DPM UB TERLIBAT DALAM RANAH EKSEKUTIF MELALUI PEMBENTUKAN KEPANITIAAN RAJA BRAWIJAYA 2022
MALANG-KAV.10 Berdasarkan redaksi yang tertulis pada Pasal 17 ayat (1) huruf D Undang-Undang Lembaga Kedaulatan Mahasiswa Universitas Brawijaya (UU LKM UB) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru Universitas Brawijaya (PKKMB UB), Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Brawijaya (DPM UB) sebagai Panitia Pengawas PKKMB turut menilai Calon Ketua Pelaksana PKKMB.
Redaksi pada pasal tersebut memunculkan perdebatan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Kamis (16/06), karena seolah-olah melanggengkan dwifungsi DPM UB pada pembentukan kepanitian RAJA Brawijaya.
Arya Rifqi Waradana, mahasiswa FISIP 2018 yang menjadi salah satu peserta RDPU, menilai bahwa posisi DPM UB pada seluruh pelaksanaan RAJA Brawijaya seharusnya hanya sebagai pengawas dari program kerja EM UB.
“Kalau misalnya memang PKKMB dipegang sama EM, ya sudah silakan dipegang sama EM, DPM hadir di situ sebagai dewan pengawas dari program kerjanya. Cuma, kalau misalnya mau dipegang sama DPM UB sendiri pun juga nggak masalah, tapi nggak usah melibatkan EM, biarkan dia berdiri menjadi program kerja tersendiri yang akhirnya otonom. Pertanggungjawaban di DPM UB hanya naik kepada Rektorat,” ujar Arya ketika dihubungi pada Jumat (24/06).
Arya juga menyayangkan cara kerja DPM UB yang tidak sistematis dan prosedural. Menurutnya, dengan empat fungsi yang ada, DPM UB seharusnya bisa lebih sistematis ketika menyusun produk hukum.
“Seharusnya mereka bisa memberi press release kepada publik bahwa telah dilakukan pengadvokasian mengenai peraturan ini, ini, ini, yang isinya ini, tapi ditolak sama Rektorat. Kan akhirnya publik jadi mengerti bahwa DPM UB hari ini memiliki permasalahan dalam tingkatan yang lebih tinggi di Rektorat,” sambung Arya.
Meluruskan hal tersebut, Ketua Badan Legislasi DPM UB, Ishom Avenzour Ardjawinata, menjelaskan bahwa proses pengawasan yang dilakukan oleh DPM UB tidak hanya berada di luar, tetapi juga di dalam mekanisme yang berjalan.
“Dari pihak DPM UB juga sadar, ternyata kata “pengawasan” ini perlu kita bedah kembali bahwasanya pengawasan itu bukan hanya proses dari melihat saja, tapi bagaimana kita juga ikut berkontribusi, dalam artian di sini ya kita ikut terjun bagaimana keadaan itu di dalam,” kata Ishom ketika dihubungi Jumat (24/06) lalu.
Ishom menuturkan bahwa keputusan ini didasarkan pada masukan EM UB. “Di awal kepengurusan DPM UB itu EM berkata begini kepada kita, ‘DPM kalau kita ke mana-mana ikut, dong.’ EM juga bilang bahwasanya kalian juga harus ikut bagaimana di dalam,” tambahnya. Masukan ini lantas ditafsirkan sebagai lampu hijau oleh DPM UB untuk ikut menilai Calon Ketua Pelaksana PKKMB.
Mengenai UU PKKMB yang telah sah, Ishom menilai secara keseluruhan sudah sesuai dan mewakili pandangan mahasiswa Universitas Brawijaya. Semua saran dari berbagai pihak sudah ditampung dan dipertimbangkan relevansinya sebelum dimasukkan ke dalam UU PKKMB.
Namun, bagi Arya, UU PKKMB yang telah disahkan oleh DPM UB tidak menjawab saran dan tuntutan yang diajukan mahasiswa pada RDPU. Menurutnya, kecacatan produk hukum PKKMB dipengaruhi oleh intervensi kekuasaan dan nihilnya kedewasaan berpolitik anggota DPM UB.
“Akhirnya yang mereka (DPM UB, RED.) coba selesaikan adalah momentum pelaksanaan PKKMB ataupun momentum politis yang harus diterapkan pada bulan-bulan ini, bukan hal yang akhirnya menjadi fundamental, yang akhirnya mengubah sistem politik ataupun sistem pengawasan yang akan berjalan di PKKMB dari tahun ini hingga tahun-tahun yang akan datang,” ungkap Arya.
Menanggapi hal tersebut, Ishom memastikan bahwa tidak ada unsur politis yang terselip di dalam DPM UB. “Di sini kita harus profesional karena itu juga yang dibawa sama ketua kita. Kita juga harus berintegritas, kita juga harus berkualitas dalam melaksanakan kegiatan di DPM UB.”
Meski demikian, Ishom mengakui bahwa DPM UB tidak mampu memenuhi target pengesahan UU PKKMB yang semula dijadwalkan pada akhir Mei. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses panjang nan rumit dalam pembahasan UU PKKMB menjadi faktor molornya pengesahan undang-undang tersebut.
“Bisa dikatakan molor karena kontribusi penuh dari anggota DPM UB. (Kami mempertimbangkan, RED.) bagaimana seharusnya undang-undang ini bisa bagus dan rancangan undang-undang ini tidak hanya berlaku untuk tahun ini, (tetapi, RED.) juga untuk kedepannya,” pungkasnya.
Penulis: Saiva Qotrunnada, Wahyu Rafianti Fitri
Editor: Alifiah Nurul Izzah