Tim Bantuan Hukum Malang Bersatu Nilai Tindak Represif Aparat dalam Penangkapan Massa Aksi Berlebihan

0
Potret salah satu massa aksi yang diamankan pada Aksi Penolakan Omnibus Law Ciptaker (8/10). Foto: Istimewa

MALANG-KAV.10 Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja sebelumnya dilaksanakan pada Kamis (8/10), di beberapa kota termasuk Malang. Sebanyak 129 massa aksi di Malang berakhir diamankan Kepolisian Resor Malang Kota. Diindikasikan adanya pelibatan kekerasan dalam proses penangkapan tersebut.

Menurut rilis pers yang di keluarkan oleh Tim Bantuan Hukum Malang Bersatu, pihak Polresta Malang menggunakan kekuatan secara berlebihan dalam proses penangkapan. Seperti memukul dengan tongkat, menendang beberapa bagian tubuh sehingga mengalami luka-luka lebam dan memar, bahkan sebagian dilarikan ke rumah sakit setempat.

“Pihak Polresta Malang saat ini sudah membebaskan sekitar 128 massa aksi. Satu massa aksi sekarang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena ada indikasi dugaan perusakan fasilitas umum dan tindakan vandalisme,” ucap Daniel Siagian dari LBH Surabaya Pos Malang kepada awak Kavling10 pada Senin (12/10).

Sementara dari LBH Surabaya Pos Malang sendiri sudah melakukan upaya penangguhan penahanan terhadap massa aksi yang sedang di tahan di Polresta Malang tersebut.

Menurut Muhammad Ghanif selaku Menteri Kajian Aksi dan Strategi BEM FH UB Tahun 2020, indikasi represifitas aparat merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. “Sebenarnya masyarakat sendiri memiliki hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan dilindungi oleh konstitusi,” terangnya.

“Yang pertama jelas massa aksi harus mengetahui haknya sebagai warga sipil apa saja, lalu kita juga bisa menolak sebenarnya. Karena terkait penangkapan harus ada bukti yang jelas dan polisi tidak berhak sekadar melakukan pengamanan tanpa sebab” Ucap Muhammad Ghanif terkait responsivitas yang dapat dilakukan atas penangkapan massa aksi.

Menurutnya, korban juga berhak mendapatkan pendampingan dari lembaga bantuan hukum untuk menghindari adanya tindakan intimidatif atau kekerasan dari aparat kepolisian.

Selain itu, mendapatkan bantuan hukum untuk di dampingi  dalam segala proses pemeriksaan merupakan Hak Asasi Manusia dan hak konstitusional yang wajib diberikan dan dipenuhi oleh setip aparatur negara.

Hingga berita ini diterbitkan (19/10), hanya satu orang dari 129 massa Aksi Penolakan Omnibus Law Ciptaker yang statusnya pada akhirnya naik menjadi tersangka.

Penulis: Tiara Bakhtiar, Khairunnisa Andari Putri
Editor: Priska Salsabiila

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.