UB Lepas Posisi Korwil Jatim BEM SI, Presiden EM: Terlalu Mendominasi dan Ingin Fokus Internal

0

{"source_sid":"54A94D7C-208D-48D7-AEF8-4B39E7187419_1583196938042","subsource":"done_button","uid":"54A94D7C-208D-48D7-AEF8-4B39E7187419_1583196938035","source":"other","origin":"gallery"}

Presiden EM UB, M. Farhan Azis. Foto: Abdi

MALANG-KAV.10 UB tidak lagi memperpanjang posisinya sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) Jawa Timur BEM SI untuk keenam kalinya secara berturut-turut. Dalam proses pencalonan pun, UB tidak mengajukan diri menjadi calon Korwil seperti halnya Universitas Jember dan Universitas Internasional Semen Indonesia.

Presiden EM UB 2020 Muhammad Farhan Azis menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat UB melepas posisi Korwil Jawa Timur.

Faktor pertama adalah dominasi UB yang terlalu lama sebagai Korwil Jawa Timur. Dominasi ini, menurut Farhan, tidak baik bagi proses diplomasi UB dengan universitas lain yang ada di Jawa Timur.

“Teman-teman eksekutif di Jawa Timur juga sudah request ke UB untuk melepas posisi Korwil. Maksudnya, kita sudah lima tahun dan tidak memberi kesempatan ke yang lain,” kata Farhan.

Ia mengatakan tidak ingin meninggalkan kesan bahwa UB itu ‘maruk’. Walaupun, ia merasa UB masih memiliki kemampuan memegang posisi tersebut.

Azzam Izzudin membenarkan kabar bahwa sudah ada permintaan agar UB memberi kesempatan kepada kampus lain untuk menjadi Korwil. Kabar tersebut santer terdengar sejak tahun lalu. Namun, saat itu belum ada kampus yang siap menjadi Korwil menggantikan UB.

“Di tahun saya, teman-teman di Jatim telah melobby kita agar posisi Korwil digilir. Tapi akhirnya UB lagi yang dipercaya menjadi Korwil karena belum ada yang siap. Dengan catatan, harus ada persiapan pergantian Korwil atau regenerasi dari kampus lain supaya bisa punya peran lebih di struktural,” jelas Azzam selaku Presiden EM UB 2019.

Berbeda dengan pernyataan kedua Presiden EM UB, Ketua BEM UNEJ Fairuz Abadi menilai pergantian tersebut terjadi karena gerakan di Jawa Timur kurang masif. Hal tersebut merupakan evaluasi saat UB menjadi Korwil Jawa Timur.

“Kita melihat evaluasi di tahun kemarin, kan Korwilnya atas nama Azzam. Dari situ, teman-teman memang kurang merasa terakomodasi. Sehingga gerakan BEM SI di Jawa Timur kurang masif,” ungkap Fairuz.

Ia menambahkan, “Berbeda dengan gerakan nasional yang lebih masif. Kalau kita bandingkan dengan BEM Nusantara, gerakannya malah lebih masif di daerah. Tapi ini gak melulu menyalahkan UB loh ya”.

Ingin Berbenah di Internal

Pada tahun ini, UB tidak sama sekali memegang posisi struktural BEM SI. Selain posisi Korwil, ada pula posisi Koordinator Pusat (Korpus), Koordinator Media, Koordinator Forum Perempuan, serta Koordinator Isu (Korsu).

Dari sejumlah posisi yang tersedia, Farhan menjelaskan bahwa ia hanya menyanggupi menjadi Korwil. “Saya gak menyanggupi menjadi Korsu, apalagi Korpus,” katanya.

Menurut Farhan, dengan mengambil posisi Korsu atau Korpus, tugasnya sebagai presiden bersama Menteri Kastrat akan condong ke eksternal. Padahal, sambung Farhan, masih banyak urusan di internal Brawijaya yang perlu diselesaikan.

“Korsu ini tingkatnya nasional, jadi mengkoordinir kajian dari banyak universitas tentang suatu isu. Nah itu bebannya susah, saya tidak mau porsi saya lebih banyak untuk fokus di eksternal Brawijaya. Ibarat kata kalau Korsu saja tidak, apalagi Korpus” jelas Farhan.

Ia melanjutkan, “Dan saya merasa kemarin saat mencalonkan diri di Pemira, ya buat UB, bukan buat BEM SI”.

Dalam pemaparannya, permasalahan internal yang ingin diselesaikan oleh Farhan yakni mengenai program kerja yang perlu kejelasan. Program kerja tersebut antara lain, Orsim Brawijaya, Raja Brawijaya, dan Kampung Budaya.

“Saya ingin turun tangan dalam penyelesaian masalah di program kerja tersebut. Kalau tahun lalu kan, karena kita memegang peran di eksternal, akhirnya yang internal tidak terlalu dipegang,” ujarnya.

Pandangan Farhan tentang masalah di internal berbeda dengan pandangan Azzam. Presiden EM UB 2019 lalu itu juga menyetujui bahwa ada banyak permasalahan internal yang perlu diselesaikan. Hanya saja, masalah tersebut mengenai pendanaan UKM, kaderisasi anggota UKM, regulasi rektorat yang berkaitan dengan mahasiswa, serta biaya UKT.

“Ya banyak sih (Masalah internal di UB, red). Misal, pendanaan di UB yang akhirnya menjadi semakin rumit sekarang ini. Lalu kaderisasi, ya semacam program mahasiswa baru hingga keikutsertaan di organisasi kemahasiswaan di intra kampus,” ujar Azzam.

“Tahun lalu juga cenderung masalah regulasi seputar birokrasi dan mahasiswa. Saya rasa pelayanannya perlu dibenahi juga. Kemudian biaya kuliah, perlu banyak dikaji dan diadvokasi lagi,” sambungnya.

Bagi Azzam, tidak ada yang salah ketika EM UB tahun ini lebih ingin fokus internal. Namun, ia juga menyarankan agar tidak luput mengawal isu-isu eksternal.

Penulis: Abdi Rafi Akmal
Editor: Priska Salsabiila

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.