BULETIN PIKSILASI EDISI II 2024
Seorang anak SMP merasakan jatuh cinta pertamanya. Ia pun menuliskan surat cinta dan sepulang sekolah ia letakkan surat itu di laci meja orang yang ia taksir. Keesokan harinya surat itu dibaca oleh orang yang dituju. Keduanya kemudian saling berbalas surat cinta. Dan selanjutnya, sebagaimana cinta monyet pada umumnya, ia tak bertahan lama.
Seorang Ibu yang sedang mengandung membacakan dongeng untuk buah hatinya. Sesekali ia usap perutnya layaknya sedang mengusap kepala sang bayi. Tak mau kalah, sang bayi membalas kisah dongeng yang dibacakan sang Ibu dengan tendangan-tendangan kecil. Seutas simpul senyum terlukis di wajah sang Ibu.
Seorang anak kehilangan kedua orang tuanya. Warga di sekitarnya berbondong-bondong mengasihaninya. Mereka mengurus jenazahnya, mempersiapkan prosesi pemakaman, mengadakan acara tahlilan, dan mengurus kebutuhan si anak. Tak ada alasan apa pun selain soal kemanusiaan.
Seorang pemuda membawa sebuah ransel berisi bom. Dengan satu tarikan napas dan teriakan takbir, ia meledakkan bom beserta dirinya tepat di depan gereja. Sebagian dinding gereja hancur, tanaman-tanaman di sekitarnya turut hangus, beberapa hewan di dekatnya ikut mati, dan beberapa orang menemui ajalnya. Atas soal kasih Tuhan yang ia maknai secara keliru, ia menyakiti makhluk lain.
Sekelompok umat beragama menengadahkan tangan. Senandung doa dipanjatkan. Di dalam masjid, di dalam gereja, di dalam pura, di dalam wihara, di dalam kelenteng, di punden, di sebuah tempat yang disakralkan, di lapangan terbuka, di dalam atau di luar rumah, di mana pun. Di dalam hening maupun bising mereka menjaga sebuah hubungan. Hubungan antara Yang Maha Kuasa dengan yang tak berdaya. Antara Yang Maha Pengasih dengan si peminta. Antara Yang Maha Suci dengan insan yang kotor. Antara Yang Maha Pengampun dengan si pendosa. Antara Tuhan dengan manusia.
Begitulah, menjadi manusia artinya tak pernah terlepas dari interaksi. Hakikat manusia sebagai makhluk sosial tak hanya terbatas dalam interaksinya dengan sesama manusia, melainkan dengan semua makhluk sekaligus penciptanya. Dengan tanaman, hewan, alam, Tuhan, bahkan benda mati. Dengan dasar kasih sayang maupun kebencian, interaksi akan tetap ada. Ia tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia sejauh apa pun usaha untuk menghindarinya. Sebaliknya, sesedikit apa pun usaha untuk mengenangnya, interaksi akan tetap terekam. Ia menjelma: menjadi sebuah ingatan yang—setidaknya—mengisi relung-relung memori para pelakunya. Sebuah ingatan yang entah akan terlupakan begitu saja atau tersimpan kekal abadi.
Layaknya ingatan yang merekam berbagai macam interaksi, Piksilasi Edisi X mencoba melakukan hal serupa. Setiap karya yang termaktub dalam buletin ini akan menjadi memori dari interaksi-interaksi yang telah terjalin, baik itu interaksi yang nyata maupun interaksi imajiner. Singkatnya, buletin ini adalah pengabadian segala interaksi.
Lebih dari itu, Piksilasi kali ini juga menampilkan karya para pemenang lomba esai fotografi dalam rangka Dies Natalis Kavling10 ke-41. Kepada mereka yang turut mengabadikan berbagai interaksi, buletin ini merupakan sebuah apresiasi.
Terakhir, kepada siapa pun yang membaca buletin ini, sila rekam baik-baik segala bentuk interaksi. Sebab mungkin suatu saat nanti rekaman itu akan berguna atau mungkin juga tidak. Selamat membaca!
Sila baca dan unduh secara cuma-cuma Piksilasi Edisi II 2024 melalui laman ini atau tautan berikut.