Forum Hearing Lanjutan Polemik UKT

0
Foto 1. Suasana Forum Hearing di Lantai 8 Gedung Rektorat (Foto oleh Lussiana)
Foto 1. Suasana Forum Hearing di Lantai 8 Gedung Rektorat
(Foto oleh Lussiana)

MALANG-KAV.10 Selasa (07/05) Pembantu Rektor III Universitas Brawijaya (UB), Ainurrasyid menggelar forum hearing lanjutan atas polemik Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang akan diterapkan kepada mahasiswa baru angkatan 2013.

Forum tersebut dihadiri oleh dekanat fakultas seluruh UB, perwakilan EM dan BEM seluruh fakultas di UB, perwakilan DPM Pusat dan DPM seluruh fakultas di UB, serta beberapa mahasiswa lain. Pada pembukaan, Ainurrasyid mengemukakan bahwa sejak 10 tahun terakhir UB menerapkan Biaya Pembangunan Pendidikan (BPP) proporsional. “BPP proporsional diterapkan Brawijaya sejak 10 tahun terakhir ini dan dicontoh oleh PT (Perguruan Tinggi – red) lain,” jelasnya.

Muhammad Rizky Kurniawan, selaku Presiden EM melanjutkan pembukaan dengan memaparkan bahwa mahasiswa di beberapa perguruan tinggi menolak UKT.

“Kalau kita lihat, nominal UKT naik 50 persen dari nominal proporsional tahun 2012. Jadi kita ingin tahu bagaimana itung-itungan dan range SPP proporsional dan UKT dari SK (Surat Keputusan – red) rektor,” tegas Rizky.

Pada presentasi yang Rizky sampaikan, jelas sekali bahwa akumulasi dari nominal UKT lebih mahal dengan kenaikan kurang lebih 61 persen.

Menanggapi penuturan Rizky, Pembantu Dekan II Fakultas Teknik, Pitoyo mengungkapkan bahwa UKT sebenarnya merupakan peleburan dari semua komponen menjadi satu, setiap fakultas punya warna sendiri dengan perbedaan kuota dan capaian masing-masing.

Pitoyo juga menegaskan, indikator yang memengaruhinya meliputi inflasi, kuota dan SK dekan tiap fakultas. “Indikator tersebut bertujuan untuk mengurangi collapse,” terangnya.

Zainun, PD II Fakultas Kedokteran menimpali dengan mengatakan, “munculnya UKT didasarkan pada formula dari Unit Cost-BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri – red).” Selanjutnya forum mendengarkan opini yang datang dari perwakilan BEM Fakultas Teknik yang mengatakan bahwa BOPTN yang didapat UB hanya sebesar 10 persen.

Opini dari para perwakilan mahasiswa dimulai oleh pemaparan opini dari perwakilan BEM Fakultas Hukum. “Saat kami berdiskusi dengan Sekjen DIKTI di Surabaya, kami menemukan keganjilan pada kebijakan UB yang tidak sesuai dengan perintah DIKTI,” ujarnya yang diikuti dengan riuh tepuk tangan. Permasalahan itu terletak pada perbedaan nominal, kenapa nominal UKT yang ditetapkan UB berbeda dengan surat edaran DIKTI.

Opini juga disampaikan oleh perwakilan BEM FISIP yang diwakili oleh Presiden BEM FISIP, Andi Ilman Hakim. “Dibanding dengan fakultas sosial yang lain, kenaikan BPP yang dialami oleh FISIP sekitar 60-64 persen,” terang Andi. Andi menambahkan, hal tersebut dikarenakan FISIP membutuhkan dana untuk pembangunan gedung yang sedang berlangsung sehingga kekurangan dana dibebankan kepada mahasiswa.

“UKT menjadi salah satu beban mahasiswa yang nominalnya lebih mahal dibandingkan dari tiga angkatan sebelumnya,” tutup Andi. Darsono Wisadirana, Dekan FISIP menanggapi opini Andi dengan menyampaikan bahwa FISIP telah berusaha untuk meminta dana kepada DPR pusat untuk membangun gedung dan hasilnya nihil. Oleh karena itu menurutnya, beban biaya pembangunan FISIP ditanggungkan kepada BPP mahasiswa FISIP.

Kemudian salah satu perwakilan BEM Program Teknologi Informasi, Informatika dan Komputer (PTIIK) menyambung opini dengan berpendapat bahwa biaya pembangunan seharusnya ditiadakan di setiap perguruan tinggi negeri.

“Tanggung jawab memberikan pendidikan seharusnya menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan pemerintah. Jika diambil dana dari mahasiswa, berarti rektorat mendukung malasnya pemerintahan,” tukasnya.

Pertanyaan juga dilontarkan olehnya, ”kebijakan nominal UKT diserahkan oleh masing-masing fakultas atau dibuat pusat? Belum jelasnya UKT, sebenarnya didasarkan pada variabel apa? apakah nominalnya dapat diturunkan saat SK rektor sudah turun?”

“UKT adalah keputusan rektor, sehingga rektorlah yang berhak memastikan, mengesahkan dan mengubahnya,” jawab Ainurrasyid. Beliau menambahkan bahwa dekan fakultas yang lebih mengetahui seluk beluk masing-masing prodi, jadi dekan seluruh fakultas tersebut yang terlibat untuk membuat kebijakan yang disahkan oleh rektor.

“Oleh karena itu, masih ada peluang untuk disesuaikannya UKT,” tegas Ainurrasyid sebelum meminta penjelasan lebih kepada PD II Teknik. Pitoyo mengurai variable unit cost adalah 60 persen APBN, 30 persen dana masyarakat dan 10 persen kemandirian universitas dikurangi BOPTN.
Forum hearing dilanjutkan dengan pemaparan pelanggaran kebijakan UB terhadap SK DIKTI yang disampaikan oleh Presiden EM. (Miy/Amz/Ang/Lus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.