SEBERAPA AMANKAH DATA KITA?


Melihat beberapa permasalahan serta peristiwa yang beberapa waktu terakhir ini erat kaitannya dengan data pribadi yang bocor kepada pihak anonim, dengan disusul oleh beberapa tanggapan yang sangat kontroversial yang diberikan oleh pihak pemerintah baik dalam tataran Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) maupun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta dari beberapa pejabat pemerintahan lainnya, membuat sebuah pertanyaan yang hadir dalam benak masyarakat Indonesia yang sedang dalam masa digitalisasi teknologi terutama dalam bidang komunikasi dan informasi ini tentang seberapa aman data mereka dan juga bagaimana keseriusan pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan untuk melindungi data pribadi mereka agar tidak bocor kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Tentu saja masyarakat makin puyeng Ketika dihadapi oleh ujian yang tiada henti-henti baik dari kontroversi RKUHP, lalu kenaikan harga BBM, dilanjutkan dengan permasalahan Kebocoran Data ini, “wes wong cilik, malah makin kecekik”
Seperti tidak ada kapoknya Kominfo melakukan berbagai tingkah yang cukup jenaka ini, yang mana hal ini diawali dengan kebijakan yang cukup kontroversial ketika kebijakan mengenai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) yang berlandaskan dari PP Nomor 71 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, dengan imbas memakan beberapa platform digital yang digunakan masyarakat terblokir, seperti Steam, Epic Games, Reddit, PayPal, dan lain sebagainya. Tentu saja hal ini menjadi sebuah guyonan ketika beberapa platform tersebut terblokir, akan tetapi beberapa situs judi masih subur dengan bebas, maka tak salah jika tagar #blokirkominfo sempat trending di media sosial. Kok bisa ya sampai ada kejadian unik seperti itu terjadi, penulis pun tak habis pikir.
Seperti tidak belajar dari beberapa kontroversi sebelumnya, hal ini pun terulang kembali dalam permasalahan kebocoran data. Dalam permasalahan kebocoran data PSE pada tahun 2021 memberikan sebuah refleksi bahwasannya kondisi dari keamanan siber di negara kita ini masih belum dapat terakomodir dengan cukup baik. Pasalnya dengan beberapa hal yang telah dilakukan yang menjadi kontroversi seperti pemblokiran sepihak yang telah dilakukan, terjadi kembali kebocoran data sebanyak 1,3 Miliar SIM Card pada periodesasi awal tahun ini membuktikan bahwa Kominfo dengan bermiliar anggaran yang mencapai 478 Miliar Rupiah saja, masih belum dapat menjamin serta melindungi keamanan data dari para masyarakat yang kian hari makin miris. Hal ini malah ditanggapi tidak serius dari pihak Kominfo yang mana menganggap bahwa hal ini bukanlah menjadi sebuah permasalahan yang serius, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pihaknya telah bertemu dengan operator seluler, pihak Pendudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Cyber Crime Polri, dan Dirjen PPI Kementerian Kominfo. “Dari hasil pertemuan itu dilaporkan data 2.000.006 sampel memiliki kemiripan namun tidak sama. Jadi dalam kesimpulan semua melaporkan tidak sama tapi ada yang kemiripan,” kata Semuel, di kantor Kementerian Kominfo pada (5/9). Dengan beberapa konfirmasi tersebut masih terdapat beberapa pengelakan yang masih menganggap bahwa masalah ini bukanlah suatu problem yang berarti, aduh tidak habis pikirlah para Kominfo terhormat ini.
Habis gelap terbitlah suram, diksi tersebut seperti tepat disandingkan pada kinerja Kominfo pada akhir ini. Bjorka, menjadi momok yang sangat hangat dalam perbincangan publik karena terdapat pro dan kontra terhadap aksi vandalisme dunia maya, dengan target peretasan yaitu Menteri Kominfo, Johnny G.Plate dan bahkan sampai data dari Presiden Joko Widodo pun tak luput dalam peretasan tersebut. Seakan tak memiliki rasa takut pada pemerintah yang sedang dilanda rasa gundah gulana dalam menghadapi hacker-hacker ini, Bjorka memberikan berbagai ultimatum untuk meremehkan bagaimana kegagalan pemerintah yang tidak dapat membendung ancaman yang berbahaya dalam akses perlindungan data masyarakat serta hal lain yang menjadi jaminan keamanan data seluruh masyarakat.
Terdapat pro kontra dalam masyarakat keberadaan Bjorka ini pun menuai pro dan kontra publik. Nama Bjorka juga kerap menjadi trending topic nomor satu di platform Twitter hingga Minggu ini. Tak sedikit masyarakat berbondong-bondong mendukung aksi peretas tersebut. Uniknya lagi, masyarakat juga menganggap sosok Bjorka sebagai pahlawan dan terus mengirim permintaan untuk meretas kasus-kasus negara yang masih menjadi misteri. Namun juga ada beberapa yang skeptis dari tindakan peretasan para petinggi negara yang melihat bahwa hal ini hanya pengalihan isu semata. Hmmm sangat menarik.
Namun lebih menarik lagi adalah tanggapan dari pihak Kominfo yang sangat membanggongkan. Pihak Kominfo sendiri memaparkan bahwa jangan sampai menganggap hacker ini pahlawan, ketimbang menyelesaikan problema yang ada. Ditambah kesalahan penangkapan yang terduga sebagai Bjorka dengan identitas seorang warga dari Madiun. Hal ini mengundang gelak tawa, karena pemerintah Indonesia dikatakan “idiot” oleh sang pemilik alter Bjorka yang asli. Sungguh memalukan saudara-saudara.
Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan bagaimana, di tengah geliat Revolusi Digital 4.0 yang dihadapi Indonesia pada hari ini, kita dihadapkan dengan sirkus pertunjukkan para generasi boomers yang memiliki minim kompetensi dalam permasalahan IT ini. Apakah kita hanya bisa pasrah dan selalu bertanya-tanya “Seberapa Amankah Data Kita?”.
Penulis: Mohammad Reynaldo
Editor: Mahesa Fadhalika Ninganti