Keputusasaan dan Kenangan Kathy tentang Hailsham

Oleh: Saadillah Nur Fahmi
Judul Buku : Jangan Lepaskan Aku
Judul Asli : Never Let Me Go
Penulis : Kazuo Ishiguro
Alih Bahasa : Gita Yuliani K.
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : September 2011
Tebal : 358 Halaman
Kata mereka, si Kathy H. boleh memilah dan memilih, dan ia selalu memilih orang-orang dari lingkungannya sendiri: orang-orang dari Hailsham, atau dari salah satu estat kelas atas lainnya. Tak heran ia punya reputasi hebat.
Hailsham tampak seperti sekolah asrama Inggris yang menyenangkan, jauh dari sentuhan kota besar. Kathy merupakan siswa lulusan Hailsham yang cukup beruntung, bekerja sebagai perawat donor yang sukses. Namun, dibalik kesuksesannya, Kathy masih menyimpan kenangan dan rasa penasaran terhadap masa lalunya di Hailsham.
Novel dengan judul asli “Never Let Me Go” merupakan novel yang terbit tahun 2005 karya Kazuo Ishiguro, seorang novelis kelahiran Jepang yang menetap di Inggris. Judul novel ini diambil dari nama lagu yang disukai oleh Kathy, dengan membayangkan lirik lagu tersebut sambil memeluk bantal seperti bayi. Mengambil setting waktu di akhir abad ke-20 di Inggris, dimana Kathy sang tokoh utama sekaligus narrator pada novel ini dengan kawan-kawan “sejenisnya,” hidup dalam sekolah asrama yang sebenarnya merupakan para klon, dibesarkan untuk menyediakan organ tubuh manusia. Dan Hailsham merupakan salah satu komunitas dimana para para klon dibesarkan.
Di novel ini, Kazuo mengangkat tema-tema khas, seperti ketakutan terhadap rasa kesendirian, masa peralihan kanak-kanak, dan keterikatan personal dengan institusi. Rasa ketakutan Kathy terhadap rasa kesendirian, terlihat dari bagaimana akhirnya ia lebih memilih untuk merawat Tommy dan Ruth, teman masa kecilnya di Hailsham. Bahkan hingga ajal menjemput kedua sahabatnya.
Tema masa peralihan kanak-kanak, disampaikannya melalui kilas balik kehidupan Kathy, kehidupannya di Hailsham sebagai “siswa sekolah asrama” Hailsham, bagaimana akhirnya ia bisa dekat dengan Tommy, seorang bocah laki-laki yang pemarah dan pemalas, dan Ruth, perempuan yang bersemangat dan penuh ambisi. Perjalanan hidup membuat sifat mereka berubah secara drastis. Terutama saat menjalani kehidupan di Cottage, saat mereka mulai menyadari perbedaan mendasar tentang kehidupan mereka di Hailsham dan di Cottage.
“Suasananya, seperti kukatakan, jauh lebih dewasa. Tapi bila aku mengingat kembali, seks di Cottage kelihatannya lebih bersifat fungsional. Mungkin justru karena semua gunjingan dan kerahasiaan telah lenyap. Atau mungkin karena hawa dingin”.
Rasa keterikatan Kathy dengan Hailsham, seperti hantu yang muncul dalam setiap mimpi. Dalam hampir seluruh kejadian di novel ini, selalu mengingatkan Kathy pada Hailsham dan kenangan-kenangannya. Bahkan hingga di bagian akhir, dimana Kathy dan Tommy bertemu dengan Miss Emily dan membongkar semua rahasia tentang Hailsham, para guardian, Galeri, dan siapa sebenarnya “siswa Hailsham” itu, Kathy masih menyimpan kenangan-kenangannya tentang Hailsham.
Kazuo secara konsisten mengangkat tema yang menggugah perasaan emosional, dengan balutan kisah dramatis dan sentuhan fiksi ilmiah, dan berbagai macam intrik, membuatnya layak mendapat penghargaan Nobel untuk kategori Literatur di tahun 2017. Novel “Never Let Me Go” juga telah mendapat nominasi Man Booker Prize di tahun 2005 dan telah diterjemahkan dalam puluhan bahasa, serta diadadaptasikan menjadi sebuah film, dengan judul yang sama, dibintangi oleh Keira Knightley di tahun 2010.
Para pembaca akan menangkap pesan dari Kazuo, yang ingin menulis sebuah novel yang sederhana, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat di dunia. Dan di novel inilah terdapat dua sisi, dimana terdapat sisi gelap keputusasaan Kathy, dan sisi menyentuh, tentang kenangan Kathy, yang sedang menari dan memeluk bantal seperti menggendong bayi, memohon untuk tidak melepaskan kenangannya.
“Aku memikirkan sampah, plastik yang berkibar di dahan-dahan, barisan benda yang terperangkap sepanjang pagar, dan aku setengah memejamkan mata dan membayangkan bahwa inilah tempat semua yang hilang sejak masa kanak-kanakku tersangkut, dan sekarang aku berdiri di sini di depannya, dan jika aku menunggu cukup lama, suatu sosok kecil akan muncul di cakrawala di seberang ladang, pelan-pelan semakin besar sampai aku melihat bahwa itu Tommy, dan ia akan melambai, mungkin bahkan memanggilku. Khayalanku tak pernah melebihi itu-aku tidak membiarkannya-dan meskipun air mata membasahi pipiku, aku tidak terisak atau kehilangan kendali. Aku hanya menunggu sebentar, lalu kembali ke mobil, untuk pergi ke mana pun aku seharusnya pergi.”