Guru Bangsa: Tjokroaminoto
Oleh : Haroki A.Mardai
Sutradara : Garin Nugroho
Produser : Cristine Hakim, Dedi Petet, Dewi Umaya Rahman
Penulis : Garin Nugroho, Erik Supit
Produksi : Picklock Production & Yayasan Guru bangsa Hos Tjokroaminoto
Pemain : Reza Rahadian, Ibnu Jamil, Putri Ayudya , Tanta Ginting, Devan Mahenra.
“ Semurni murni tauhid, setinggi tinggi ilmu, sepintar pintar siasat “ HOS Tjokroaminoto .
Ada banyak sikap skeptis ketika gelaran film Guru Bangsa : Tjokroaminoto akan di putar di berbagai bioskop tanah air. Pertama karena film biopik ini mengangkat cerita tentang perjuangan dari salah satu tokoh penting di dalam sejarah Bangsa Indonesia dengan durasi mencapai 160 menit. Dan kedua, anggapan kurang mengenakkan tentang Garin Nugroho sutradara Guru Bangsa : Tjokroaminoto yang memiliki jejak kurang mengenakkan ketika menggarap film biopik sebelumnya Soegija yang mengangkat cerita uskup pertama di Hindia – Belanda yang bertempat di Semarang – Jawa tengah. Pasalnya film tersebut bisa di katakan terlalu banyak metafora tanpa adanya fokus penceritaan yang jelas.
Namun sikap itu akhirnya perlahan-lahan dapat di tepis tatkala menyaksikan Guru Bangsa : Tjokroaminoto. Tidak hanya menyuguhkan sajian yang informatif akan tetapi Garin telah menunjukkan kelasnya sebagai Sutradara paling senior dengan menyuguhkan visual yang indah sekelas kolosal Les Mireables ala Indonesia. Sepanjang rentangan cerita juga di susupi rangkaian kritik tajam, lawakan yang menggelitik dan gaya musikal khas Garin yang mengundang decak kagum dalam setiap film filmnya. Membuat biopik bukan hanya sekedar manis, namun sangat menggigit .
Di kalangan anak muda saat ini, yang dapat di katakan cacat pengetahuan sejarahnya, nama Haji Oemar Said Tjokroaminoto memang masih sangat asing di telinga, selain hanya di kenal sebatas nama jalan. HOS Tjokroaminoto memang kalah tenar dengan sejumlah tokoh kemerdekaan seperti Soekarno, Moehammad Hatta, Maupun Sutan Sjahrir. Namun lelaki yang di juluki Ratu adil, Raja tanpa mahkota, hingga kyai tanpa sorban inilah yang telah berjasa besar melepaskan Indonesia (Hindia – Belanda) ketika itu dari cengkraman penjajahan Belanda.
Awal cerita ini di ambil tatkala Tjokroaminoto ( Reza Rahadian ) mengenyam pendidikan di sekolah belanda yang mengawali cita cita luhurnya untuk melepaskan rakyat jelata dari penindasan sistem imprealisme. Kemudian belanjut dengan menikahi Soeharsikin ( Putri Ayudya ) dan mengikuti salah satu amanat gurunya untuk berhijrah ke Semarang kemudian pindah lagi ke Surabaya dan pada akhirnya menetap di sana dan mendirikan Sarekat Islam ( SI ) yang merupakan organisasi bumiputera terbesar ketika itu. Sementara Soeharsikin sibuk mengurus batik dan kos-kosan yang di kenal sebagai rumah paneleh yang menampung murid murid Tjokro seperti Kusno / Soekarno, Samoen, Kartoseowirjo dan yang lainnnya.
Dalam tingkat penokohan terdapat beberapa sosok yang memberi dampak penting terhadap persistiwa masa lalu seperti Kusno / Soekarno ( Devan Mahenra ) yang menjadi presiden pertama Indonesia, Samoen ( Tanta Ginting ) pendiri SI Merah yang merupakan cikal bakal lahirnya Partai Komunis Indonesia dan juga Agus Salim ( Ibnu Jamil ) Diplomat pertama yang selalu mendampingi Tjokro dimanapun ia berada meskipun ketika itu ia di kabarkan masih bekerja sebagai mata-mata belanda .
Tidak hanya sebatas itu di tambahkan pula tokoh ‘penggembira’ seperti Stella ( Chelsea Islan ) seorang gadis Indo – Belanda yang lahir dari rahim seorang nyai yang selalu mempertanyakan eksistensi dirinya sendiri di tengah diskriminasi yang selalu menimpanya. Serta Mbok Toen ( Unit ) Dengan segala kecerewetannya yang selalu mengundang gelak tawa dan menjauhkan kesan hambar untuk penonton. Dan perlu di akui tokoh paling unik adalah keberadaan Bagong yang di perankan seorang lelaki bertubuh bogel dan seorang penjual kursi yang semakin memberi warna film seolah tengah menyaksikan sebuah pagelaran Opera. Posisi mereka semakin memperkuat Tjokro dan memberi penonton perspektif lebih mengenai persoalan sosial di masa itu .
Di balik kemegahan dan kemewahan yang di tunjukkan dalam film Tjokroaminoto tentu telah menunjukkan seberapa besar dana yang telah di keluarkan. Namun sekali lagi, keakuratan sejarah dalam sebuah film memang tidak bisa di jadikan patokan. Jika mengkaji lebih dalam tentang sejarah, ada kesalahan fatal yang sepertinya dengan sengaja di hapuskan oleh tim produksi. Garin harus benar-benar dapat menjawab pertanyaan dimana posisi Kartoseowirjo ketika itu ? Padahal dengan jelas tiga murid Tjokoraminoto yang paling terkenal semasa itu adalah Soekarno, Samoen dan Kartosoewirjo. Namun dari awal hingga akhir film, Kartosoewirjo yang pada akhirnya meneruskan jejak Tjokro di SI malah di tiadakan sama sekali. Garin lebih menonjolkan Samoen dengan idieologi ke kiri-kiriannya, setelah itu barulah Kusno / Soekarno yang di kenal sebagai Bapak Proklamator.
Dengan kombinasi para pemeran kelas atas, perpaduan tata artistik dan lokasi yang mewah, skrip yang padat, pengarahan gaya teatrikal yang menawan. Namun melupakan salah satu sosok krusial dalam sejarah memang sangat di sayangkan. Mungkin sutaradara Garin Nugroho memilki alasan tersendiri untuk hal itu. Yang jelas Guru Bangsa : Tjokroaminoto adalah film penting selayaknya opera elok yang sebaiknya tidak di lewatkan begitu saja.