Sayur Organik, untuk Kalangan Atas?
MALANG-KAV.10 Kesehatan merupakan faktor penting penunjang kesejahteraan masyarakat. Di Kelurahan Temas Kota Batu terdapat sebuah pertanian organik yang digagas oleh beberapa mahasiswa Fakultas pertanian Universitas Brawijaya. Hasil panen sayuran organik tersebut ikut di pasarkan di kampus.
Namun sayanganya sayuran organik yang di klaim baik dan aman untuk kesehatan justru di bandrol dengan harga yang cukup mahal. Seperti harga satu pak sayuran Pakcoy dengan berat kurang dari dua ons dibandrol dengan harga 8.000 rupiah. Padahal di pasaran biasa satu ikat Pakcoy dengan kisaran berat yang sama dibandrol dengan harga sekitar 1.500 rupiah saja.
Muhammad Cahya salah satu tim pembina petani sayuran organik Kelurahan Kemas, mengungkapkan jika sementara ini segmentasi dari sayuran organik tersebut adalah masyarakat menegah ke atas. Cahya menjelaskan alasannya tersebut karena masyarakat ekonomi menegah keatas cenderung mencari produk yang sehat tanpa harus memikirkan tentang harga. ”Kita tidak menyasar masyarakat desa menegah ke bawah. Banyak dari mereka yang penting bisa makan, ngapain lah mikirin yang sehat, sama-sama sawi ya milih yang murah pasti. Orang menengah ke atas itu cenderung untuk mencari produk yang sehat yang aman, karena mereka nggak lagi mikir tentang harga,” ungkapnya saat ditemui di stand Pasar Brawijaya (18/9).
Mahasiswa Fakultas Pertanian tersebut mengungkapkan, mahalnya sayuran organik yang di budidayakan di desa Kemas dikarenakan produk tersebut telah mendapat sertifikasi organik dari LeSOS (Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman), salah satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia.
Untuk mendapatkan sertifikasi organik tentu memerlukan biaya yang mahal. Selain itu pihak lembaga juga perlu melakukan evaluasi dan kontrol terhadap keabsahan produk. Petani harus melakukan report perlakuan tanaman sebulan sekali kepada lembaga sertifikasi, sebagai bahan assigmen untuk menilai apakah masih bisa dikatakan organik atau sudah mulai bergeser. ”Nah proses kesitunya untuk mendapatkan sertifikasinya dan untuk mendapatkan pengakuan dari mereka itu yang mahal. Nah, itu kenapa produk organik itu mahal,” papar Cahya.
Cahya menambahkan jika sayur organik ini berbeda dari petani sayur biasa, teknik budidaya sayur ini terjamin organik karena tidak menggunakan pestisida kimia, Mereka hanya menggunakan pupuk kotoran hewan yang di fermentasi dan dedaunan yang difermenatsi. Air yang digunakan juga harus disaring dan diendapkan dulu sebelum digunakan untuk mengairi sayuran.
Beberapa pengunjung Pasar Brawijaya yang sempat mengunjungi stand sayuran organik tersebut mengungkapkan, harga yang dibandrol untuk beragam sayuran organik tersebut memang mahal namun disisi lain mereka memakluminya. “Kalo di bazar kaya gini ya standar sih, nggak murah, nggak mahal. Kalo mahasiswa mungkin pas. Di kampuskan banyak yang mahal ya, jadi ya standard. Mungkin kalo untuk masyarakat biasa ya kemahalan,” ungkap Mega Isma Juwita, salah satu pengunjung stand sayur organik.
“Sebenernya mahal karena di pasar biasanya juga cuman 2000, tapi karena sayurnya organik jadi sepadan sama harga dengan kualitasnya,” ungkap Efakhruzzahid, mahasiswa Filkom TI 2014. (jon/ain)