SELURUH CINTA UNTUK SANG MANTAN

0

Mantan terindah. Barangkali merupakan ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan Joko Widodo di lubuk hati Prabowo Subianto. Bagaimana tidak, meski sudah tak lagi bersama dalam struktur pemerintahan, Prabowo seakan tak bisa jauh-jauh dari Jokowi. Dalam berbagai kesempatan pidatonya, Prabowo tak malu-malu untuk memuji Jokowi dan bahkan menunjukkan rasa cinta mendalamnya dengan memekikkan “Hidup Jokowi!”.

Dari Jokowi untuk Prabowo

Dua kali menjadi lawan dalam kompetisi pemilihan presiden dan dua kali dikalahkan, tak lantas membuat Prabowo menutup pintu hatinya rapat-rapat pada Jokowi. Di tahun 2019, pasca kemenangan Jokowi untuk yang kedua kalinya dalam kontestasi pemilihan presiden, ia meminang Prabowo untuk menjadi menteri pertahanan. Prabowo, tentu saja, menerima pinangan itu dengan penuh semringah, melupakan getir dan susah payah para pendukung setianya. Dengan dalih rekonsiliasi kebangsaan, Prabowo sebenarnya hanya menunjukkan bahwa benci merupakan akronim dari benar-benar cinta dan, mungkin, tabiat haus jabatan.

Dari rival sengit, hubungan keduanya seketika berubah menjadi pembantu dan majikan. Dari adu debat di atas podium, seketika berubah menjadi foto bersama peresmian berbagai proyek pemerintahan. Dari niat untuk saling mengalahkan, seketika berubah menjadi umbar kemesraan. Dari pecatan tentara biasa, seketika menjadi pecatan tentara yang mengurus lumbung pangan—yang sayang, berakhir dengan kegagalan.

Usia senja, dua kali gagal dalam dua kali percobaan, dan lima tahun menjadi bawahan, ternyata tak serta-merta membuat Prabowo kapok mengikuti kontestasi pemilihan presiden. Sebaliknya, ia masih penasaran. Dan barangkali, lima tahun bersama Jokowi telah memberinya banyak kiat sukses untuk menjadi presiden. Maka, Prabowo berkeras hati: untuk yang ketiga kalinya memutuskan kembali mencalonkan diri menjadi presiden.

Sayang, saat Jokowi dan Prabowo sudah saling unjuk keakraban, Jokowi tak bisa menemani Prabowo menggapai mimpinya. Namun, bukan berarti tak ada jalan lain. Sebagai gantinya, Gibran Rakabuming Raka—putra sulung Jokowi—yang menjadi pasangan Prabowo. Jokowi seolah ingin berkata pada Prabowo, “Aku sudah tak bisa bersanding denganmu sebab waktu tak lagi mengizinkan. Namun, tak mengapa. Aku titipkan putra sulungku kepadamu dan aku pastikan bahwa aku akan selalu ada untukmu. Prabowo, aku berjanji.

Syahdan, Jokowi benar-benar selalu ada untuk Prabowo. Segala hal Jokowi lakukan agar Prabowo bisa menggapai cita-citanya. Bermodalkan kekuasaan, Jokowi mengerahkan semua yang ia miliki. Aparat keamanan negara, pendengung, pemengaruh, bantuan sosial, gestur, hingga pernyataan langsung; semuanya dimasifikasi untuk kemenangan Prabowo-Gibran. Jokowi bahkan tak segan-segan berpaling dari rumahnya—Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang melambungkan namanya—demi Prabowo. Bak kekasih yang rela melakukan apa pun demi sang tambatan hati, Jokowi melakukan bermacam cara agar Prabowo tak kalah lagi. Pada akhirnya, jerih payah Jokowi terbayar tuntas: Prabowo berhasil bercokol di kursi kepresidenan.

Dari Prabowo untuk Jokowi

Namun tak seperti Jokowi, Prabowo bukanlah kacang yang melupakan kulitnya. Prabowo tak melupakan jasa besar Jokowi. Sebaliknya, ia begitu takzim pada mantan Walikota Solo itu. Prabowo seakan kelimpungan dan tak berdaya bila tak ada Jokowi di dekatnya. Satu minggu sebelum Prabowo resmi dilantik menjadi presiden, misalnya, ia sowan ke rumah Jokowi di Solo. Berdalih membicarakan soal keberlanjutan seperti janji kampanyenya, konon di situ pula Prabowo berkonsultasi soal kabinet pemerintahannya kepada Jokowi.

Begitu pun seterusnya. Prabowo seolah tak bisa jauh dari keberadaan Jokowi. Prabowo terkesan tak mampu move on dari mantan rival sekaligus atasannya. Berkali-kali Prabowo melakukan pidato resmi dan berkali-kali pula Prabowo memuja-muja Jokowi. Bahkan saat masyarakat menderita karena kelangkaan elpiji tiga kilogram, saat masyarakat sengsara akibat kebijakan efisiensi, saat masyarakat memprotes dan mengkritik dirinya, Prabowo justru dengan bangga menyerukan “Hidup Jokowi!”. Seakan-akan apa yang ada dalam benak dan hati Prabowo bukanlah rakyat, melainkan Jokowi, Jokowi, dan Jokowi. Sungguh, romantis sekali.

Kian hari, rasa cinta Prabowo pada Jokowi tampaknya semakin membesar. Saat meresmikan bank emas beberapa hari lalu, Prabowo bahkan memarahi ajudan kesayangannya—Teddy Indra Wijaya—sebab tak menghadirkan Jokowi. Bagi Prabowo, dalam setiap peresmian proyek warisan Jokowi, maka mantan Gubernur Jakarta itu harus turut hadir untuk menyaksikannya. Melalui pidatonya, Prabowo juga menunjukkan kemurahan hatinya sekaligus rasa penyesalannya. Ia ingin bertemu langsung dengan Jokowi untuk meminta maaf.

Barangkali janji Jokowi untuk kembali menjadi rakyat biasa setelah purnatugas dari presiden tempo hari juga tak bisa terealisasi sebab cinta mendalam dari Prabowo. Bagaimana tidak, Prabowo membuat Jokowi kembali harus mengemban tugas yang teramat penting. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang dibentuk Prabowo melalui hasil dari kebijakan efisiensi menempatkan Jokowi sebagai dewan penasihat.

Sebagai badan yang tak bisa diaudit oleh BPK dan KPK kecuali atas seizin DPR—yang mayoritas telah satu gerbong dengan Prabowo—posisi dewan penasihat tentulah sangat krusial. Posisinya sejajar dengan dewan pengawas dan bertugas untuk memberi nasihat strategis bagi Danantara. Di sinilah bisa kita lihat bagaimana rasa cinta seluas samudera Prabowo pada Jokowi. Alih-alih memilih profesional dan ahli di bidang keuangan dan investasi, Prabowo lebih memilih Jokowi. Mungkin bagi Prabowo, tak ada seorang pun yang ia percaya melebihi kepercayaannya pada Jokowi.  

Masuknya nama Jokowi dalam nominasi finalis tokoh terkorup tahun 2024 versi OCCRP nyatanya tak menggetarkan kepercayaan Prabowo. Prabowo bak orang yang sedang dimabuk cinta: tutup mata dan tutup telinga soal apa kata orang tentang pasangannya. Bagi Prabowo, ialah yang lebih tahu Jokowi, bukan orang lain. Prabowolah yang lebih tahu bahwa Jokowi adalah sosok yang paling tepat untuk mengisi kursi dewan penasihat bagi badan yang akan mengelola aset negara setara lebih dari 14.000 triliun rupiah ini. Sungguh, keimanan yang tak ada duanya.

Mungkin, bagi orang awam, kedekatan mereka berdua mengisyaratkan ciutnya kepemimpinan Prabowo di hadapan Jokowi. Mungkin, orang awam akan melihat bahwa Jokowi terlalu ikut campur dan cawe-cawe dalam rezim Prabowo. Mungkin, orang awam akan melihat bahwa Prabowo tak bisa menanggalkan pengaruh Jokowi. Mungkin, orang awam akan melihat Jokowi sebagai candu bagi Prabowo yang sakau. Namun di antara semua kemungkinan itu, sejatinya ada satu hal yang tak disadari oleh para awam: bahwa kedekatan antara Prabowo dan Jokowi adalah kisah paling romantis di muka bumi.

Para awam gagal menyadari bahwa tak ada satu pun kisah di dunia ini yang lebih romantis dan lebih menyayat hati ketimbang kisah antara Prabowo dan Jokowi. Tak kisah Romeo dan Juliet, Odysseus dan Penelope, Ken Arok dan Ken Dedes, Jalaludin Akbar dan Jodha, Shah Jahan dan Mumtaz Mahal, ataupun Habibie dan Ainun. Prabowo dan Jokowi adalah kisah tersendiri yang melampaui seluruh kisah dari semua zaman, bahkan melampaui romantisme itu sendiri. Maka, berbanggalah sebab kita semua ditakdirkan untuk menjadi saksi hidup sebuah kisah yang akan dicatat oleh sejarah. Ya, tercatat sebagai romansa terbaik dalam memporak-porandakan negara.

Penulis: Dimas Candra Pradana

Ilustrator: Gracia Cahyadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.