Aku Pulang Sebagai Orang Hilang

Kehidupan lancung; merongrong dari lolongan anjing. Alertaalerta!
Sebuah bahasa meraung-raung, awal kalimatnya dikotomi – merampas diktator penguasa
Atau kehidupan baru diam-diam mengampanyekan virus disease? apakah warga dunia belum sadar? bersosialisasi secara langsung, namun melalui perangkat digital bernama modernitas

Aku dipaksa bekerja online, mencari pasangan online, memesan makan online, mengantar barang online, menjelajah pasar dan toko buku online, mengirim tugas online, rapat pleno online, menikmati seni online

“Hidup terlampau canggih untuk menjadi kecanggihan” otak kita perlahan-lahan mati. Sedang dirancang untuk memenjara tubuh dan udara, lubang hidung yang sumpek, menghirup ruang 3×3 meter persegi. Ah persetan dengan kemajuan!

Sementara aku yang primitif, murung dalam pertanyaan segudang; barangkali basi bukan terbuat dari susu tetapi kepalaku dan salahku yang tidak dirancang untuk menginstal semua tuntutan zaman – inisiatif usang 

Aku berjalan sejauh mungkin di jalan keterasingan. antik; hilang
Berdiri mengejar sosok lain. Modernitas zaman dan sentuhan-sentuhan efisiensi yang bosan, memaksa aku untuk memegang, merasa, berada

Sudah umur masih gerutu, lain arus masih membatu. Yang hilang tak dikenang, kecanggihan tak dikekang
Apakah pohon-pohon masa depan tetap hidup? sungguh aku ingin pulang sebagai orang hilang. Kubiarkan jasadku menjadi pupuk yang mengubah aku sebagai sosok tanaman

Aku ingin memantau masa depan. apakah ideologi manusia masih tukak? aku ingin memantau puisi, apakah dia menjadi kode bar yang rusak? 

2023

Jalang, Lalu-Lalang

Hidup seperti jalang lalu-lalang memanggil pinggir kota lalu mengerang di plat kendaraanmu; sambil menepi, menikmati 

Mulut-mulut itu saling beradu. Mencuek bebek; dengan payahnya menyahut lidah laindengan tergesa-gesa.

“Sini dong aku rem, biar ilalang kita semakin murah untuk dikenang.”

2023

1825 M

1825 m
matahari mengenang
kedalaman sajak-sajak
yang tenggelam

Barangkali kedalaman aku;
menginternir 1825 m
dari pelayar asing
dari nelayan-nelayan yang
meredup kebahagiaannya

Knot/knot/knot
knot/knot/knot
knot/knot/knot
knot/knot/knot
knot/knot/knot

24 jam meraba-raba terumbu karang
seperti relaksasi lilitan ular laut
gigitannya menjadi mesin-mesin diesel kapal
yang tenggelam di kolam rumahku

Kehidupan
1825 m
adalah misteri kematian
tubuh erabu.

2023

Penulis: Rifqi Septian Dewantara
Ilustrator: Fitra Fahrur

Tentang Penulis

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media online dan  buku antologi bersama. Kini, bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara atau  melalui pos-el: rifqiseptiandewantara@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.