Seminar Difable: Ubah Stigma Terhadap Disabilitas
MALANG-KAV.10 Seminar bertajuk “Mengembangkan Wawasan Orientasi dan Mobilisasi Untuk Mahasiswa Difable Universitas Brawijaya” diadakan oleh Kementrian Sosial Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Administrasi (FIA). Ulfa Fatmala Rizki dan Dosen Sosiologi FISIP-UB, Slamet Thohari didaulat menjadi pemateri pada seminar public hearing yang diadakan pada Rabu (15/11).
Seminar ini diadakan di Gedung C FIA UB, diawali pemaparan Slamet Thohari akan pentingnya perhatian pada penyandang disabilitas karena jumlahnya yang tidak sedikit. “Disabilitas adalah kelompok minoritas terbesar,” ujar Slamet Thohari saat menunjukkan data jumlah penyandang disabilitas di seluruh dunia.
Ia juga memaparkan, sekitar 15% dari penduduk dunia adalah penyandang disabilitas, namun penyandang disabilitas mendapat banyak kesulitan untuk menjalani hidupnya sendiri. Bahkan, orang-orang yang memiliki potensi, dihambat hanya karena mereka berbeda dari orang kebanyakan seperti kasus Nurul Sa’adah yang ditolak menjadi jaksa hanya karena dia seorang tuna daksa atau kasus Bank BCA yang menolak penyandang disabilitas membuka rekening.
Slamet Thohari pun mengakui bahwa stigma dalam memandang penyandang disabilitas di tengah masyarakat menjadi penyebab minimnya kesempatan bagi mereka untuk berkembang di samping kurangnya fasilitas yang ada. Maka karena itu, stigma di tengah masyarakat pun harus diubah. “Orang cacat itu tidak ada, yang ada hanya perbedaan,” tegas Alumni Pers Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Sesi kedua, giliran Ulfa Fatmala Rizki memberi pemahaman lebih lanjut pentingnya sarana untuk membantu mereka dapat berkembang dan mandiri. Ulfa mengatakan perlunya mengubah sudut pandang dimana para penyandang disabilitas yang selama ini dianggap sebagai orang sakit dan objek untuk bersedekah.
“Mereka adalah orang normal dan sehat,” ujarnya. Pandangan yang ditekankan adalah bahwa penyandang disabilitas juga orang normal dan sehat namun berbeda cara dalam berkomunikasi atau menjalani aktivitas lainnya.
Tidak hanya presentasi materi saja, pada sesi kedua ini pula diadakan simulasi untuk berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Simulasi ini ditunjukkan karena masih banyak mahasiswa yang masih bingung harus berbuat apa ketika hendak berkomunikasi atau membantu teman sesama mahasiswa yang merupakan penyandang disabilitas.
Ulfa juga memaparkan etika-etika yang harus dijaga ketika kita berkomunikasi dengan mahasiswa penyandang disabilitas, sehingga disabilitas akan merasa sama seperti orang kebanyakan dan mereka (mahasiswa disabilitas, red.) punya semangat untuk dapat hidup mandiri, karena pada dasarnya para penyandang disabilitas pun ingin hidup mandiri seperti orang kebanyakan. (teo)