Majalah Kavling 10, Utopia-Distopia Ruang Aman

Kami belum mati, tidak sepenuhnya mati. Yang dilakukan pendahulu kami bukan lah meniupkan ruh kemudian menghidupkan sekaligus membunuh, melainkan menanam bibit yang di kemudian hari akan tumbuh dan menghasilkan bibit-bibit baru.

Kemudian, bibit itu disiram dari tahun ke tahun -wacana penerbitan majalah ini dan gagal di banyak periode adalah proses penyemaian, kemudian tumbuh menjadi kami. Tentu saja pertumbuhan adalah pertanda dari kehidupan setelahnya, tumbuh untuk menanam bibit baru. Dan kami yakin di kemudian hari bibit yang kami tanam akan tumbuh kembali dengan bentuk dan generasi yang berbeda, dengan tekad yang sama. Kami beruntung karena dituliskan sebagai gong dari serentetan irama yang cukup panjang.

Dengan ini lah sejarah dituliskan: bukan untuk sekadar kebanggaan dan keabadian
sebuah nama, melainkan pupuk yang dapat menumbuhkan pohon-pohon baru. Kami belajar dari para pendahulu kami, melalui apa yang pernah mereka tuliskan. Kami berharap, dengan majalah ini, sampai pada generasi jauh masih dapat dipelajari dan dihayati.

Pembaca yang terhormat, begitu panjang perjalanan produk majalah yang diterbitkan oleh Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (Kavling10) ini. Sejak awal berdirinya, kami berusaha untuk terus mengawal dan berperan sebagai kontrol sosial serta menjalankan fungsi kami sebagai lembaga pers independen. Di masa orde baru, kami turut memperjuangkan revolusi melalui tulisan-tulisan dan narasi yang kami terbitkan. Di masa sekarang, di antara banyak permasalahan dan hal-hal yang perlu kami kawal, bahasan perihal perlindungan dan ruang aman adalah konsentrasi kami.

Kekerasan seksual mendapat banyak perhatian masyarakat, di mana permasalahan ini semakin hari semakin tidak menunjukkan kabar baik. Terlebih, ternyata tidak sedikit yang terjadi di lembaga pendidikan. Kami mengawal kasus kekerasan seksual yang menyangkut pemilik Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), terdakwa Julianto Eka Putra, yang telah melalui proses persidangan yang begitu panjang. Di lingkungan kampus sendiri, keberadaan ULTKSP (yang diharapkan menjadi angin segar bagi ruang aman di lingkungan pendidikan) masih begitu semu. Tentu saja kita tidak berharap kampus menjadi sarang para predator seksual -suatu tindakan yang sangat jauh dari kepantasan seorang akademisi.

Kasus kekerasan seksual di IAIN AMBON yang diliput oleh LPM Lintas biar lah menjadi satu-satunya. Pembungkaman pers berupa pembekuan oleh kampus, juga kami harap tidak menimpa pers-pers yang lain. Kalau sampai itu terjadi kembali, atas nama apa lagi lagi kita bisa berharap?

Atas nama kepedulian serta segala hal-hal baik, kami sajikan liputan utama berupa beberapa kasus perihal kurangnya perlindungan bagi kita semua, khususnya perempuan. Telah kami sajikan pula para pegiat hobi yang menempuh jalan terjalnya di bagian rubrik Pinggir Kota. Esai Foto kami tampilkan sebagai penguat dari apa yang telah kami tuliskan. Di akhir bagian, terdapat esai dan sastra yang menarik untuk dibaca serta ditelaah isinya.

Begitu lah yang dapat kami sajikan. Memang tidak cukup air untuk memadamkan kebakaran besar, tetapi setidaknya kami telah berjuang. Untuk para pembaca dan orang-orang yang telah berperan dalam pembuatan produk majalah ini, selamat membaca dan selamat menjadi bagian dari legenda yang tak pernah mati.

Pembahasan lebih lengkap ada dalam Buletin Ketawanggede yang juga dapat di unduh pada tautan ini.

Jika anda membaca melalui ponsel, swipe ke samping untuk menuju halaman selanjutnya.

Tulis dan Kabarkan!
———————————
Instagram dan Twitter: @lpmlpmkavling10
LINE: @taz3417q
Alamat Surel: onlinelpmkavling10@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.