KEJANGGALAN SISTEM PENILAIAN PROGRAM KONVERSI MMD

0

MALANG-KAV.10 Berselang 4 bulan setelah berakhirnya MMD, Eksekutif Mahasiswa (EM) membuat program konversi nilai pengganti MMD yaitu Eco-Tourism. Program tersebut diinisiasi menjadi program kerja yang mampu direkognisi akademik demi memenuhi mata kuliah KKN. Faktanya, ditemukan beberapa kejanggalan dalam penilaian. Terdapat celah pengawasan dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), hingga administrasi yang dimanipulasi oleh mahasiswa.

Melalui salah satu panitia yang tidak mau disebutkan namanya saat diwawancarai awak Kavling10 pada Senin (27/11), dikatakan bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaan program kerja Eco-Tourism. Meskipun begitu, telah diberlakukan sistem yang memastikan semua anggota dapat lulus walaupun tidak memenuhi tanggung jawab mereka dalam program kerja. “Jadi sistemnya itu kan seharusnya 181 jam buat MMD ya sebenarnya. Tapi tidak memenuhi itu, maka dari itu mereka memanipulasi data,” cuapnya. Tidak berhenti di situ, kecurangan juga terjadi pada bagian administrasi. Dijelaskan oleh narasumber yang sama, manipulasi administrasi dilakukan dengan cara memalsukan data keikutsertaan. Keikutsertaan anggota hanya terlampir dengan goresan pena, namun tidak di lapangan. 

Panitia tersebut memaparkan bahwa sebenarnya terdapat pushback dari anggota EM terhadap konversi MMD, “Sebenarnya ada beberapa yang gak suka. Tapi terpaksa. Memang karena tuntutan dari EM sendiri dan terikat. Salah satunya BPH itu ada yang menolak tapi tetap disuruh untuk ikut. BPH dan sekjen tiap kementerian wajib, sisanya yang mau ikut aja.” Terkait kecurangan yang telah terjadi, sejauh pemahaman dari panitia yang telah diwawancarai, tidak ada konsekuensi yang berlaku.

Dalam pelaksanaan program konversi MMD, terdapat dua peran dosen yang diterapkan. Dosen pembimbing yang berada di lapang sebagai pengawas kinerja mahasiswa dan dosen penguji yang diisi oleh Dekan WD 3 seluruh fakultas. “Komponen penilaian berasal dari dosen pembimbing dan dosen penguji. Pembimbing itu yang memastikan keaktifan dari anggota. Mana yang aktif, mana yang tidak pernah ke lapang. Penguji memastikan kesesuaian rencana dengan apa yang dilaksanakan, menilai pemahaman, dan menilai situasi yang ada di lapang” terang Abu Bakar Sambah pada Selasa (28/11). Ia menegaskan bahwa sebelum melangkah pada tahap pengujian, terdapat administrasi yang harus dipenuhi seperti logbook dan laporan.

Mengenai kecurangan administrasi berupa ketidakikutsertaan yang dituliskan hadir, Abu Bakar Sambah memberikan gagasan peranan dosen bersifat penting. Dosen pembimbing bertugas melakukan visitasi lapang dan mengetahui keaktifan mahasiswa. Uji kemiripan hasil pengerjaan mahasiswa juga menjadi mekanisme yang sedang dibangun. Meskipun tidak menampik bahwa antar mahasiswa melakukan kegiatan yang sama, jika pengerjaannya dilakukan mandiri, maka gaya bahasa akan berbeda-beda. Apabila kemiripan hingga 90% akan diindikasikan copypaste. Sejak awal pada sosialisasi, sejatinya telah disampaikan pembuatan data administrasi dilakukan secara mandiri. Tes case dilakukan dengan cara pengujian satu persatu untuk verifikasi keberadaan mahasiswa di lapang beserta tingkat pemahamannya.

“Mengenai penanggulangan (kecurangan administrasi dan kehadiran DPL, red.), nanti mungkin coba kami bangun sistem monitoring dosen pembimbing. Verifikasi akhirnya pada saat ujian. Untuk sistem keadilan, nilai bisa tidak sama. Tergantung komposisi pekerjaan siapa yang lebih banyak,” tukas Abu Bakar Sambah.

Penulis: Rafi Maruf Nugraha dan Naufal Rizqi Hermawan (Anggota Magang Kavling10)
Editor: Jihan Nabilah Yusmi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.