertawa,  menangis, kecewa, dan mungkin merasa dipermainkan di tengah film. Film ini berhasil memenangkan hati banyak penonton, namun sepertinya di Indonesia sendiri film ini tidak terlalu meledak seperti film dengan konsep multiverse lainnya. Pada kesimpulan terakhir saya akan mengatakan film ini pantas ditonton dan diapresiasi. Selamat menonton bagi kalian yang berminat.

“The Only Thing I Do Know Is That We Have To Be Kind. Please, Be Kind. Especially When We Don’t Know What’s Going On.” 

– Waymond

Penulis: Senia Nefalina

Editor: Mahesa Fadhalika Ninganti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.