Ilustrasi : Dial-A-Law

Kekerasan yang dialami oleh perempuan tidak pernah hilang setiap tahunnya. Ratusan ribu perempuan mengalami kekerasan yang beragam, mulai dari kekerasan psikis, hingga kekerasan fisik dan seksual. Kekerasan terhadap perempuan sudah sejak lama meresahkan dan hingga sekarang bukannya teratasi, tetapi kasus-kasus kekerasan ini masih setia menghantui. Komnas Perempuan setiap tahunnya menerbitkan laporan mengenai data kekerasan terhadap perempuan. Laporan ini diterbitkan setiap bulan Maret untuk memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret. Laporan atau Catatan Tahunan yang kerap kali disingkat dengan CATAHU ini menampilkan data tahunan kekerasan terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan yang terdata dalam CATAHU Komnas Perempuan ini dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah KDRT atau privat yang merupakan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat, misalnya keluarga (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kerabat, maupun relasi intim seperti pacar. Ranah kedua adalah ranah publik atau komunitas di mana pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah, ataupun perkawinan, dan ranah terakhir adalah ranah negara di mana pelaku kekerasan adalah aparatur negara dalam kapasitas tugas.

Tulisan ini akan berfokus pada kasus kekerasan dalam ranah privat karena pada data yang diterbitkan oleh KOMNAS Perempuan, kekerasan dalam ranah tersebut selalu menempati posisi tertinggi dibandingkan dengan ranah lainnya. Tulisan ini juga hanya akan mengambil laporan dari lima tahun ke belakang, mulai dari CATAHU 2017, 2018, 2019, 2020, dan CATAHU 2021.

Terhitung dari CATAHU 2017 hingga CATAHU 2021, terdapat 46.252 kasus yang terjadi pada ranah privat. Dari lima tahun tersebut, pemegang kasus terbanyak adalah tahun 2019 dengan kasus sebanyak 11.105. Sedangkan tahun dengan jumlah kasus terendah ada pada tahun 2020, sebanyak 6489 kasus. Dari lima tahun tersebut, tidak ada penurunan ataupun kenaikan yang stabil. Jumlah kasus terus bergerak naik dan turun setiap tahunnya. Meskipun begitu, dapat diakui bahwa ada penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2020 dari tahun sebelumnya.

Dari lima tahun terakhir, kekerasan terhadap istri yang paling mendominasi dengan total kasus 25.841. Perbedaan yang sangat jauh dengan kasus kekerasan terhadap anak perempuan dan kasus kekerasan dalam pacaran yang masing-masing tidak mencapai sepuluh ribu; 8.738 dan 9.241. Kasus tertinggi pada kasus kekerasan terhadap istri ada pada tahun 2019, 6.555 kasus. Di tahun yang sama, jumlah kasus kekerasan terhadap anak perempuan juga berada di posisi pertama, yakni 2.341 kasus. Sedangkan untuk kasus kekerasan dalam pacaran, jumlah kasus terbanyaknya adalah 2.171 pada tahun 2016.


Diagram 1 Kekerasan Terhadap Perempuan berdasarkan CATAHU Komnas Perempuan 2017 – 2021

Kemudian mengenai data bentuk kekerasan seksual. Dalam data KOMNAS Perempuan, bentuk kekerasan yang mereka sajikan dalam datanya adalah kekerasan fisik, kekerasa seksual, kekerasan psikis, dan kekerasan ekonomi. Berdasarkan persentase pada CATAHU lima tahun ke belakang, kekerasan fisik selalu menjadi bentuk kekerasan terbanyak. Hampir setiap tahun jumlah kasus dengan bentuk kekerasan fisik mencapai lebih dari 40%, meskipun terdapat penurunan pada CATAHU 2021 yakni 31% persen. Kemudian jumlah kasus terbanyak berdasarkan kasusnya ada pada kekerasan seksual, kemudian kekerasan psikis, dan persentase paling sedikit pada kekerasan ekonomi. Tahun 2019 menjadi peringkat pertama (lagi) pada kekerasan fisik dengan 43%. Untuk kekerasan seksual, peringkat tertingginya dipegang oleh tahun 2016 dengan 34%. Kekerasan psikis tingkat tertingginya di tahun 2020 dengan 28% dan terakhir kekerasan ekonomi memiliki persentase tertinggi yang sama pada tahun 2017 dan 2019, yakni 13%.

Untuk kekerasan ekonomi dan psikis, pada tahun 2018 tidak dituliskan secara rinci jumlah maupun persentasenya. Dan untuk persentase dalam bentk-bentuk kekerasan tadi adalah persentase dari jumlah masing-masing tahun, bukan persentase dari keseluruhan data CATAHU lima tahun sebelumnya.

Pada CATAHU 2017 tidak dituliskan jumlah kasus berdasarkan pelakunya. Di setiap tahun, yang menempati posisi pertama pada pelaku kekerasan adalah kekerasan yang dilakukan oleh pacar, totalnya sebanyak 5.592 orang dan tahun terbanyaknya adalah tahun 2019 dengan 1.670 orang. Meskipun pacar terhitung sebagai pelaku terbanyak untuk kekerasan pada perempuan, tetapi sebetulnya keberadaan pelaku yang mendominasi adalah pelaku dari keluarga. Posisi kedua terbanyak untuk pelaku kekerasan adalah ayah kandung, dengan total 1.600 orang. Ini menandakan bahwa inses masih merajalela di kekerasan perempuan. Inses adalah hubungan yang dilakukan dengan keluarga sedarah misalnya paman, kakek, kakak, adik. Namun ada pula pelaku kekerasan yang merupakan ayah tiri dan angkat, seperti pada CATAHU 2020 pelaku ayah tiri dan angkat berjumlah 469 orang.

Kekerasan yang terjadi di lingkup keluarga, terlebih lagi pelakunya adalah inses membuat ruang bergerak perempuan pun semakin sempit. Pelaku inses ini akan dengan mudah melakukan kekerasan dan menekan korban karena mereka berada di posisi terdekat korban sehingga membuat korban pun tidak berdaya. Pelaku inses seolah memiliki kesempatan lebih dan power untuk mengontrol korban.

Dari data-data yang telah dipaparkan sebelumnya, bisa ditarik kesimpulan bahwa dalam kekerasan perempuan di ranah privat atau personal, kasus yang paling banyak terjadi adalah kekerasan terhadap istri. Sedangkan pelaku yang paling sering melakukan kekerasan adalah pacar, walaupun bisa dikatakan pelaku inses juga mendominasi. Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku inseslah yang menyebabkan banyaknya kekerasan terhadap istri maupun anak perempuan. Kekerasan fisik menjadi kekerasan yang paling banyak terjadi. Biasanya, berbagai bentuk kekerasan ini akan berkaitan dengan motif si pelaku. Selain itu juga bentuk-bentuk kekerasan ini bisa jadi saling berhubungan. Kekerasan fisik bisa jadi juga membuat kerusakan psikis pada korban. Belum lagi apabila urusannya sudah membahas tentang perekonomian yang berarti bisa juga merambah ke kekerasan ekonomi.

Untuk melawan kekerasan terhadap perempuan ini tidak bisa hanya dengan usaha lembaga-lembaga tertentu ataupun masyarakat, tetapi perlu juga didukung dengan kebijakan dari pemerintah yang tegas agar bisa turut melindungi keberadaan perempuan. Misalnya saja dengan mempertegas peraturan perkawinan. Dispensasi peraturan mengenai perkawinan sehingga mengizinkan untuk melakukan perkawinan di bawah umur merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya kekerasan terhada perempuan, terlebih kekerasan terhadap istri. Maka, peraturan harus bisa lebih bijak dengan pemikiran jangka panjang tentang dampak dari peraturan tersebut terhadap perempuan.

Penulis : Nafisah Aulia Rachma

Editor : Faisal Amrullah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.