Ekspedisi Pulau Seram Impala UB
MALANG–KAV.10- Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (Impala) Universitas Brawijaya baru saja menyelesaikan ekspedisi mereka yang bertajuk “Ekspedisi Gua dan Karst Nusantara” di Pulau Seram, Maluku, pada Senin (21/10) lalu. Tim ekspedisi yang beranggotakan Henry Yuli Hadiwijaya (FISIP/2010), Ermawati (FP/2010), Ardin Makarim (FIB/2011), Muhammad Reza Tricahya (FIA/2011), Ani Saputri (FP/2011), Dewi Mar’a Konita Tillah (FIB/2011) dan Nurul Dwi Hidayani (FTP/2011) ini telah satu bulan melakukan ekspedisi di Pulau Seram.
Henry Yuli Wijaya, salah satu aggota tim ekspedisi yang berperan sebagai manajer ekpsedisi menuturkan bahwa ekpedisi ini dilaksanakan dalam rangka mencari sumber – sumber gua karts yang potensial di Pulau Seram. Tim ekspedisi berhasil menemukan gua dan mata air juga menemukan beberapa fauna yang langka di dalam gua.
Menurut Henry, fauna – fauna ini sangat berpengaruh terhadap ekosistem di dalam gua karst. “Agar ekosistem di dalam gua ini tidak terganggu, maka harus dilestarikan pula fauna – fauna yang dapat bertahan hidup di gua tersebut.” tutur Henry.
Selama ekspedisi, Impala tidak melakukan ekspedisi sendirian. Ada tambahan satu anggota dari Darmapala (Impala Universitas Darussalam Maluku, red), satu anggota dari Real Parmker dan dua orang dari Taman Nasional Manusela sendiri.
Henry juga menceritakan, kondisi alam di Pulau Seram sangat berbeda dengan di Jawa. Sebelum keberangkatan, tim ekspedisi Impala telah melakukan tutorial di hutan – hutan Jawa. Namun ternyata keadaan hutan disana jauh lebih curam dibandingkan di Jawa. Inilah yang menyebabkan tim ekspedisi sempat kesulitan melalui medan disana.
“Untunglah selama ekspedisi, guide dari Taman Nasional Manusela sendiri orangnya humoris, sehingga mental tim tidak sampai drop,” kenang Henry ketika menceritakan bagaimana susahnya menaklukkan medan disana. Mahasiwa jurusan Sosiologi ini menambahkan selain curam, medan disana juga naik turun sehingga menambah kesulitan ekspedisi.
Henry mengatakan, tim ekspedisi juga melakukan sosialisasi terhadap penduduk lokal agar tidak memburu paniki, sejenis kelelawar yang hidup di gua karst, karena selama ini masyarakat sering memburunya untuk dijadikan bahan pangan. Padahal paniki merupakan salah satu faktor penyeimbang ekosistem di gua karst.
Sementara itu, Ketua Pelaksana “Ekspedisi Gua dan Karst Nusantara”, Rauzan Fikri mengatakan bahwa tim yang berangkat ke Pulau Seram dipantau dari Malang menggunakan telepon satelit. Ini disebabkan karena tidak adanya sinyal telepon disana. Minimal satu kali sehari harus ada laporan darisana sehingga komunikasi antara tim yang berada di Malang dan Pulau Seram tidak terputus. Mahasiwa Teknik Elektro angkatan 2011 ini mengatakan, persiapan ekspedisi telah dilakukan mulai bulan Februari. Persiapan – persiapan tersebut mencakup pembuatan konsep.
Rauzan berharap, data – data yang didapatkan dari ekspedisi ini dapat bermanfaat sebaik – baiknya kepada siapa pun, baik untuk Universitas Brawijaya, masyarakat Pulau Seram maupun pihak Impala sendiri. Ke depannya, Rauzan mengatakan akan ada ekspedisi serupa, rencana tempatnya antara lain Papua dan Kalimantan. (fan)