Aktivis HAM: Korban Pelecehan Seksual Malah Dilecehkan Lagi
MALANG-KAV.10 Permasalahan seperti kekerasan pada wanita di Indonesia masih terbilang kurang diperhatikan. Banyaknya korban kekerasan maupun pelecehan seksual di Indonesia yang merasa malu, justru dikucilkan oleh masyarakat. Kurangnya pengetahuan dan diskusi mengenai kekerasan pada wanita menjadi penyebab utamanya.
Bertempat di Omah Munir Kota Batu, Rabu ( 13/2 ) telah diadakan pemutaran film dan diskusi mengenai kekerasan dan pelecehan seksual pada wanita. Acara ini dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, pelajar, ibu – ibu PKK maupun warga sekitar. Hadir juga Caroline Monteiro, produser film dokumenter “Masih Ada Asa” sekaligus penggagas PWAG ( Peace Woman Across the Globe ) di Indonesia.
Film dokumenter “Masih Ada Asa” merupakan film dokumenter yang diputar dan didiskusikan di Omah Munir. Setelah pemutaran film, Salma Safitri, selaku aktivis HAM kota Batu dan Caroline Monteiro memulai diskusi tersebut. Salma Safitri memaparkan, korban pelecehan seksual ini malah dilecehkan oleh keluarga maupun kerabat yang seharusnya melindungi korban.
“Dari pemutaran film ini, saya berharap agar penonton dari film ini mengetahui fakta sebenarnya tentang korban pelecehan seksual maupun kekerasan seksual di indonesia dari sudut pandang korban,” ujar Caroline saat ditemui oleh awak kavling 10 seusai pemutaran film dan diskusi tersebut.
“Dari screening film dan diskusi ini, saya jadi mengetahui kemana dan bagaimana saya harus melaporkan ketika saudara atau teman terdekat saya dianiaya dan dilecehkan secara seksual, maupun diperlakukan secara tidak manusiawi,” ujarnya.
Film yang diproduksi pada tahun 2012 ini, berlokasi di daerah Maumere, Nusa Tenggara Timur. Film ini menceritakan Ati dan Ros, 2 wanita asal Maumere yang menjadi korban pemerkosaan. Saat ini Ati terpaksa menjadi guru honorer dengan bayaran Rp270 ribu rupiah setelah diperkosa anggota DPRD Maumere. Sedangkan Ros terpaksa meninggalkan kampung halamannya dan menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta setelah diperkosa 11 teman sekolahnya.
Seharusnya, film ini harus dipertontonkan kepada banyak kalangan, terutama kalangan pelajar maupun mahasiswa,” ujar Faruq Naufal, mahasiswa Universitas Widyagama Malang. (yom/miy)