PUISI-PUISI RIFQI SEPTIAN DEWANTARA

Aku Pulang Sebagai Orang Hilang
Kehidupan lancung; merongrong dari lolongan anjing. Alerta! alerta!
Sebuah bahasa meraung-raung, awal kalimatnya dikotomi – merampas diktator penguasa
Atau kehidupan baru diam-diam mengampanyekan virus disease? apakah warga dunia belum sadar? bersosialisasi secara langsung, namun melalui perangkat digital bernama modernitas
Aku dipaksa bekerja online, mencari pasangan online, memesan makan online, mengantar barang online, menjelajah pasar dan toko buku online, mengirim tugas online, rapat pleno online, menikmati seni online
“Hidup terlampau canggih untuk menjadi kecanggihan” otak kita perlahan-lahan mati. Sedang dirancang untuk memenjara tubuh dan udara, lubang hidung yang sumpek, menghirup ruang 3×3 meter persegi. Ah persetan dengan kemajuan!
Sementara aku yang primitif, murung dalam pertanyaan segudang; barangkali basi bukan terbuat dari susu tetapi kepalaku dan salahku yang tidak dirancang untuk menginstal semua tuntutan zaman – inisiatif usang
Aku berjalan sejauh mungkin di jalan keterasingan. antik; hilang
Berdiri mengejar sosok lain. Modernitas zaman dan sentuhan-sentuhan efisiensi yang bosan, memaksa aku untuk memegang, merasa, berada
Sudah umur masih gerutu, lain arus masih membatu. Yang hilang tak dikenang, kecanggihan tak dikekang
Apakah pohon-pohon masa depan tetap hidup? sungguh aku ingin pulang sebagai orang hilang. Kubiarkan jasadku menjadi pupuk yang mengubah aku sebagai sosok tanaman
Aku ingin memantau masa depan. apakah ideologi manusia masih tukak? aku ingin memantau puisi, apakah dia menjadi kode bar yang rusak?
2023
Jalang, Lalu-Lalang
Hidup seperti jalang lalu-lalang memanggil pinggir kota lalu mengerang di plat kendaraanmu; sambil menepi, menikmati
Mulut-mulut itu saling beradu. Mencuek bebek; dengan payahnya menyahut lidah laindengan tergesa-gesa.
“Sini dong aku rem, biar ilalang kita semakin murah untuk dikenang.”
2023
1825 M
1825 m
matahari mengenang
kedalaman sajak-sajak
yang tenggelam
Barangkali kedalaman aku;
menginternir 1825 m
dari pelayar asing
dari nelayan-nelayan yang
meredup kebahagiaannya
Knot/knot/knot
knot/knot/knot
knot/knot/knot
knot/knot/knot
knot/knot/knot
24 jam meraba-raba terumbu karang
seperti relaksasi lilitan ular laut
gigitannya menjadi mesin-mesin diesel kapal
yang tenggelam di kolam rumahku
Kehidupan
1825 m
adalah misteri kematian
tubuh erabu.
2023
Penulis: Rifqi Septian Dewantara
Ilustrator: Fitra Fahrur
Tentang Penulis
Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media online dan buku antologi bersama. Kini, bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara atau melalui pos-el: rifqiseptiandewantara@gmail.com