KAPEL RABRAW DAN EKS PRESIDEN EM UB SISIPKAN AGENDA POLITIK GMPK DI OH, WAKAPEL: BUKTI BETAPA KUATNYA NAFSU KEPENTINGAN MEREKA

MALANG-KAV.10 Panitia RAJA Brawijaya telah mengeluarkan press release mengenai pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan tenant “Pica Florist” pada hari pertama Open House (OH) (31/8). Pelanggaran tersebut berupa keberadaan atribut dan properti di luar identitas yang terdaftar, yakni bendera serta properti lain yang menunjukkan identitas Gerakan Mahasiswa Pelajar Kebangsaan (GMPK)—organisasi yang terindikasi sebagai perpanjangan dari partai politik.
Press release tersebut ditandatangani oleh tujuh Wakil Ketua Pelaksana tanpa tanda tangan Ketua Pelaksana RAJA Brawijaya, Amelia Rizky Ramadhan, yang diduga terlibat dalam pelanggaran ini.
Presiden EM UB 2023, Rafly Rayhan Al Khajri, juga diduga turut terlibat dalam kasus ini. Ia adalah partisan GMPK yang menjabat sebagai Ketua Komando Barisan KABAR, kelompok di bawah naungan Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Malang, Chusni Mubarok.
Rafly merupakan Ketua Rembuk Pemuda Jawa Timur, di mana Amel turut terafiliasi dengannya. Rembuk Pemuda sendiri adalah organisasi yang dibina oleh Rahayu Saraswati, keponakan Prabowo Subianto dan anggota DPR RI dari fraksi Gerindra.
Terkait kasus tersebut, Kavling10 mewawancarai Razan Hafizh Fauzi, Wakil Ketua Pelaksana Bidang Operational Eksecutor pada hari Senin (1/9). Ia menjelaskan berbagai dinamika yang terjadi, baik sebelum maupun sesudah kasus.
Sepengetahuan Anda, apa itu GMPK dan bagaimana afiliasi politik organisasi tersebut?
Sependek pengetahuan saya, GMPK merupakan suatu organisasi yang berada dalam tataran pelajar, lebih spesifiknya di kalangan mahasiswa, yang diketuai oleh Alayk Mubarok, Wakil Ketua DPRD Kab. Malang dari Partai Gerindra.
Ada dugaan Kapel Rabraw yang membantu agar GMPK mendapatkan stand di agenda OH, bagaimana kronologinya? Bagaimana sikap panitia RAJA Brawijaya lain terkait hal ini?
Kami sudah menyiapkan screening dengan standar yang jelas, formulir resmi, aturan ketat, dan prioritas utama yaitu kebutuhan mahasiswa baru yang tentu lebih butuh makan dan minum. Meski begitu, kami sempat menimbang Pica Florist karena dianggap bisa memberi warna baru, sesuatu yang unik di tengah tenant kuliner.
Namun, di saat pertimbangan itu berjalan normal, tiba-tiba Kapel melakukan intervensi seolah jadi “sales bunga dadakan” dengan memaksakan Pica Florist untuk masuk. Jadi, yang pada awalnya adalah wacana kreatif malah berubah jadi drama intervensi.
Meski sedari awal tenant tersebut sempat kami pertimbangkan, namun dengan adanya intervensi yang Kapel berikan, kami melihat jelas bahwa memasukkan Pica Florist sebagai tenat adalah salah satu jalan untuk melancarkan kepentingannya
Bagaimana panitia bisa kebobolan tenant Pica Florist yang ternyata difungsikan untuk mengkampanyekan GMPK?
Sejak awal, GMPK memang mencoba segala pintu, bukan lewat jalur UMKM, tapi lewat ‘orang dalam’, berhubung Kapel kami dekat dengan Ketua Umum Jawa Timur, mereka merasa punya privilege untuk memasukkan kepentingannya. Wakapel lain sebenarnya sudah sepakat menolak, bahkan menutup rapat aksesnya.
Kami kira blokade itu cukup, apalagi saat mendekati hari H, tekanan memasukkan GMPK hilang begitu saja, ini terlihat sangat mencurigakan. Dan benar saja, ternyata GMPK menyusup lewat Pica Florist. Namun, SOP yang kami susun sejatinya sudah jelas dan cukup kuat, tenant bukan panggung politik, dan hanya boleh diisi sama seperti identitas atribut dan properti yang didaftarkan.
Jikalau menampakkan 2 identitas dalam satu tenant, itu sudah menjadi pelanggaran SOP. Jadi kalau ada pihak yang tetap nekad menyusup, itu bukan semata kelengahan kami, tapi bukti betapa kuatnya nafsu kepentingan mereka, hingga rela menyamar jadi pedagang bunga demi panggung kepentingan. Ironis, kan?
Apa sanksi yang didapat oleh Kapel Rabraw dari peristiwa tersebut?
Untuk sanksi, sampai saat ini dalam pembahasan bersama panitia dosen. Tentu dalam konteks sanksi yang berkaitan dengan aturan dalam RAJA Brawijaya. Namun, dari kami sendiri telah memberi teguran terkait kesalahan yang telah terjadi
Apakah ada pihak lain di luar panitia yang terlibat dalam permasalahan ini? Ada dugaan Eks Presiden EM UB 2023, Rafly Rayhan terlibat, apakah itu benar?
Benar, itu juga yang menjadi kecurigaan kami sejak awal. Eks Presiden EM UB ini jelas punya posisi strategis di GMPK, kemudian kedekatannya dengan Kapel Rabraw bukan rahasia lagi. Ironisnya, setiap kali ditanya, kapel selalu berdalih bahwa hubungannya dengan Eks Presiden EM tersebut sedang renggang, seakan kami harus percaya begitu saja, padahal fakta dan saksi mata lain di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
Bahkan ketika Kapel tiba-tiba “hilang” di hari pertama OH, entah sengaja atau tidak, justru Eks Presiden EM ini yang turun tangan, bukan sebagai penengah, melainkan tampil bak pengacara dadakan GMPK. Gaya beliau seolah ingin mengulur waktu, mencoba menunggangi momentum, dan memaksakan kesepakatan yang hanya menguntungkan satu pihak. Namun sayangnya, skenario itu gagal total.
Panitia tetap konsisten menarik identitas GMPK untuk kedua kalinya hari itu, karena aturan yang kami buat bukan panggung dagelan, dan kami tidak akan membiarkan acara mahasiswa baru berubah jadi drama murahan.
Setelah terciduk, ada kabar bahwa Kapel Rabraw sedikit menelantarkan tugasnya, apakah ini benar? Bagaimana cerita lengkapnya?
Memang benar, setelah diskusi bersama beberapa Wakil Ketua Pelaksana, Amelia R menghilang sekitar pukul 13.00 di hari Sabtu (30/8). Hal ini menjadi salah satu hambatan komunikasi dalam penyelesaian permasalahan yang terjadi saat itu. Semua anggota telah mencari dan mencoba menghubungi, bahkan panitia dosen pun mencoba menghubungi. Akan tetapi, tidak ada jawaban dari yang bersangkutan.
Kapel muncul kembali pada malam hari ketika hampir seluruh permasalahan sudah selesai. Di balik hilangnya Ketua Pelaksana hari itu, beliau mengatakan bahwa dirinya sedang beristirahat di Mushola FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis). Namun ada fakta lain yang menyatakan bahwa seseorang melihatnya bukan di Mushola FEB, melainkan di Fakultas A (disamarkan) dan berdiam disana hingga malam.
Jelas hal ini tidak sesuai dengan statement yang ia berikan. Kehilangan Kapel dan statement yang tidak jelas darinya, membuat Wakil Ketua Pelaksana merasa kecewa terhadap kaburnya Amelia dari masalah yang ada.
Apakah ada sanksi dari pihak rektorat terkait permasalahan ini?
Kami telah memberitahu dan berdiskusi dengan pihak rektorat terkait permasalahan ini. Kami juga membedah alur kejadian hingga peneguran ke tenant. Untuk tindak lanjut berikutnya, masih akan kami diskusikan bersama rektorat.
Sebagai Wakil Ketua Pelaksana, bagaimana pandangan Anda terhadap kasus ini?
Dalam kasus yang telah terjadi, setiap Wakil Ketua Pelaksana menyayangkan terjadinya hal ini di RAJA Brawijaya 2025, setelah pernah terjadi di RAJA Brawijaya 2024. Permasalahan ini menjadi rumit ketika Ketua Pelaksana menghilang dan tidak melaksanakan tanggung jawabnya hari itu—dalam penyelesaian sebuah masalah yang telah ia ketahui akan terjadi.
Wakil Ketua Pelaksana RAJA Brawijaya kecewa dengan apa yang terjadi, namun kami mencoba untuk tetap fokus dalam menuntaskan rangkaian RAJA Brawijaya 2025 dengan baik, ketimbang mengurus hal yang kurang penting dalam rangkaian ini.
Kenapa Kapel Rabraw tidak ikut menandatangani Pres Release?
Terkait press release yang tidak ada tandatangan dari kapel. Waktu itu, ketika pembuatan press release, Kapel sedang menghilang serta tidak dapat dihubungi, sedangkan press release harus segera diurus dan diluncurkan.
Dari internal wakapel sendiri, berdasarkan urgensi waktu, maka disepakati bahwa akan memberikan batas waktu kepada Amel sebagai Kapel untuk turut andil dalam press release ini, hingga press conference Open House hari pertama pukul 17.45 WIB. Namun, nyatanya hingga press conference selesai, sama sekali tidak ada respon.
Maka dari itu, para Wakapel sepakat untuk segera menandatangani press release tanpa adanya tandatangan dari kapel, mengingat press release harus segera diurus secara administratif dan dipublikasikan.
Penulis: Mohammad Rafi Azzamy
Editor: Dimas Candra Pradana
