PAMERAN 1 TAHUN TRAGEDI KANJURUHAN: MERAWAT INGATAN YANG MULAI KABUR

0

Lantang suaramu otot kawat tulang besi

Susu telur kacang ijo ekstra gizi

Runtuh dan tegaknya keadilan negeri ini

Serdadu harus tahu pasti

Serdadu baktimu kami tunggu

Tolong kantongkan tampang serammu

Serdadu rabalah dada kami

Gunakan hati jangan pakai belati

Serdadu jangan mau disuap

Tanah ini jelas meratap

Serdadu jangan lemah syahwat

Nyonya pertiwi tak sudi melihat

MALANG-KAV.10 Demikian sepenggal puisi itu menampilkan diri di tembok Galeri Seni FIB UB. Penggalan itu bercerita tentang perjuangan keluarga korban tragedi kanjuruhan yang masih menyuarakan rasa ketidakadilannya setelah satu tahun berlalu. Keresahan dari para keluarga korban dan aktivis perdamaian tersebut diwadahi oleh Himaprodi Seni Rupa dan BEM FIB UB melalui gelaran pameran seni yang dilaksanakan selama empat hari yakni dari tanggal 25-30 September 2023.

Selain menampilan karya-karya seni dan sastra, rangkaian acara memperingati satu tahun kanjuruhan tersebut juga menampilkan monolog dari Teater Lingkar FIB UB sebagai pembuka acara. Menampilkan dua film dokumenter Watchdoc perihal Kanjuruhan dan perjalanan Abah Midun, puncak acara tersebut digelar dengan menghadirkan empat narasumber untuk melihat dari berbagai sudut pandang.

Mengayuh Keadilan Malang-Jakarta

Satu dari tiga narasumber yang dihadirkan adalah Miftahudin Ramli atau biasa dikenal dengan Abah Midun. Sosoknya dikenal usai aksinya bersepeda selama 14 hari dari Stadion Kanjuruhan, Malang, menuju Senayan, Jakarta. Itu ia lakukan untuk menyuarakan keadilan dan persatuan antar supporter. Belakangan ia dijuluki sebagai Bapak Perdamaian Suporter Indonesia.

Aksi ”gila” itu ia lakukan atas dasar empatinya terhadap keluarga korban tragedi kanjuruhan. Dengan bermodalkan sepeda yang dihias dengan keranda di belakangnya, pria berumur 53 tahun itu nekat memulai perjalanannya dari Malang hingga Jakarta. Pada setiap kota yang ia singgahi, Pak Midun akan mengunjungi stadion-stadion untuk menyatukan visi seluruh supporter di Indonesia dan menciptakan solidaritas antarsesama.

”Saya dari dulu memang (memiliki, red,) hobi touring naik gunung, saya tahun 2022 sudah pernah ke Sumatra, tahun 2023 rencananya saya mau ke NTT. Cuma sejak kejadian itu saya berubah kepikiran. Karena sejak kecil saya suka sepakbola, kemudian saya juga sering mendukung Arema. (Akhirnya, red) saya harus manfaatkan hobi saya itu untuk Kanjuruhan.” Begitu ujar Abah Midun saat ditanya apa motifnya bersepeda ke Jakarta.

 Abah Midun berangkat tanggal 3 Agustus 2023 dan sampai di Jakarta minggu terakhir di bulan yang sama. ”Sepanjang perjalanan Alhamdulillah, banyak orang yang memberikan sambutan dan bantuan dengan luar biasa,” katanya ketika menjelaskan bagaimana sambutan masyarakat terhadap aksinya.

Menjaga Ingatan Yang Dikaburkan

Perjuangan mencapai keadilan bagi korban masih digencarkan oleh para keluarga korban yang telah beraliansi. Sekali pun, tutur salah seorang keluarga korban, berbagai macam bentuk intimidasi mereka dapatkan. ”Mereka (oknum aparat, red) berusaha memecah belah kami,” ujar salah seorang keluarga korban yang hadir di acara yang diselenggarakan di Teras Budaya Gedung A FIB UB itu.

Hatib Abdul Qadir selaku akademisi, tidak sepakat atas apa tindakan aparat yang menyasar korban dan keluarga korban. Baginya, ”Polisi harusnya hanya mengurus urusan-urusan sipil bukan membunuh warga sipil,” katanya yang juga hadir sebagai pembicara terakhir.

Keluarga korban juga banyak menyayangkan usaha-usaha pemerintah untuk menghapuskan ingatan atas tragedi satu silam itu. Oleh karenanya, Hatib menegaskan bahwa warga Indonesia harus tetap kritis dalam menghadapi startegi pemerintah yang mengalihkan perhatian masyarakat terhadap Tragedi Kanjuruhan.

Sebagaimana disampaikan Hatib, beberapa usaha untuk mengubur ingatan tersebut adalah dengan adanya pengalihan isu, seperti ramainya pemberitaan perihal penyelenggaraan piala dunia U-20. Baginya, rasa duka adalah hak bagi setiap manusia seperti halnya hak untuk makan, berpakaian dan lain sebagainya. ”Jangan biarkan rasa duka yang anda rasakan dihilangkan oleh pemerintah dengan menawarkan iming-iming perdamaian, karena ada hak berduka yang perlu kalian pertahankan ketika ditinggalkan oleh keluarga dan hak tersebut sama persis atau setara dengan hak anda untuk makan, hak untuk berpakaian, hak untuk anda memilih negara. Jadi jangan sampai hak berduka tersebut dihilangkan oleh pemerintah,” tutur Hatib di akhir sesinya.

Talkshow tersebut ditutup dengan pernyataan sikap, bahwa menjunjung tinggi keadilan adalah keutamaan yang harus diberlakukan serta tidak menganut suatu kepatuhan atas dasar hierarki semata. Sedangkan harapan dari keluarga korban adalah kasus ini jangan sampai berujung sebagai tanda pagar saja tapi juga bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan.

*Ralat: Kutipan di awal berita adalah penggalan lirik lagu Iwan Fals-Serdadu, bukan kutipan puisi yang dipamerkan dalam pameran sebagaimana disebutkan dalam paragraf pertama berita di atas.

Penulis: Sahnaz Istiqomah
Editor: Moch. Fajar Izzul Haq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.