Gie
Oleh : Rahmawati Nur Azizah*
“Lebih baik saya diasingkan daripada menyerah pada kemunafikkan”
~ Soe Hok Gie
Gie adalah sebuah Film yang menceritakan kehidupan Soe Hok Gie, seorang aktivis keturunan cina yang hidup di era 60an, ketika masih bersekolah hingga ia meninggal. Gie lahir pada 17 Desember 1942, ketika perang pasifik sedang panas panasnya berkobar. Film ini diangkat dari buku catatan hariannya yang bertajuk Catatan Seorang Demonstran. Sebagian Percakapannya pun sama persis dengan apa yang Gie tulis dalam buku catatannya tersebut.
Sejak kecil Gie gemar membaca dan menulis, mungkin bakat menulisnya merupakan bakat turunan dari ayah nya, Soe Lie Piet, yang merupakan seorang penulis pada masa mudanya. Ia juga gemar sekali membaca buku buku sastra. Ia bahkan tidak naik kelas hanya karena berdebat dengan sang guru perihal sastra. Sang guru mengatakan bahwa Chairil Anwar lah yang menulis Pulanglah Dia si Anak Hilang, namun dengan keras kepala Gie membantahnya karena sang pengarang aslinya adalah Andre Gide dan Chairil hanyalah penerjemah. Karena inilah nilainya menjadi jelek dan tidak naik kelas.
Dalam film ini, Gie, yang diperanan oleh Nicholas Saputra, digambarkan sebagai pemuda yang rebel, sejak SMP ia selalu melawan, hingga teman temannya selalu bertanya tanya, kenapa ia begitu? Ia menolak dengan lantang ketidakadilan dan selalu menyuarakan kebenaran. Karena menurutnya, tidak ada yang lebih puitis selain menyatakan kebenaran.
Dipilihnya Nicholas Saputra sebagai pemeran utama, menurut Riri Riza, adalah sebuah pilihan yang tepat. Karena ketika Nico memerankan Rangga dalam Ada Apa Dengan Cinta, Riri menemukan sosok Gie disitu, sehingga ia memilihnya sebagai tokoh utama.
Ketika mahasiswa, ia masuk Fakultas Sastra UI dan mengambil Jurusan Sejarah. Ia aktif di Mapala, sebuah UKM pecinta alam yang ia dirikan bersama temannya. Namun ia punya kebiasaan aneh ketika naik gunung, ketika orang orang memakai baju tebal untuk menghangatkan badannya, ia justru mengenakan celana pendek dan kaus yang dibalut kemeja ketika berada dipuncak, sebuah hal yang kurang lazim, padahal dinginnya udara gunung itu bisa menusuk tulang.
Ketika rezim Soekarno dianggapnya sudah otoriter, Gie mengerahkan semua aktivis aktivis untuk turun kejalan, untuk berdemonstrasi menuntut turunnya Soekarno dari kursi kepresidenan. Tulisan dan pemikirannya sering dianggap mengancam pemerintahanan, tak jarang ia diteror oleh kelompok kelompok tertentu yang tidak suka dengan tindakannya tersebut. Bahkan ia juga diasingkan dalam pergaulan sosialnya. Dalam hal cinta ia sungguh kontradiktif, Gie bukanlah seorang yang mau melawan takdir cintanya. Ketika ia mencintai Ira (Sita Nursanti, pentolan Rida Sita Dewi) ia tidak mau mengungkapkan apa yang ia rasakan kepadanya. Ia hanya diam, ia tidak melawan. Di sisi lain, Tantenya Ira memang sengaja tidak mengijinkan Ira untuk berhubungan dengan Gie.
Di penghujung cerita, Gie yang kehidupannya mulai semrawut semakin frustrasi, sehingga nekad naik gunung sendirian. Disana ia menuliskan puisi puisi untuk ira. Namun sayang, tepat sehari sebelum ulang tahunnya, 16 desember 1969, ia meninggal. Dalam adegan film tersebut, tidak jelas apa penyebab kematiannya. Namun diakhir cerita diberikanlah catatan bahwa ia meninggal karena menghirup gas beracun saat menaiki Gunung Semeru bersama teman temannya. Ia meninggal tepat di pangkuan Herman Lantang, sahabatnya.
Film yang di disutradarai Riri Riza dan di Produseri oleh Mira Lesmana ini dirilis pada tahun 2005. Lawas memang, meski begitu setiap fragmennya masih releven dengan kondisi kehidupan politik di Indonesia sekarang, juga sebagai refleksi akan nilai nilai kebenaran. Hingga sekarang, harapan Gie tentang pemerintahan di Indonesia yang bersih dan adil belum juga terwujud. Mungkin harus ada puluhan, bahkan ratusan Soe Hok Gie baru sehingga Indonesia dapat berubah menjadi lebih ’bersih’
*Anggota UAPKM UB