Oleh Theofilus Richard*

Di tahun 1960-an, kendaraan seperti sepeda motor masih dianggap sebagai barang mewah. Tidak banyak orang yang memiliki kendaraan beroda dua ini. Orang-orang yang memiliki sepeda motor di jaman itu adalah orang-orang dengan kondisi ekonomi di atas rata-rata masyarakat saat itu atau bisa disebut golongan elit. Namun, lambat laun, kondisi mulai bergeser hingga akhirnya pada era tahun 2000-an jumlah pemiliki sepeda motor mulai menjamur dan setidaknya hampir setiap rumah atau keluarga di Indonesia memiliki sepeda motor.

Tingginya angka kepemilikan sepeda motor di Indonesia, memunculkan sebuah budaya baru yang dillahirkan oleh komunitas masyarakat bernama ‘klub motor’. Klub motor adalah sebuah wadah berkumpul bagi pemiliki atau pecinta aktivitas yang berkaitan dengan sepeda motor. Tujuan dibentuknya komunitas ini adalah sebagai media sharing seputar sepeda motor atau untuk melakukan kegiatan bersama seperti modifikasi sepeda motor atau touring. Seiring berjalannya waktu, kegiatan-kegiatan klub motor ini menjadi gaya hidup banyak orang di Indonesia.

Bermunculannya merek sepeda motor keluaran terbaru beberapa tahun belakangan juga ikut andil dalam perkembangan jumlah klub motor. Contohnya saja bila kita melihat di daerah kota Bandung. Di kota yang terkenal dengan makanan peuyeum ini sudah bukan hal yang aneh lagi apabila terdapat banyak klub motor. Contohnya saja klub motor yang mengatasnamakan merek sepeda motornya, hampir setiap merek sepeda motor yang beredar di kota Bandung memiliki klub masing-masing (contoh : Tiger Associaton Bandung, Honda Astrea Supra Team, Yamaha Vixion Club Bandung dan lain-lain). Belum lagi klub sepeda motor yang tidak memakai nama atau merek kendaraannya pun jumlahnya sangat banyak.

Bila dilihat dari sudut pandang positif, kehadiran klub motor ini dapat menjadi wadah hobby bagi pecinta sepeda motor. Selain itu, beberapa klub motor menjadi mitra polisi untuk sosialisasi safety riding atau sosialisasi seputar peraturan lalu lintas yang baru. Alasan dibalik pemilihan klub motor sebagai media sosialisasi adalah karena sebenarnya klub motor dianggap sebagai komunitas masyarakat yang dianggap menguasai materi safety riding. Dengan adanya hal ini, diharapkan kesadaran masyarakat akan gaya berkendara yang nyaman, aman dan tidak membahayakan diri sendiri serta orang lain.

Meskipun komunitas sepeda motor yang melakukan kegiatan positif jumlahnya tidak sedikit dan menjadi contoh di tengah masyarakat, namun ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan mudahnya membeli sepeda motor di jaman sekarang di jalan yang salah dan dipergunakan secara tidak bertanggung jawab.  Sebagian orang tersebut pun berhimpun layaknya klub motor, namun aktivitasnya menjurus ke arah vandalisme. Kelompok ini sering disebut geng motor. Telah terjadi berbagai aksi kejahatan yang dilakukan oleh geng motor ini, mulai dari tawuran, penjambretan, perusakan fasilitas umum, pembunuhan dan lain-lain. Fenomena geng motor ini telah terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Dengan adanya aksi vandalisme yang dilakukan geng motor juga berdampak negatif pada stigma klub motor. Klub motor yang sejatinya memiliki kegiatan positif, beberapa tahun belakangan labeling pada klub motor menjadi negatif. Banyak masyarakat yang cenderung menyamaratakan antara kelompok geng motor dengan klub motor. Padahal 2 kelompok tersebut sangat berbeda jauh, baik dari aktivitasnya maupun kultur di dalam kelompok itu sendiri.

Untuk kategorisasi kelompok sepeda motor ini, dapat dibedakan menjadi 3 kategori atau kelompok. Pertama, adalah klub motor (resmi). Yang dimaksud dengan klub motor ini adalah klub-klub motor yang secara resmi sudah terdaftar dalam Ikatan Motor Indonesia (IMI). Biasanya klub motor ini akan diundang dalam acara-acara resmi yang diadakan oleh IMI, seperti musyawarah anggota, seminar safety riding, dan lain-lain. Tidak hanya itu, tidak jarang juga klub-klub motor ini mengadakan acara bakti sosial sebagai bukti kepeduliannya pada kondisi sosial-masyarakatnya. Klub-klub yang menjadi anggota IMI pun cenderung dapat bertahan atau eksis dalam waktu yang lama.

Kedua, adalah komunitas atau lebih sering disebut bikers community. Kelompok ini sebenarnya tidak terdaftar secara resmi di IMI atau forum bikers lainnya yang mengikat sehingga bisa dikategorikan ilegal. Namun, meskipun ilegal, kelompok kategori ini memiliki aktivitas atau kegiatan yang positif seperti komunitas modifikasi motor, komunitas touring atau bengkel balap (bengkel untuk memodifikasi motor dengan setelan untuk balapan). Pembentukkan kelompok kategori ini hanya didasarkan pada kesamaan hobby dan kecintaan pada sepeda motor, serta didasarkan pada kesamaan tempat kerja, sekolah, kampus, kelompok masyarakat, teman sepermainan dan lain-lain. Khusus komunitas bengkel balap, mereka seringkali dianggap sebagai pengganggu masyarakat karena aktivitas mereka yang seringkali menggunakan jalur lalu lintas untuk balapan namun sebenarnya apabila diamati lebih lanjut, sebenarnya mereka adalah kelompok yang tidak terfasilitasi kegiatan dan hobbynya oleh pemerintah. Maka karena itu, sebenarnya pemerintah perlu mempertimbangkan juga untuk memfasilitasi kelompok ini.

Dan yang ketiga adalah geng motor. Kelompok ini juga ilegal layaknya bikers community. Namun yang membedakan antara geng motor dan bikers community adalah pada kegiatan serta kulturnya. Kegiatan geng motor ini lebih menjurus pada vandalisme seperti pengerusakan fasilitas umum, tawuran, pembunuhan, pengeroyokan dan lain-lain. Jadi, kasus yang beberapa tahun belakangan ini sempat heboh adalah ulah dari beberapa geng motor yang menyalahgunakan kebebasan berhimpun dan mudahnya mendapatkan atau membeli sepeda motor. Sebenarnya, yang perlu dilakukan untuk kelompok ini adalah pembinaan serta pendidikan karena banyak dari mereka yang masuk geng motor adalah karena kebutuhan mereka akan pengakuan dan menjadi jagoan. Keinginan mendapatkan pengakuan dan menjadi jagoan dapat dialihkan menjadi kegiatan positif apabila mereka mendapat pembinaan dan pendidikan yang layak, baik itu dari orangtua dan sekolah untuk langkah antisipasi serta pemerintah dan polisi untuk langkah rehabilitasi apabila langkah antisipatif telah gagal. Orangtua dan sekolah perlu mengajarkan soal moral di tengah masyarakat dan bagaimana menggunakan sepeda motor sebagai sarana untuk tujuan positif. Pemerintah dan polisi sebenarnya dapat mengkarantina anggota geng motor untuk dapat diberikan bimbingan, sehingga ke depannya, mereka dapat merubah prilaku menyimpang mereka menjadi hal positif yang dapat menjadikan dirinya sebagai pribadi yang berguna di tengah masyarakat.

Jadi, kesimpulannya adalah, yang pertama, masyarakat perlu membuka mata untuk dapat membedakan antara bikers (klub dan komunitas) dan geng motor karena pada dasarnya 2 hal itu berbeda dari segi kegiatan maupun kultur yang dibangun di dalam kelompoknya. Kedua, perlunya peran aktif dari pemerintah untuk turut serta memfasilitasi kegiatan yang pada dasarnya adalah positif seperti balapan atau modifikasi motor yang selama ini, komunitas-komunitas tersebut hanya dapat menunggu produk-produk komersial untuk mengadakan acara yang mendukung kegiatan mereka. Ketiga, perlu adanya pembinaan serta pendidikan bagi anggota geng motor agar dapat menjadi masyarakat dan bikers  yang memiliki kegiatan positif.

*Mahasiswa FISIP UB 2011 dan anggota LPM Kavling10 (UAPKM-UB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.