Album Kesedihan: Dari Alzheimer Hingga Demensia

0

 

Apa album musik paling sedih yang pernah anda dengarkan? Apakah album galau ketika anda patah hati? Atau yang lainnya? Tetapi pernahkah anda mendengarkan album yang memiliki nuansa kesedihan psikologis? Pernahkah anda mendengar sebuah album yang berjudul “Everywhere at The End of Time” yang dinilai banyak orang sebagai album paling sedih yang pernah ada?

“Everywhere at the End of Time” adalah sebuah album musik yang terdiri dari enam bagian yang masing-masing mewakili tahap-tahap terpisah dari demensia. Album ini diciptakan oleh Leyland James Kirby dengan nama samaran ‘The Caretaker’. Setiap bagian dirilis secara terpisah antara tahun 2016 dan 2019. 

Berdurasi enam jam tiga puluh menit, album ini mengusung genre ambient, avant-garde, dark ambient, electronic, experimental, dan plunderphonics. Musiknya dimaksudkan untuk meniru memburuknya gejala dalam enam tahap demensia, dengan setiap tahap menjadi lebih kacau dan mengerikan dari sebelumnya. Konseptualisasi album ini telah dipuji karena penggambarannya yang sangat emosional terhadap demensia. Album ini dianggap sebagai salah satu album terbaik pada tahun 2010-an dan dianggap sebagai karya magnum opus (karya terbesar) dari Kirby.

Alzheimer dan demensia adalah suatu hal berbeda namun saling  berkaitan. Demensia adalah sebuah kondisi yang ditandai dengan penurunan kemampuan mengingat, berkomunikasi dan beraktivitas, sedangkan alzheimer merupakan sebuah penyakit yang menjadi penyebab umum dari kondisi  demensia. Penggambaran  demensia dan Alzheimer dalam album ini adalah pengalaman yang menggugah dan menyentuh. Dengan menggunakan musik ambient yang melankolis dan pengaturan suara yang berbeda, album ini menggambarkan perjalanan yang kompleks dari kedua kondisi tersebut.

Dalam penggambaran demensia, album ini menciptakan gambaran tentang kekacauan dalam pikiran dan ingatan. Suara-suara yang samar dan kabur mencerminkan perubahan dalam persepsi dan realitas, sementara melodi yang melambat menunjukkan penurunan dalam kejernihan pikiran. Musik ini juga membangkitkan perasaan kehilangan dan kekosongan yang sering terkait dengan demensia, memberikan perspektif yang kuat tentang pengalaman emosional dari individu yang menghadapi kondisi ini.

Sedangkan penggambaran Alzheimer dalam album ini memperlihatkan penurunan bertahap dalam kejernihan pikiran dan ingatan. Musik yang semakin kabur mencerminkan perubahan yang terjadi dalam pikiran, menyoroti pengalaman kebingungan dan kehilangan memori. Album ini berhasil menggambarkan perasaan kekosongan dan ketidakberdayaan yang sering terkait dengan Alzheimer, memberikan pandangan yang mendalam tentang perjuangan psikologis dari individu yang mengalami kondisi ini.

Album yang memiliki 6 bagian ini memiliki total 50 judul album dengan durasi album yang berbeda-beda. Stage pertama dari album ini, membawa pendengar pada suasana yang masih jelas dengan kenangan yang berubah. Melodi piano yang indah menciptakan perasaan nostalgia, tetapi juga menggambarkan gejala awal penyakit Alzheimer. Stage ini menghadirkan perasaan yang rumit antara keindahan musik dan ketidakpastian yang muncul.

Pada stage kedua, gejala penyakit Alzheimer semakin parah. Melodi piano yang dulunya indah menjadi terdistorsi dan terputus-putus, mencerminkan kehilangan ingatan dan kebingungan yang semakin meningkat. Stage ini menghadirkan perubahan dramatis dalam pemikiran yang rapuh, di mana pendengar dapat merasakan betapa membingungkannya proses yang terjadi dalam pikiran seseorang yang mengalami penyakit ini.

Stage ketiga, menunjukkan perjuangan yang semakin kuat melawan penyakit Alzheimer. Suara-suara muram, suara yang rusak, dan melodi yang hancur mencerminkan kekacauan mental yang semakin parah. Stage ini mengekspresikan perasaan putus asa dan kehilangan kendali atas pikiran. Pendengar dapat merasakan betapa sulitnya berjuang melawan penyakit ini dan kesedihan   yang melingkupinya.

Pada stage keempat, kebingungan semakin mendalam. Nada-nada dan suara-suara tidak teratur mencerminkan kesulitan dalam memproses informasi dan kehilangan identitas diri. Stage ini menghadirkan perasaan kehilangan diri dan kebingungan terhadap dunia sekitar. Pendengar dapat merasakan betapa sulitnya menjaga keterhubungan dengan realitas di tengah-tengah penyakit ini.

Stage kelima, keadaan menjadi semakin kacau dengan suara-suara bertabrakan dan terdistorsi. Ini menggambarkan kondisi pikiran yang hampir tidak terkendali, di mana kenangan masa lalu sulit diakses dengan jelas. Stage ini menciptakan suasana mencekam dan membingungkan, seolah-olah pendengar merasakan kekacauan dan kesulitan dalam mencerna informasi.

Stage terakhir, menunjukkan kondisi pikiran yang hampir kosong dan kehilangan identitas secara total. Suara-suara samar dan hancur, seperti sisa-sisa memori yang hampir hilang, menciptakan suasana yang sangat menyedihkan. Stage ini mengakhiri perjalanan dengan nuansa kesedihan dan kekosongan. Pendengar merasakan betapa kosongnya pikiran dan betapa sulitnya bersikap tenang di tengah-tengah kondisi ini.

Secara keseluruhan, album ini masih sangat jarang diketahui oleh khalayak umum. Namun disisi lain, album ini menawarkan sensasi dan pengalaman yang berbeda dari kebanyakan album musik yang ada. Album ini menawarkan sensasi bagaimana posisi seseorang yang mengalami demensia atau penyakit Alzheimer. Album ini menunjukan bagaimana rasa takut, kehilangan, kekosongan dan kesedihan dari perkembangan demensia. Album ini sudah selayaknya didengar dan mendapat perhatian lebih mengingat perlunya memahami bagaimana kondisi seseorang yang terkena Alzheimer atau demensia.

“Neque porro quisquam est qui dolorem ipsum quia dolor sit amet, consectetur, adipisci velit…”

“There is no one who loves pain itself, who seeks after it and wants to have it, simply because it is pain…”

Marcus Tullius Cicero

Penulis: M. Fahrezy (Anggota Magang)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.