PREDIKAT MEMILUKAN SUNGAI BRANTAS

Sebagai nadi kehidupan, Sungai Brantas telah menemui ajalnya. Yang semula sumber kehidupan kini menjelma menjadi sumber kematian. Tak hanya manusia, biota di dalamnya juga dalam kondisi terancam.
MALANG-KAV.10 Sungai Brantas yang dikenal sebagai sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa mendapatkan predikat memilukan: sungai paling tercemar mikroplastik di Indonesia. Kajian tim Ekspedisi Sungai Nusantara pada tahun 2022 menunjukkan bahwa setiap 100 liter air Sungai Brantas mengandung 636 partikel mikroplastik.
Tak hanya terkontaminasi mikroplastik, Sungai Brantas juga tercemar limbah lain. Di Desa Nyawangan, Tulungagung, ditemukan 180 ton kotoran sapi dari enam ribu ekor sapi. Di Desa Sumengko, Gresik, ditemukan limbah pabrik kertas berwarna coklat gelap yang cukup mencolok jika dilihat dengan mata telanjang. Sementara di Kota Kediri yang terkenal sebagai produsen tahu, ditemukan kadar fosfat pada aliran sungai yang tinggi, yakni 4,6 miligram per liter. Tingginya kadar fosfat ini berasal dari limbah buangan industri di sekitar Sungai Brantas.
Chandra, aktivis Forum Kali Brantas–salah satu inisiator Ekspedisi Sungai Nusantara–mengatakan bahwa kadar fosfat yang tinggi mengancam biota yang hidup di dalam sungai. Lebih jauh, Chandra menjelaskan ancaman ini berupa tumbuhnya alga yang menyebabkan proses eutrofikasi yang dapat menguras oksigen dalam air sehingga menghalangi fotosintesis biota sungai.
Chandra juga menuturkan bahwa kini eksistensi ikan sulit ditemukan karena penghambatan perkembangbiakan ikan. Menurutnya, ikan yang seharusnya mengonsumsi plankton, justru mengonsumsi mikroplastik. “Jadi, dikira (oleh ikan, red.) mikroplastik ini adalah plankton. Jadi, mereka makan dan kenyang semua. Terus (pada mikroplastik, red.) ada senyawa mengganggu hormon dan mereka menjadi interseks, berkelamin ganda. Dan itu datanya ada 20-25% (ikan yang berkelamin ganda red.),” ujar Chandra saat diwawancara pada Rabu (20/11) lalu.
Tak hanya mengancam ekosistem air, pencemaran di Sungai Brantas juga membahayakan masyarakat sekitar. Iritasi kulit, terganggunya sistem imunitas tubuh, hingga terganggunya sistem hormon, imbuh Chandra, adalah hal-hal yang sangat mungkin terjadi pada masyarakat yang memanfaatkan air dari Sungai Brantas dalam kehidupan sehari-hari. “Di situ (mikroplastik, red.) ada senyawa mengganggu hormon, jadi endocrine-disturbing chemicals, EDC, yang di mana itu mengganggu sistem hormon,” pungkas Chandra.
Penulis: Maria Ruth Hana Lefaan
Editor: Dimas Candra Pradana
Fotografer: Ahmad Ahsani Taqwiim