PSYCHOCAMP 2024: WARISAN GAGAL YANG DILESTARIKAN
Bayang-bayang kegagalan Psychocamp masih rutin melewati isi kepala penulis. Mungkin setelah menjadi mahasiswa, berpikir kritis menjadi sesuatu yang tak terelakkan, apalagi melihat sebuah sistem yang kuno dalam pelaksanaannya. Padahal, saat ospek penulis “diajarkan”, diawasi, dan dievaluasi untuk menjadi mahasiswa yang disiplin oleh para kakak tingkat (kating). Namun, dalam realitanya, mengapa sistem yang mereka jalankan berkontradiksi dengan yang mereka utarakan?
Tujuan diadakannya acara ini adalah untuk bonding sekaligus ajang memilih ketua bagi angkatan penulis. Tetapi, kurangnya jumlah peserta menjadikan acara ini gagal mencapai tujuan tersebut. Tercatat kurang dari sepertiga, tepatnya hanya 76 dari total 248 mahasiswa baru Departemen Psikologi yang mengikuti acara Psychocamp.
Dalam orasi-orasi yang disampaikan oleh para kating, angkatan penulis selalu dikambinghitamkan karena tidak bisa mengajak angkatannya untuk ikut andil dalam acara tersebut. Alasan yang digunakan benar-benar tidak berdasarkan kenyataan. Mereka mencerca peserta dengan dalih “tidak solid” dalam mengajak teman-temannya. Seandainya mereka bisa bercermin, sistem yang mereka gunakanlah yang menjadi penyebab utama acara ini gagal.
Saat ospek, penulis mendengar dengan jelas bahwa para panitia menjelaskan Psychocamp 2024 bersifat TIDAK WAJIB. Dengan ketentuan tersebut, angkatan penulis jelas berhak untuk menentukan keikutsertaannya dalam Psychocamp. Meskipun terdapat agenda pemilihan ketua angkatan (ketang), sifat TIDAK WAJIB sudah menjadi alasan kuat bagi angkatan penulis untuk menentukan pilihannya. Dari sistem awal ini pun, para kating tidak seharusnya menyalahkan angkatan penulis dalam minimnya partisipan di acara Psychocamp.
Gajah di pelupuk mata yang tak tampak. Sistem administrasi psychocamp pun bermasalah, seandainya mereka tahu. Bayangkan, mereka menegaskan bahwa acara ini resmi dan merupakan tradisi psikologi dari sejak lama, tetap kop surat untuk perizinan pada orang tua peserta tidak ada. Bagaimana bisa perbuatan malaadministrasi ini terjadi di acara yang katanya penting? Dengan basic acara camp, perizinan pada orang tua peserta merupakan sesuatu yang krusial. Psychocamp sebagai acara penting sebaiknya tinggal angan saja jika hal sepenting administrasi pun luput dari perhatian.
Camping yang compang-camping
Unsur camp yang terdapat di nama judul acara kegiatan ini benar-benar hanya menjadi sebuah pajangan branding. Tujuan bonding yang digembar-gemborkan juga hanya terpampang sebagai omong kosong. Pasalnya, terlalu banyak agenda acara yang dilaksanakan membuat esensi camping hilang begitu saja.
Pikiran penulis mengenai camping adalah berkumpul satu sama lain, saling bercengkerama, bertukar pikiran mengenai indahnya alam waktu itu; namun yang terjadi di Psychocamp adalah sebaliknya. Para peserta disuruh duduk mendengarkan materi yang sudah bosan didengarkan saat ospek. Terlebih saat itu, cuaca sedang hujan dan peserta disuruh duduk tenang di tanah becek dengan dalih tidak membuat keributan saat pemateri berbicara. Penulis sangat berharap adanya kesadaran bahwa mereka lebih membuat kericuhan daripada para peserta.
Janji yang Tidak Terpenuhi
Suasana camp yang leluasa dan have fun selamanya hanya terukir sebagai janji. Banyaknya aturan yang diberlakukan terlalu membatasi kebebasan para peserta. Camp di tengah alam tentu menggugah jiwa untuk memanjakan retina. Apalagi setelah padatnya acara yang dilaksanakan, ditambah pemandangan city light yang disuguhkan, meresapi alam adalah keniscayaan. Namun, dengan tidak mengasyikkan, keleluasaan dihilangkan saat itu. Tepat pukul 23.00, para peserta diwajibkan memasuki tenda dan meninggalkan alam di luar sana.
Ukiran janji munafik itu juga memiliki bentuk lain, kali ini berupa fasilitas. Sebelumnya, diberitahukan bahwa fasilitas camp akan nyaman, terutama kamar mandi. Lebih manis lagi, dijanjikan bahwa di dalam kamar mandi yang “nyaman” itu terdapat water heater. Namun, layaknya trend 5 tahunan, janji itu hanya dilontarkan tanpa bukti, bahkan kamar mandinya tidak bisa dikatakan layak karena kondisi kebersihan yang memprihatinkan.
Psychocamp untuk Kesetaraan Gender?
Kekagetan penulis tak tertahankan saat melihat unggahan akun instagram Himapsi yang menyangkut Psychocamp. Disebutkan bahwa tema yang diusung, “The Hidden Throne of Egypt”, memiliki upaya kampanye terhadap kesetaraan gender. Secara filosofis tidak salah, daftar pemimpin Mesir Kuno memang tidak memandang gender. Namun, hubungannya dengan agenda acara kali ini benar-benar patut dipertanyakan. Sebab, tidak ada satu pun penekanan hal itu sejak awal pendaftaran.
Sebenarnya, apa pikiran mereka tentang kesetaraan gender? Dalam pemilihan ketang, sudahkah nilai tersebut direalisasikan?
Meskipun sudah, persoalan mengenai gender tidak sesederhana itu. Menghubungkannya dengan pemilihan ketang merupakan pemikiran yang pragmatis. Kesetaraan gender adalah buah dari sejarah penindasan perempuan. Jika memang acara ini ditekankan untuk itu, maka seharusnya ada materi-materi tentang kesetaraan gender atau ruang bagi perempuan untuk berekspresi. Namun, tidak ada satu pun poin acara Psychocamp yang menyangkut hal tersebut.
Dapat diamati bahwa beberapa kesalahan sudah terjadi bahkan sejak awal pendaftaran Psychocamp. Apa lagi alasan untuk menyalahkan angkatan penulis? Jika memang acara ini penting, benahi dulu sistemnya, administrasinya, filosofinya dan lain-lain yang menyangkut kenyamanan peserta. Selama hal-hal tersebut belum terpenuhi, tidak ada alasan bagi mahasiswa baru untuk harus mengikuti Psychocamp.
Penulis: Muhammad Tajul Asrori (anggota magang)
Ilustrator: Gracia Cahyadi