Penanganan Kasus Kekerasan Seksual FH UB Dinilai Lamban, Satgas PPKS UB Beri Tanggapan
MALANG-KAV.10 Pada Jum’at (22/3) pukul 16.44, sebuah akun X dengan nama pengguna @Tuntung1906 membuka suara mengenai kekerasan seksual yang dialaminya pada (24/2) dengan pelaku yang merupakan seorang mahasiswa pertukaran pelajar di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), berinisial FZ.
Dalam cuitannya, korban mengatakan bahwa ia sudah melaporkan kasus ini kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UB sejak tanggal (29/3), tetapi tercatat hingga tanggal (13/3) belum ada perkembangan yang signifikan.
Menanggapi hal tersebut, Hemalia selaku Koordinator Divisi Advokasi dan Hukum Satgas PPKS, mengatakan bahwa penanganan yang dilakukan oleh Satgas PPKS UB hingga saat ini masih dalam proses di tahap pemberian rekomendasi sanksi. “Rekomendasi sudah sampai ke dekanat FTP dan pihak dekanat masih mendiskusikan rekomendasi itu dengan jajaran mereka,” katanya.
Mengenai penanganan kasus yang dinilai lamban, ia memberikan penjelasan bahwa penanganan kasus sudah berjalan sesuai dengan prosedur. Hemalia menjelaskan bahwa Satgas PPKS membutuhkan waktu untuk menyimpulkan kebutuhan penyintas, menindaklanjuti kebutuhan penyintas dengan membuat jadwal antara Satgas PPKS dengan pelaku, kemudian melakukan koordinasi dengan dekanat dan komisi etik, lalu menyesuaikan dengan jadwal dosen serta tenaga ahli. Namun, ia juga menyampaikan kendala yang dialami oleh Satgas PPKS sendiri. “Penanganan semua kasus, terbatas karena SDM kita (Satgas PPKS UB, red.) juga tidak sebanyak itu sehingga kita harus mengatur penjadwalan,” ujarnya.
Banyaknya laporan kasus serupa pun menjadi salah satu alasan proses penanganan tidak secepat yang diharapkan. “Kita tidak bisa memprioritaskan kasus satu dengan yang lain, terutama kalau misalnya kasus yang masuk setelah kasus lain itu degree of harm atau urgensinya tidak lebih dari kasus yang sebelumnya masuk. Prioritisasi kita berdasarkan waktu masuk dan urgensi kasusnya. Jadi, memang sayangnya penanganan kasus itu tidak ada yang cepat, ini terjadi di semua satgas universitas. Bahkan, penanganan kekerasan seksual di ranah kepolisian,” jelasnya.
Akibat mencuatnya kasus ini, Hemalia menyatakan bahwa pelaku sempat mendapat banyak tekanan hingga akhirnya memutuskan untuk pulang ke negara asalnya. “Pelaku saat ini posisinya sudah di negaranya dan takut pulang ke Indonesia karena ancaman, juga (pelaku pernah mendapatkan, red.) physical violence. Jadi, dia itu sempat dapat physical assault ketika dia di Indonesia sehingga dia takut pulang ke Indonesia,” tambahnya dalam wawancara dengan awak Kavling10, Jum’at (17/5).
Sementara itu, Kementerian Pengarusutamaan Gender (PUG) BEM FH pun turut memberikan pendampingan terhadap korban yang merupakan mahasiswa tingkat akhir di FH UB. “Untuk pendampingan sendiri sudah ada dari kita, kita sempat beberapa hari setelah hal itu viral, hari itu juga reach out ke korban dan juga kita besoknya sempat ketemu korban,” ujar Joyfeline selaku Menteri PUG BEM FH.
Kemudian dalam berjalannya kasus ini, Joyfeline menambahkan bahwa terdapat beberapa pihak lain yang memberikan penanganan. Seperti, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang Raya dan juga Woman Crisis Center (WCC) Dian Mutiara. Sejauh ini, informasi yang didapatkan bahwa pelaku sudah dijatuhi hukuman administrasi dan pulang ke negaranya. “Kasus ini ditangani kembali oleh satgas dan dijatuhi hukuman administrasi yang sempat aku dengar dan tahu dari Penasihat Hukum yang mendampingi korban juga, sanksinya berupa pencabutan beasiswa, hak untuk tinggal, dan semacamnya,” tuturnya dalam wawancara dengan awak Kavling10, Senin (13/5).
Mengenai pencabutan beasiswa pelaku yang disebutkan oleh Menteri PUG BEM FH, sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh Satgas mengenai proses pemberian sanksi yang masih dalam tahap rekomendasi. Walaupun, Hemalia sempat mengatakan bahwa memang ada ancaman beasiswa pelaku tidak akan berlanjut.
Penulis: Fine Jenniary
Editor: Maria Ruth Hanna Lefaan